20 ( Rekonsiliasi )

394 109 13
                                    

"Kau kalah olehnya, Shin Hye-ya?" Hyo Joo betul-betul terkejut. "Seorang Miss Park yang tanpa ampun dan tidak pernah kalah oleh orang sekarang menangis olehnya, Shin Hye-ya? Apa ini benar kau?" Hyo Joo sangat tidak percaya dengan fakta itu.
Shin Hye malah makin terisak.
"Ya sudah, kita ketemu nanti malam. Kau ceritakan semua padaku." putus Hyo Joo akhirnya.
"Sierro. Aku tidak mau bertemu siapa pun malam ini." jawabnya.
"Geurae, sampai jumpa lain waktu kalau begitu."
Klik! Hyo Joo memutuskan sambungan teleponnya. Meski teramat bingung Hyo Joo tidak memaksa. Shin Hye tidak boleh dipaksa.

Yong Hwa tidak kembali ke kantor tapi kembali ke rumah dan begitu sampai disambut oleh omelan ayahnya.
"Dari mana gini hari baru pulang? Kau tidak dari kantor bukan?" tatap ayahnya.
"Nde, aku dari kantor SA."
"Kau pergi ke SA sebelum tengah hari, setelah itu kau pergi kemana sebab orang kantor pun mencarimu?" susulnya.
Yong Hwa yang hendak menuju kamar menahan langkahnya. "Sungai Han. Aku pergi ke sungai Han."
"Apa yang kau lakukan disana?" lagi kejar ayahnya.
"Berpikir."
"Kau bertengkar dengan dirut SA bukan?" terka ayahnya jengkel sebab anaknya tidak mau mengaku apa yang telah terjadi.

Yong Hwa memejamkan mata sambil mengepalkan tangan.
"Nde, betul sekali. Oleh sebab itu, bersiap, kita akan kehilangan kerjasama dengan SA, Abeoji."
"Neo michyeoss-eo?" mata ayahnya terbelalak.
"Atau ganti saja posisiku oleh orang lain, Abeoji." Yong Hwa tidak mau pusing.
"Bukan masalah mengganti posisimu, tapi mana tanggung jawabmu sebagai pimpinan proyek, Bodoh?" teriaknya marah tak terkira dengan jawaban itu. "Kau minta maaf kepada direktur SA, atau tinggalkan keluargamu! Tinggalkan rumah ini, perusahaan dan jangan anggap lagi aku ayahmu. Pergi sana! Aku tidak pernah mendidik anak untuk menjadi pengecut sepertimu." pekiknya lagi seraya melemparkan bantal kursi hingga mengenai punggung Yong Hwa.

Yong Hwa tak urung kaget dengan kemarahan ayahnya itu. Refleks tangannya memungut bantal kursi yang menimpuk punggungnya, lantas ia kembalikan ke sofa.
"Kau lakukan sekarang atau pergi tinggalkan rumah ini dan jangan kembali, Jung Yong Hwa!" lagi salak ayahnya.
"Nde, aguesmidha Abeoji."
"Terus kau akan pergi kemana?" tatap ayahnya melihatnya kembali melangkah.
"Aku akan menelepon direktur SA itu di kamarku, Abeoji." Yong Hwa balas menyalak.
"Aigo... Lakukan permintaan maaf dengan benar sehingga direktur SA itu sudi memaafkanmu dan mau mengucurkan dana untuk proyekmu!" perintahnya galak.
"Nde."

Mau tidak mau Yong Hwa harus menghubungi direktur bertopeng itu melalui telepon. Syukur kartu namanya tadi tidak ia buang meski sudah ia remas-remas menjadi bola kecil. Diturunkan dari jabatannya atau dikembalikan ke Amerika sungguh tidak masalah buatnya, tapi kalau sampai dibuang sebagai anak oleh ayahnya, ia berpikir lagi. Padahal ayahnya tidak pernah main-main dengan perkataannya. Termasuk untuk hal tidak masuk akal seperti membuangnya, hanya demi sejumlah kontraknya tidak diputus SA Group. Tapi bisa jadi hal itu bukan hanya gertak sambel.

Berulang kali Yong Hwa menghela napas sebelum menyentuh smartphone. Diliriknya weker. Pukul 9 malam. Apa pantas dirinya mengganggu orang penting SA itu dengan menghubunginya malam-malam begini? Hanya untuk meminta maaf? Tapi Sekretaris Choi pun tadi menyarankannya untuk menelepon Miss Park pada malam hari saja. Baiklah! Akan ia coba saja.
Yong Hwa menyalin sejumlah angka dari kartu nama yang telah lecet itu pada daftar kontak smartphone-nya, menyambungkan, lalu dengan dada berdebar ia menunggu jawaban dari ujung sana. Apa Miss Park akan menjerit lagi marah.

"Yobseyo!" terdengar sahutan. Yong Hwa dengan sedikit gugup lekas menjawab sapaan itu.
"Yobseyo. Selamat malam, Park Sajang-nim. Aku Jung Yong Hwa, maaf mengganggu malam-malam." nada suaranya dibuat lembut.
"Nde, whe geudaeyo?" super duper datar dan sangat dingin.
"Mm, tentang kejadian siang tadi... Aku ingin memohon maaf. Sungguh aku tidak bermaksud demikian. Dapatkah kita bicara, Sajang-nim?" tanyanya hati-hati dengan pilihan kata yang juga sehalus mungkin.
"Nde, datanglah lagi ke kantor. Aku menunggumu disini."
"Seka..." Yong Hwa sudah melotot tapi segera ia mengatupkan bibirnya. "Nde, aguesmidha. Aku segera pergi." ucapnya akhirnya.

Ahh... dasar gila! Baru juga menapakan kaki di rumah. Tapi dia justru mengijinkan untuk menemuinya. Progress yang baik, sebab dikira wanita itu masih murka terhadapnya seperti tadi siang. Optimis dia akan memberi maaf bila masih mengijinkan menemuinya. Benar yang dikatakan Sekretaris Choi. Dan Yong Hwa tidak boleh mengecewakan. Yong Hwa segera masuk KM untuk sejenak membersihkan badan sebelum pergi. Ia menyempatkan mandi supaya bertemu wanita itu dalam kondisi fresh. Dan supaya kepalanya dapat berpikir dengan jernih tidak emosional seperti tadi.

Alhasil Yong Hwa keluar lagi dari rumah sudah lebih malam. Sama dengan jam orang-orang pergi ke klub. Apa benar Miss Park masih menunggunya di kantornya? Yong Hwa melarikan mobilnya dengan cepat. Dan agaknya direktur utama itu memang masih ada di kantornya. Padahal kantor itu sudah sepi.
Shin Hye sungguh tidak punya tempat lain untuk menemuinya. Jika orang-orang bisa memilih kafe atau klub malam untuk bicara, dirinya tidak mau tampilan ekstrimnya itu menjadi tontonan. Maka kantornya adalah pilihan yang terbaik.

Walau sebetulnya Shin Hye bisa menolak, tapi sebenarnya hatinya menyesali pertengkaran mereka. Sebab bukan demikian maksud dari ucapannya tadi. Bukan ingin bertengkar dengan Yong Hwa. Tapi sangat sebal dengan reaksinya yang menuduh itu. Dan kalau Yong Hwa berniat meminta maaf, dengan senang hati ia memaafkannya. Dari pada di kamarnya ia tidak bisa tidur, mending di kantor menunggu pria itu.

Ia tidak menahan 1 pun stafnya untuk meninggalkan kantor saat jam pulang tiba, termasuk semua asisten pribadinya. Saat malam turun ia pun menyuruh Sekretaris Choi untuk pulang saja. Pria kepercayaannya itu mematuhinya namun setelah memastikan 4 pengawal pribadi Miss Park tetap berjaga, lantas menyiapkan minuman hangat dengan makanan kecil di ruangannya sebelum pulang. Kalau-kalau Miss Park ingin ngemil. Sekretaris Choi tidak mengetahui Yong Hwa akhirnya mematuhinya pula meminta bertemu lagi dengan Miss Park untuk meminta maaf, sehingga dia tidak mengetahui big boss menjadi lebih malam lagi berada di kantor.

Kantor direksi SA sudah sangat sepi, sudah tidak tersisa lagi orang yang lembur. Yong Hwa melirik pergelangan tangannya, padahal belum terlalu larut. Kalau di klub musik keras baru ditabuh DJ. Ia lurus melangkah menuju ruangan direktur utama. Ruangan itu pun sudah temaram, tapi Yong Hwa tahu Miss Park ada di dalam. Ia berdeham dan batuk-batuk kecil mengabarkan kehadirannya sebelum mengetuk pintu ruangan utama yang pintunya tertutup rapat.
"Nde, masuk!" teriak dari dalam.
Yong Hwa mendorong pintu.

Wanita itu dengan penampilannya yang tidak berubah dengan siang tadi, tetap memakai kaca mata hitam serta masker... menunggunya di dalam.
"Selamat malam, Sajang-nim!" bungkuknya.
"Eoh. Silakan masuk dan silakan duduk!" dia menunjuk sofa lantas dia sendiri keluar dari meja kerjanya melangkah ke sofa. Dari luar tampak temaram tapi di dalam terang benderang.
"Kamsahamnidha." Yong Hwa mengikuti duduk di sofa. Dalam hatinya entah kenapa ia merasa nelangsa melihat penampilan direktur bengal ini yang seperti terkungkung dengan aturannya sendiri. Yakni menyembunyikan wajah.
"Maaf, aku telah mengganggu waktu istirahat Sajang-nim. Seharusnya Anda sudah beristirahat di rumah, sebab ini sudah larut." Yong Hwa merasa tidak enak hati.
"Aniyo. Kebetulan aku sedang malas di rumah. Kalau aku ingin pulang, sudah sejak tadi aku pulang. Tidak akan menerima permintaanmu ini." elak Shin Hye. "Ada kalanya suasana rumah itu membosankan." tambahnya.
"Nde, masmidha." angguk Yong Hwa.

"Apa kau ingin minum?" Shin Hye berdiri lagi.
"Jangan merepotkan, Sajang-nim."
"Ani, hanya minuman hangat supaya tidak terlalu dingin." Shin Hye melangkah ke meja kecil di sudut ruangan.
Ruangan itu bukan ruang tamu resmi tempat biasa Shin Hye menerima tamu. Bukan ruangan yang tadi menerima Yong Hwa. Ruangan itu kantor pribadi direktur SA. Ada kamar kerja khusus direktur, ruang berbincang dan satu pintu rahasia dibalik lukisan besar.

TBC

The Face Behind The MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang