Caramel benar-benar dibuat lumayan pusing dengan obrolan keluarga Anta. Untung saja setelah obrolan mereka terhenti saat Mama Anta masuk ke dalam sebuah ruangan, Anta langsung inisiatif mengantarnya kembali ke kafe tempatnya kerja.
Sekarang keduanya sedang di dalam mobil.
"Jadi kamu beneran dekat dengan Lova?"
"Kenapa mendadak lo peduli?" Anta menoleh sejenak kepada Caramel.
"Penasaran aja." Caramel mengangkat bahu cuek. "Kamu kan sosok idola di sekolah, kali saja aku bisa jual informasi semacam ini?"
"Dasar picik!" desis Anta yang lagi-lagi hanya direspons gedikan bahu oleh gadis mungil itu. "By the way, kenapa lo harus kerja?"
"Karena aku harus cari uang."
"Orang tua lo?"
"Punya orang tua bukan berarti sepenuhnya kita bergantung juga 'kan?"
Anta tertegun.
"Aku hanya mau ... apa ya? Pokoknya biar bisa hidup seperti anak-anak lainnya juga. Punya ponsel bagus, jajan nggak kurang, bisa beli novel tanpa mikirin cara minta uang ke ibu atau bapak."
Anta berdeham saja, sok-sokan cuek padahal hatinya mendadak nyeri.
"Lo bukannya penulis?"
"Iya. Tapi, kan aku nggak nerbitin buku."
"Kenapa nggak coba kerja lewat kelebihan lo itu aja?"
"Sepertinya aku belum sejago itu nulisnya." Caramel merogoh ponsel dari tasnya. Anta melirik itu kemudian meringis, melihat ponsel yang sangat ketinggalan jaman milik Caramel. "Aku udah ditanyain karyawan lain," bisik Caramel.
Saat itu, Anta tidak berkata-kata. Pemuda itu langsung melajukan mobilnya di atas kecepatan rata-rata, sembari memikirkan hal aneh. Setidaknya, aneh menurut dia.
Zaman sekarang, masih ada, ya, anak sekolah yang mengesampingkan kesenangannya?
****
Anta bersama dengan Benua sedang nongkrong di bengkel, tempat biasa mereka nongkrong bersama para prmeman yang sudah bekerja menjadi karyawan bengkel itu.
Benua menepuk pundaknya sebanyak dua kali. "Malam ini lo jadinya ngambil tawarannya?"
Anta hanya mengangkat bahu. "Emang dia pasang berapa?"
"Lima belas juta."
"Segitu doang?" Anta mengangkat sebelah alisnya, melihat Benua menganggukkan kepala. "Gue nggak minat."
"Aku hanya mau ... apa ya? Pokoknya biar bisa hidup seperti anak-anak lainnya juga. Punya ponsel bagus, jajan nggak kurang, bisa beli novel tanpa mikirin cara minta uang ke ibu atau bapak."
Anta tertegun karena otaknya tiba-tiba saja kembali memutar suara Caramel itu.
"Udah gue duga lo bakalan nolak, sih." Benua mengangguk-angguk, membuat Anta panik sendiri. "Bentar, biar gue bilangin Gio kalau lo nggak mau."
"Eh, eh!" Anta segera merebut ponsel Benua. "G-gue mau deh, lumayan malem ini gue nggak ada kegiatan apa-apa. Males aja."
"Lah, nggak ke club?"
"Lagi males." Anta menyerahkan lagi ponsel Benua. "Bilang ke mereka, malem ini gue tunggu di arena jangan sampe terlambat!"
Setelah mengatakan itu, Anta beranjak meraih jaket kulitnya di sandaran kursi kemudian keluar dari bengkel, mengabaikan tatapan aneh Benua dan beberapa karyawan yang kebetulan mensengar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy [HIATUS]
Acak[HIATUS] Bisa dibaca terpisah! Ini tentang seorang Antariksa Irama Aldebran, putra dari Melody Bintang Angkasa dan Samudra Biru Aldebran. Tentang cowok tampan dengan tingkat jenius yang mampu membuat guru terdiam saat berdebat, namun sayang ... gen...