(bertemu)
Meeting each other in hopes of healing each other's wounds is bullshit for some people, but not for others.***
Terlepas dari pembicaraan terakhirnya bersama Aydan yang kurang mengenakkan, Raiden akhirnya sedikit banyak akhirnya memaklumi. Ya, memang mau bagaimana lagi? Lagi pula, yang Aydan katakan sebenarnya juga benar. Hanya saja, Raiden yang kelewat tak suka sebab setiap ada pembahasan itu, rasa berduka tiba-tiba saja menyelimuti sebagian hatinya. Perihal melupakan memang serumit itu. Sampai lebih dari dua tahun berjalan, tetapi Raiden masih mengingat jelas dukanya yang sempat kukuh tertancap di sana--di hati kecilnya.
"Bang, udah makan siang kamu?" Kaget, pemuda itu langsung menautkan alis seraya memundurkan langkah. Detik berikutnya ada senyum yang mengembang di sana. Kakinya perlahan mendekat dan menyambut pelukan dari sang ibu. Wanginya sama seperti dia. Gadis kecil yang suka sekali memegang cuping telinganya.
"Udah, Bu. Ini ibu baru dateng? Apa udah dari tadi?" tanyanya setengah merangkul sang ibu, sembari sesekali membenarkan jilbab sang ibu yang miring ke samping.
"Baru sepuluh menitan." Yunita menepuk bahu anak sulungnya. "Ayo, ganti baju, mandi, terus ambil makan. Ibu mau ngobrol sebentar sebelum ke ibu kosan kamu." Raiden tertawa sambil mengangguk dua kali.
"Iya, Bu."
Yunita menuju ke dapur lagi. "Ini kenapa sepi? Temen-teman kamu kuliah semua? Sesa, Ibnu, sama Aydan kok nggak kelihatan?"
"Mereka masih di kampus, Bu. Sesa ke rumah temen." Padahal kemungkinan besar Sesa sedang dikontrakan pacarnya yang tak lain dan tak bukan si Joshua. Sedangkan Aydan dan Ibnu kemungkinan masih di kampus. Begitu pikir Raiden.
"Aduh, padahal ibu bawa Gerubi kesukaan dia. Nanti ibu kasih sini, kamu yang bagi, ya."
"Ibu cepet-cepet banget, di rumah rame, Bu?"
"Iya, rame. Ya, makanya bapak kamu nggak ikut. Tadi cuma nitip salam sama maaf karena nggak ikut ke sini."
Raiden mengangguk beberapa kali sambil mencerna apa yang ibunya katakan. Lagipula kenapa malah minta maaf? Toh, yang seharusnya menjenguk bukan mereka, tetapi Raiden. Sayang sekali, tugas kuliah dan segala tektek bengeknya tak memberi pemuda itu banyak waktu untuk sekadar berkunjung ke rumah.
Oh, iya uang tabungannya. Apa ia urungkan untuk membeli itu, ya? Kemudian dialokasikan ke ibunya langsung? Lagipula, kalaupun jadi membeli itu akan kurang bermanfaat. "Bu?"
"Iya, Bang? Kenapa? Nyari shampo? Handuk? Sebentar ibu lagi di dapur."
Raiden keluar kamar. "Bukaaan, Raiden ada dikit rezeki. Nih, buat ibu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent In The Rain
Fiksi Remaja𝐘𝐨𝐮𝐧𝐠𝐚𝐝𝐮𝐥𝐭 15+ || 𝐂𝐚𝐦𝐩𝐮𝐬 𝐒𝐭𝐨𝐫𝐲 Zenita itu seperti titik di mana angin tenggara dan angin timur saling bertemu, iya benar, dalam dirinya memang seriuh itu. Sedangkan Raiden ia adalah wujud dari guntur ketika hujan. Sesuatu yang t...