Seakan itu adalah pekerjaannya tiap hari, Orion berseru kepada supir limosin untuk berhenti dan membuka kunci pintu, lalu segera melompat keluar dari kendaraan dan berlari secepat mungkin menuju sumber ledakan, yang kini sudah mulai terbakar. Mobil-mobil di jalanan menghentikan laju mereka, terlalu takut untuk melanjutkan. Orion tidak memperhatikan itu lebih lanjut dan terus berlari menyusuri trotoar. Ia mendengar dua langkah kaki mengikuti tepat di belakangnya—ketukan-ketukan high heels menghantam aspal.
Satu ledakan lagi-lagi terdengar dari kejauhan, diikuti suara-suara jeritan dan alarm-alarm mobil. Trotoar bergetar sejenak. Pengemudi di jalanan membunyikan klakson mereka, seakan itu akan membantu keadaan. Orion tidak berhenti. Setelah beberapa menit, ia berbelok menuju jalan tujuannya dan menembus kerumunan panik yang berusaha kabur dari sumber ledakan. Beberapa gedung roboh di dekatnya. Debu cement mengotori salju yang sudah kelabu dan belum mencair dari kemarin malam.
Kantor Terra muncul dalam pandangan. Gedung itu sedang terbakar. Tiga orang sosok berada di dekatnya, tidak bergerak maupun berlari menjauh. Salah satu di antaranya sedang menggotong seseorang, sementara yang satu lagi sedang berdiri menghadap gedung yang membara, rambutnya yang melebihi bahu berkibar-kibar ditiup angin. Orion mengenali wanginya yang seperti woody floral—campuran dari kakao, jeruk bergamot, tanaman sage, bunga iris, lavender, dan sedikit asap rokok.
Orion sampai tepat pada waktunya untuk mendengar Dimitri merapal dengan suara lantang : "Dissolve."
Seluruh api dalam kantor Terra, sekaligus pada gedung-gedung di sekitarnya, pudar dalam sekejap, seakan mereka tidak punya apa pun untuk dibakar dan padam dengan sendirinya. Sebuah gedung di dekat Orion retak parah, mengancam untuk roboh dan menimpa siapa pun yang berada di bawahnya. Dimitri mengulurkan tangannya pada gedung tersebut dan merapal, "Merge." Retakan tersebut semata-mata menghilang—menyambung lagi secara ajaib. Bagian gedung yang hendak roboh berhenti di tempat, membuat keseluruhan bangunan tersebut tampak tidak lurus.
"Dimitri," panggil Orion begitu ia sampai di dekat pemuda itu. "Apa yang terjadi?"
"Ulah Oreo," jawab Dimitri singkat. Ia berderap masuk ke dalam kantor Terra, meninggalkan Orion untuk bertanya-tanya di jalanan tentang bagaimana caranya dua biskuit hitam yang menjepit krim vanilla bisa meledakkan selusin gedung tiga lantai. Bekas-bekas ledakan tampak jelas pada gedung di kiri-kanan kantor Terra. Malahan, seluruh gedung dalam deretan itu memiliki bekas ledakan kecuali gedung Terra. Orion mengerutkan dahinya. Ada sesuatu yang janggal. Ia tersadar dari pikirannya ketika hidungnya menangkap wangi karamel dan vanila hangat. Segera ia menoleh pada Robin yang sedang menggotong Lloyd yang tidak sadarkan diri.
"Kesinikan dia," kata Orion.
Robin mengoperkan Lloyd kepada si pemuda dan si pemuda menyampirkan si Topi Hijau ke bahunya. Seperti biasa, ia berbau seperti sabun dan gula permen. Topi beanie-nya jatuh. Robin memungutnya.
"Kenapa dia tak sadarkan diri?" tanya Orion. Bocah di bahunya ini tampaknya tidak terluka sama sekali.
"Narkolepsi," jawab Robin pelan. Dari dekat, matanya tampak redup. "Aku sudah menduga ia akan kambuh lagi."
"Narkolepsi?"
"Dia tidak bisa mengontrol tidurnya sendiri."
Usai berkata demikian, Lloyd bergerak-gerak dengan ganas dalam pegangan Orion. Robin tampak cemas, "Tampaknya ia sedang bermimpi buruk."
Orion mengerutkan dahinya dan membetulkan letak topi pelautnya. "Dia sering begini?"
Robin mengangguk. "Sepertinya begitu. Ia tidak pernah bercerita kepada siapa-siapa. Aku hanya menebak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lament in Gray
ActionDi dalam Kota Shindairo yang padat, monoton, dan serba abu-abu, hiduplah Orion Carlouise, seorang detektif privat berumur 24 tahun yang mampu meretakkan dinding, menghancurkan pintu, dan mengangkat mobil dengan satu tangan. Ketika ia masih kecil, ia...