Shindairo punya dua musim : panas dan dingin. Kadang, musim dingin mereka diwarnai dengan hujan deras, atau salju keabu-abuan. Sementara itu, musim panas biasanya bernuansa hijau, dengan daun di mana-mana dan rumput serta ilalang tumbuh tanpa ampun, seakan mereka belum pernah melihat sinar matahari. Atau, kalau mereka beruntung, bunga-bunga akan mulai bermekaran.
Hari itu termasuk dalam salah satu dari musim panas yang beruntung. Meski hampir menjelang siang, angin sepoi-sepoi masih bertiup dan awan-awan putih keabu-abuan menutupi setengah muka mentari.
Terra, yang masih berumur sembilan belas pada saat itu, sedang merapikan buket bunga yang ia beli barusan ke dalam vas kesukaan Yuna. Yuna sendiri sedang duduk di atas jeruji balkon, mengobrol dengan Orion yang sedang duduk di lantai balkon, bersandar pada jeruji yang sama. Pintu kaca menuju tempat itu terbuka lebar, jadi Terra bisa mendengar beberapa penggalan percakapan mereka dari kamar Yuna.
Suara Yuna mengalun lembut dalam udara beraroma bunga. "Bagaimana sekolah, Orion? Gadis di kelasmu itu masih berteman denganmu?"
Orion memprotes. "Dia selalu merecokiku."
Yuna tertawa kecil, kemudian mulai bersenandung. Sejenak, Terra melirik ke arah mereka dan tersenyum. Yuna paling senang berada di balkon, bahkan saat gerimis atau hujan salju sekalipun. Ia bilang ia suka duduk di atas jeruji balkon karena ia bisa melihat pemandangan dengan lebih jelas. Terra tidak mempermasalahkannya asalkan Yuna hati-hati—apartemen Yuna terletak pada lantai keempat belas—namun Orion sering gelisah mengenai itu.
Kalau Yuna pergi ke balkon saat saat ia sedang melihatnya, ia akan menemaninya di sana.
"Ia terlihat seakan-akan ia akan selamat. Ia terlihat seakan ia bisa bertahan," Orion pernah sekali berkata kepada Terra, "namun senyumannya terlihat seperti ucapan selamat tinggal."
Terra mengusir pikiran itu. Belakangan ini, Yuna terlihat sehat. Tubuhnya masih rapuh seperti biasa, dan ia masih lemah serta rentan penyakit, namun setidaknya mukanya tidak lagi pucat. Ia kelihatan cantik dengan rambut pirang bergelombangnya yang panjang, berayun lembut bersama angin, dan mata abu-abu cerahnya bersinar-sinar. Gaun putih selututnya tampak natural, selayak biasanya.
Mereka bertiga sudah bebas. Bebas dari lab. Bebas dari percobaan-percobaan kejam yang dulunya pernah ditimpakan kepada mereka. Percobaan-percobaan yang menghancurkan fisik dan mental mereka, terutama milik Yuna.
"Yuna," Terra memanggil. "Waktumu minum obat!"
"Orion, bisa kau ambilkan obatku?" tanya Yuna dengan suaranya yang lembut, menghentikan senandungannya.
Orion bangkit berdiri dengan sukarela dan masuk ke dalam kamar untuk mengambil botol pil milik Yuna dari meja. Terra sudah akan bertanya kepada Yuna mengenai apakah ia lapar atau tidak ketika ia bertemu mata dengannya. Yuna menatapnya, masih dengan senyum damai di bibirnya, namun ada sesuatu yang salah....
"Yuna?" panggil Terra, suaranya tidak lebih dari sebuah bisikan parau.
"Senyumannya terlihat seperti ucapan selamat tinggal."
Terra sadar, betapa bodohnya ia selama ini. Percobaan Walter tidak hanya mempengaruhi fisik seseorang, namun juga mental. Terra membelikan Yuna obat dan vitamin, namun ia tidak pernah berpikir kalau suatu hari mental Yuna tidak akan lagi kuat untuk menanggung seluruh trauma dan kesedihannya. Apakah Terra hanya optimis? Tidak. Ia buta.
Orion sepertinya sadar kalau ada yang salah. Karena itulah, ia segera berbalik dan berlari ke arah balkon; ke arah Yuna, namun sudah terlambat.
Di atas jeruji balkon, tempat tadinya seorang gadis tercantik di seluruh dunia duduk, sudah tidak ada siapa-siapa lagi, kecuali angin sepoi-sepoi yang berhembus pada siang yang mendung itu.
Orion terjatuh pada kedua lututnya. Terra gemetaran. Sebuah isakan berhasil lolos dari kedua bibirnya kala ia berlari dan mencengkram jeruji balkon erat-erat, melihat ke bawah, dan berteriak dengan pilu, "YUNNAAAAAAA!!!"
Memoirs : Terra
End.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lament in Gray
ActionDi dalam Kota Shindairo yang padat, monoton, dan serba abu-abu, hiduplah Orion Carlouise, seorang detektif privat berumur 24 tahun yang mampu meretakkan dinding, menghancurkan pintu, dan mengangkat mobil dengan satu tangan. Ketika ia masih kecil, ia...