Bab 1

1.1K 36 0
                                    


Kirana sedang memasukkan barang barang yang harus dibawa ke dalam tas jinjing nya. Ia sudah siap secara fisik tapi tidak dengan mental. Semoga Kirana bisa lewati segala kerjaan iseng kakak kelas.

Tarik.. Buang.. Tarik.. Buang. Kiranan menepuk dadanya.

"Tidak akan terjadi apa-apa Kirana," ia meyakinkan diri sendiri. Gadis itu berdiri dan menggendong tas.

"Asyik," Kirana cemberut dan menatap sinis kakaknya.

"Engga usah ledek ledekin," ia duduk di bangku untuk menyantap sarapan.

"Gua engga ngeledekin, cuman bilang itu doang ko," Kirana tidak menghiraukan itu.

"Nanti kamu pulang jam berapa?" Tanya papah.

"Engga tau pah, kayaknya jam 2 atau 3 an," jawab Kirana.

"Kalau gitu kakak kamu aja yang anter jemput,"

Kirana mendecak. Dihadiahi tawaan oleh kakaknya itu. Pasti disepanjang jalan ia akan kena ocehan dan ledekan.

"Barang-barangnya jangan sampai ada ketinggian," kata papah.

"Iya pah, udah aku cek dua kali," Mama membawa susu.

"Diminum susunya, biar nanti kamu kuat," Kirana mengangguk lalu menenggak susunya sampai habis.

"Nametag yang semalem kamu buat mana?" Tanya mama. Kirana menunjuk ke arah sofa.

"Udah dibikin cape cape ketinggalan lagi nanti," sahut papa.

"Enggalah mah, aku pake dari rumah," kata Kirana. "Ayo ka," ajak Kirana lagi, mah, pah, aku berangkat dulu ya," Kirana mengambil tangan orang tuanya untuk bersalam.

"Jangan buat ribut, atau gangguin temen kamu," mama mengelus kepala Kirana.

"Ya engga lah mah, mama kayak engga tau aku aja," kata Kirana.

"Ngapain juga aku gangguin orang yang baru kenal," Mama tertawa kecil.

"Supaya kamu engga tegang," sahut mama.

"Hati hati dijalan, kalau ada apa apa telpon papah," Kirana sembari mengalungkan nametag. Wanita itu mengangguk.

"Aku takut ni, malu juga," Kirana menggigit bibirnya.

"Apa aku engga usah ikut aja?" Tanyanya ragu.

"Orientasi sekolah itu salah satu momen yang paling terkesan, kalau kamu lewatin begitu aja berarti kamu melewatkan satu hal penting yang terjadi di sekolah kamu," kata mama

"Papa juga sebenernya males kalau ikut gini gini an tapi ya gimana lagi," kata papah.

"Nanti nyesel lu engga ikutan, malu dikit mah engga papah kali," sahut ka Gilang. Kirana menarik napas panjang.

"Udah rapih, dan nyiapin semuanya masa engga jadi," kata mama.

"Ya engga papa, makanannya tinggal dimakan aja, nametag tinggal dibuang, engga perlu pake pita pita kayak bocah," Kirana menggoyangkan kedua cepolan di kepalanya.

"Cepet sana, nanti kamu terlambat," kata papah. Dengan berat hati dan keraguan yang sangat mendalam Kirana memutuskan untuk melangkah ke sekolah baru.

---

Kirana turun dari motor sesuai aturan, di depan gang, radius 100 meter dari sekolah. Kakak kelas panitia memakai almamater berwarna merah ada yang memeriksa atribut dan jaga area perbatasan. Kirana mengigit bibir bawahnya, insecure nya melonjak naik.

"Selow aja, yang penting jangan ngelanggar peraturan," kata ka Gilang seakan tau apa yang dipikirkan adiknya itu. Kirana mengangguk menghela napas panjang, lalu ka Gilang pamit pergi.

Huft.. Kirana berjalan sebisa mungkin tidak terlihat gugup.

"Tunggu,"

Deg

Ia berjalan kaku, tidak menengok, berharap bukan untuknya.

"Kamu yang pakai tas ungu,"

Kirana menghela napas lega, syukurlah, jantungnya sudah berdegup sangat kencang. Kirana membawa tas berwarna biru muda. Biasanya kakak kelas suka iseng, padahal tidak salah apa-apa tapi dibuat seakan peserta bersalah, begitulah nasib murid baru.

"Stop," Mata Kirana melotot, seseorang memberhentikan tepat di depannya.

"Atribut kamu udah bener semua?" Tanya orang itu dengan tatapan datar. Pandangan Kirana mengitari tubuhnya.

"Sudah ka,"

"Yakin?" Pertanyaan itu membuat Kirana sedikit tidak yakin.

Apa ada yang salah? Seperti nya ia sudah menyiapkan semuanya tanpa ada yang terlewat sedikit pun.

"Iya," jawab Kirana ragu.

"Tali sepatu kamu warna apa?" Hitam. Benar kan?

"Hitam ka," jawab Kirana.

"Disuruhnya warna apa?"

"Hitam," jawab Kirana semakin ragu.

"Yakin hitam? Udah baca selembaran belom?" Apakah Kirana salah baca peraturan? Ia sudah berkali kali baca tidak mungkin salah.

"Benar ka,"

"Rio," kakak kelas itu memanggil salah satu temannya.

Kirana panik, ia menelan ludah. Temannya itu menghampiri mereka.

"Emang tali sepatunya dia udah bener?" orang itu menunjuk, mata Kirana berlari ke kanan, mencari sepatu murid baru yang lain. Benar ko, hitam.

"Menurut kamu udah bener belom?" Tanya Rio kepada Kirana.

"Benar ka, hitam, itu yang lain juga pake nya warna hitam juga," Kirana membela diri.

"Bener tuh katanya," kata Rio.

"Ini tuh warna biru dongker,"

Hah? Biru Dongker dari mana? Buta ya? Jelas jelas ini warna Hitam. Kayaknya kakak kelas itu sengaja buat Kirana dihukum deh.

"Engga ka, ini warna hitam ko," kata Kirana cepat. Orang orang mulai memperhatikan mereka.

"Ada apaan si?" Tanya seseorang yang Kirana yakini sebagai kakak kelas juga dilihat dari almamater yang di tersangkut di lengannya.

"Ini, udah jelas jelas pake tali sepatu biru Dongker tapi kata dia warna hitam," kata Hilmi

Kakak kelas yang baru datang itu melirik kearah sepatu Kirana, beralih ke wajah lalu ke nametag kemudian ke Hilmi, dibibir Hilmi terulas senyuman puas, yang tapi Kirana tidak tau.

"Menurut gua juga gitu," Mulut Kirana mengangah.

"Tuh kan," Hilmi mengompori.

"Tarik aja tali sepatunya," kata orang itu.

"Kalo engga mau, suruh berdiri di depan gerbang sampai hari pertama MOS selesai,"

What the f*ck

orang itu pergi, meninggalkan Kirana yang masih mengangga.

"Udah dapet persetujuan dari ketua osis," Hilmi tidak bisa menyembunyikan senyum kemenangan.

"Ka ini udah jelas jelas hitam, orang-orang juga pakai warna hitam, kakak buta warna ya?" Kirana menutup mulut bandelnya. Raut wajah Hilmi berubah, ia kaget mendengar ucapan murid baru yang seakan menantangnya.

"Tadi bilang apa?" Hilmi melangkah mendekati Kirana.

"Udah, udah, udah," Rio berusaha untuk meleraikan. "Kamu boleh pergi," kata Rio kepada Kirana.

---

KIRANA (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang