8. Pingsan

141 5 0
                                    

Halo gaisss, author comeback! Jadi buat yang udah baca chapt 8 tolong dibaca ulang yaaa. Kenapa? Karena ada cerita yang di ubah, supaya alurnya lebih nyambung aja sih. Udah deh gitu aja.

Happy Reading!

Seorang gadis cantik yang sedang berbaring di sebuah brankar mulai mengerjap ngerjap kan matanya. Bau obat-obatan langsung menusuk indra penciumannya ketika ia mulai sadar.

“Eughh,” lenguh gadis itu sambil memegang kepalanya yang sedikit pening.

“Nes, lo udah sadar?”

“Nes, masih sakit ga?”

“Lo pasti pusing ya?”

Semua pertanyaan itu otomatis terlontar dari mulut sang sahabat ketika melihat Vanessa yang mulai sadar.

“Gue dimana?” Vanessa mencoba duduk sambil memegangi kepalanya yang sedikit pusing.

“Lo sekarang lagi di UKS,” ujar Meira seraya membantu Vanessa untuk duduk. Gadis itu memberikan segelas teh hangat yang sudah dibuatkan oleh salah satu anggota PMR tadi.

“UKS?” Vanessa bertanya ketika ia sudah meminum teh hangat miliknya. Ia menengok kan kepala nya ke kanan dan ke kiri dengan gerakan cepat.

Saat ini, di dalam UKS hanya ada dirinya dan juga Meira yang sedang duduk manis sambil memegang gelas berisi teh hangat.

“Kok bisa?!” Vanessa berteriak.

“Sstt, jangan teriak bego! Kuping gue sakit dengernya,” Meira mengusap kupingnya yang mendengung.

“Ups, sorry.” Vanessa menutup mulutnya.

“Jadi, kok gue bisa ada disini? Kenapa?” laniut Vanessa dengan nada suara yang lebih rendah dari sebelumnya.

“Lo ga inget emang?” tanya Meira.

“Hah? Inget apa?” Vanessa bertanya balik.

• • •

Flashback on

Terik matahari menyorot lapangan serbaguna SMA Bhakti Nusa dengan sangat sempurna. Siswa siswi X-MIPA 1 sedang mengikuti pelajaran olahraga.

Mereka berbaris dengan rapih untuk melakukan pemanasan. Pa Budi — guru olahraga SMA Bhakti Nusa — duduk di pinggir lapangan sambil mengawasi kegiatan anak X-MIPA 1. Pemanasan kali ini dipimpin oleh Arya dan Wahyu yang sudah di cap sebagai perusuh di kelas.

“1 2 3 4 5 6 7 8!”

“2 2 3 4 5 6 7 8!”

Beberapa anak X-MIPA 1 menghitung setiap gerakan pemanasan yang sedang mereka lakukan dengan kompak. Setelah melakukan pemanasan abal-abal versi Arya dan Wahyu, Pa Budi memberikan intruksi untuk berlari mengitari lapangan sebelum benar-benar masuk ke materi selanjutnya.

“Arya ih, yang bener dong larinya! Masa larinya disitu sih? Licik banget najis!” Nazwa mencebikkan bibirnya.

Nazwa tentu merasa kesal dengan kelakuan Arya, bagaimana tidak? Murid lelaki yang satu ini tidak berlari di pinggir lapangan, ia malah berlari di dekat tengah lapangan, kan jaraknya jadi lebih sedikit.

“Bukan licik, ini tuh namanya cerdik.” Arya membela dirinya.

Mereka berdua terus saja berdebat mengisi keheningan yang terjadi di lapangan, padahal mereka berdua sedang berlari. Engga capek apa ya?

Pruitttt!

“Oke anak-anak, sekarang baris yang rapih! 4 shaf ke belakang!” Pa Budi memberi intruksi.

Toxic RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang