Face To Face

1.2K 124 61
                                    

Takdir ternyata selucu ini ya?

Orang yang dengan susah payahnya gue usir dari pikiran gue justru kembali muncul tanpa gue tahu dan perintah.

Secara tiba-tiba hadir. Dan langsung bikin akal gue hancur seketika.

Orang yang berhasil ninggalin luka yang cukup dalam di hati tanpa mau bertanggung jawab dan menghilang gitu aja.

Orang yang selalu menjadi alasan kenapa gue selalu nangis tiap malam, dengan alasan yang sama dan orang yang sama.

Menjadi alasan terbesar kenapa sekarang gue memutuskan untuk tinggal di kota yang berbeda. Dengan suasana yang baru, dengan langkah hidup yang baru.

I was thought, everything would be alright

Then we met each other. With no reason. Like, everything was planned but no one can guess it.

Mungkin ini yang dinamain takdir?

Kalau ini beneran takdir, maka sekarang gue percaya kalau takdir memang sekejam itu.

Marvelino Mingyu Putra..

Kenapa?

Kenapa kita harus ketemu lagi setelah gue udah percaya bahwa hidup gue akan baik-baik aja tanpa lo?






















Kim Mingyu as Marvelino Mingyu Putra

























Jung Jaehyun as Jeffrey Jaehyun Adinata

























FACE TO FACE
Gyujae AU






















Short chapter, sequel of Wish You Were A Gay

































Presented by: jeexnna
























"Lihat? Nilai kamu makin kesini makin turun."

Yang disinggung hanya melihat lembaran kertas diatas meja dengan malas. Sudah biasa juga sih ia melihat nilai merah begitu banyak menghiasi lembaran ujiannya.

Yang lebih tua berdecak malas. Memijat pangkal hidungnya frustasi. Melepas kacamatanya kemudian menatap siswa bersurai cokelat yang kini masih menatapnya tak minat. Lebih tepatnya sudah terlalu bosan dibawa keruangan ini.

"Putra, apa kamu gak kasihan sama orangtua kamu hm?" Kini sang guru kembali bertanya dengan raut wajah yang lebih serius namun dengan nada yang jauh lebih lembut.

Putra mengangkat kedua bahunya acuh. Agak malas menjawab jika kini pertanyaannya sudah menyangkut perihal keluarganya. "Gak tahu pak, ayah gak pernah di rumah. Jadi mana saya tahu."

Sang guru menghela napasnya berat. Ia juga tahu jika anak didiknya ini tidak terlalu dekat dengan keluarganya. Apalagi disaat pertemuan antara guru dan orangtua entah itu pengambilan rapor, rapat orangtua murid ataupun pertemuan seperti ini biasanya hanya supir pribadinya yang menemani Putraㅡmenggantikan sosok orangtuanya yang bagai tak berwujud.

Ia memakluminya. Memang ia baru bekerja sekitar empat bulan lamanya disana, namun ia juga mau terlibat untuk memperbaiki nilai-nilai anak didiknya agar semua kerja kerasnya mengajar tidak terlihat percuma. Apalagi melihat kondisi Putra yang cukup memprihatinkan di kelas, ia rasa ia harus berbicara empat mata dengan orangtuanya kali ini.

A B O U T  U S  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang