Ojek Payung

71 5 2
                                    

            Gerbang masuk terminal di penuhi oleh angkutan kota. Orang-orang yang keluar dari angkutan tersebut meneduh di halte yang berada di depan gerbang terminal. Kesempatan emas bagi kami untuk menawarkan ojek payung. Tapi, sayangnya, bukan hanya kami yang memperebutkan kesempatan itu, ada banyak anak-anak jalanan lain yang sudah siap dengan payung-payung besar mereka. Ini adalah persaingan yang ketat.

"Kalian mau mandi hujan atau pakai jas hujan plastik?" Pak Butar menawarkan lagi.

"Memangnya bapak mau meminjamkannya kepada kami?" jawab Kak Bayu menyeringai.

"Bapak khawatir kalian masuk angin. Dimarahi mamak kau lagi nanti." Pak Butar serius.

"Ibu kami tidak pernah peduli, Pak gendut." Kak Dina menimpali.

"Alamak, kau yang banyak kutu. Mandi hujan lah kau sana! Jangan mandi di kali yang airnya coklat. Makin coklat badan kau nanti." Pak Butar tertawa.

"Aku tak suka mandi hujan, Pak Butar. Sini aku pinjam jas hujannya." Jawab Kak Dina.

"Hani, kamu mau pakai jas hujan?" tanya Kak Bayu kepadaku.

"Aku mau mandi hujan. Lagipula, ini kali pertama aku menjadi ojek payung." kataku.

"Baiklah. Kalau begitu, aku juga akan mandi hujan." Kak Bayu yakin.

Suara hujan masih terdengar lebat. Mungkin ini akan berlangsung lama. Di luar sudah banyak anak jalanan lain yang siap dengan payung-payung mereka. Kami tidak boleh tertinggal.

"Hey, sini. Bapak kasih tahu sebuah rahasia, mau tidak?" Pak Butar berbisik.

Kami yang sudah berada di luar warung masuk lagi ke dalam.

"Rahasia apa, Pak Butar?"

"Rahasia mendapatkan banyak pelanggan ojek payung." kata Pak Butar. Wajah kami berbinar. Sungguh ingin tahu.

"Dahulu bapak juga pernah menjadi ojek payung seperti kalian. Bapak punya jurus paling ampuh sepanjang sejarah per-ojek payung-an, bahkan sepanjang sejarah kehidupan manusia. Penasaran?"

"Cepatlah, Pak Butar. Nanti hujannya reda." Kak Dina tidak sabar.

"Sabar lah.. kutumu makin banyak kalau tak sabar."

Kak Dina menarik napas panjang.

"Jadi, nama jurusnya adalah 3S. Senyum, Sapa, Salam. Ketika kalian menghampiri seseorang, pertama yang harus dilakukan adalah tersenyum, jangan cemberut. Kedua, kalian harus menyapanya dengan sopan. Ketiga, beri ucapan salam atau terimakasih ketika diberi uang. Sudah, sana! Jangan lupa, 3S !" Pak Butar tersenyum. Lantas, kami siap dengan amunisi kami.

"Hani, kamu sama aku, ya. Kita ke sebelah kanan terminal dekat musholla. Pasti banyak orang yang ingin segera menuju pool, tapi terjebak disana." Kak Bayu menyusun strategi.

"Dina, kamu sendiri ke arah depan gerbang terminal. Pasti banyak orang yang juga terjebak di halte depan." Kak Dina mengangguk paham.

Kami siap!

Aku berlari bersama Kak Bayu, berpisah dengan Kak Dina, menembus lebatnya hujan. Berpegangan tangan agar aku tidak tertinggal. Ketika kami berlari tak terasa air hujan yang dingin itu telah membasahi sekujur tubuhku. Aku tersenyum lebar. Aku sudah terbiasa dengan rasa dingin seperti ini.

Akhirnya kami sampai di dekat mushalla. Benar saja kata Kak Bayu, banyak orang yang meneduh, menunggu hujan reda atau mereka akan tertinggal bus. Kami menghampiri orang-orang itu. Ingat, 3S! Senyumku sudah sangat siap.

"Permisi, bu. Butuh ojek payung?" kataku dengan terbata-bata, takut jika Ibu itu berkata tidak. Kak Bayu menekan genggaman tanganku, meyakinkan.

"Oh, boleh dek. Kamu manis sekali. Antarkan ibu sampai sana, ya." kata Si Ibu dengan lembutnya.

Takdir, Waktu, dan PenerimaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang