11. Blood Demon

7 1 0
                                    

Normal POV

Lunox menjerit tidak karuan ketika Nora merobek jari telunjuknya. Nora menjilat darah yang tersisa di wajahnya dengan rakus.

BUAGH!

Hantaman keras dilontarkan oleh Lionel begitu sampai di rumahnya, membuat Nora kehilangan kesadarannya.

"Kau memukulnya terlalu keras." Ujar Lunox memangku kepala Nora, tak peduli luka di jarinya yang tengah meregenerasi.

"Cih." Lionel mendengus kasar melihat keadaan Nora yang mengerikan, "Dimana Blaze?"

"Blaze? Mana kutahu."

"Gadis itu butuh pertolongannya," Lionel memandang wajah Nora, "Darah mereka terikat oleh sebuah kesepakatan. Kecelakaan terjadi hingga membuat Nora menjadi makhluk halfie."

"Kasihan sekali." Lunox membelai lembut bercak darah yang tersisa di wajah Nora, "Padahal gadis ini sangat polos."

"Heh, polos katamu?" Lionel menyahut sinis, "Kau jaga dia, aku akan mencari Blaze."

•=•=•=•

Blaze menarik napasnya sembari memandangi kolam jernih nan suci. Flame Purify, tempat dimana para elf yang berelemen api menyucikan diri di sana.

Blaze sudah menganggap tempat ini rumahnya sejak ia kecil. Ia tau segala rahasia tentang kolam suci ini. Sayangnya, elemen api milik Blaze telah direnggut. Membuatnya menjadi klan Blood Demon seutuhnya.

Blood Demon membutuhkan darah untuk bertahan hidup. Tak hanya itu, mereka bisa menghisap daya hidup elf untuk memperkuat kekuatannya.

Ada cara lain untuk bertahan, yaitu dengan mengabdikan diri pada ratu mereka, Alice. Blaze lebih memilih cara itu. Tidak mungkin lelaki itu mengajak Nora untuk berburu elf bersama.

Yah, itu terdengar seperti menelan Lionel hidup-hidup. Blaze tidak ingin mengkhianati teman terbaiknya. Juga ... Nora. Teman masa kecilnya yang sangat ia sayangi.

Blaze tidak ingin kehilangan mereka. Jauh lebih baik mengorbankan orang lain, bukan?

"Aku ingin sekarang."

Entah sejak kapan Alice berada di sebelah Blaze. Alice menatap twilight orb yang berputar di tangannya, "Berikan aku Lunox, sekarang."


Blaze terkejut akan keberadaan Alice. Ia segera bangkit dari duduknya dan menunduk hormat.

"Maaf, Queen Alice. Dia tidak ada di sini." Balas Blaze.

Mata Alice menyipit, "Kau membohongiku?"

"T-tidak, bukan itu maksudku." Kata Blaze gugup. Dalam hitungan detik, tangan Alice berhasil mencengkram leher Blaze.

"Kau pikir aku tidak tau bahwa kau bekerjasama dengan elf itu?" Cekikan Alice semakin kuat, "Dasar pengkhianat." Bisiknya.

"U-ugh." Blaze mati-matian untuk melepaskan tangan Alice dari lehernya. Napasnya semakin memendek seiring akan kemarahan Alice.

"Kurasa hukuman yang pantas untukmu adalah mati." Pandangan Alice beralih pada twillight orb di tangan kirinya, "Selamat ting— Argh!"

Cengkraman Alice terlepas seketika. Kendali tubuhnya seakan berada di bawah kontrol orang lain, namun hanya untuk beberapa detik.

"Cih, siapa?" Gumam Alice mencari-cari si pelaku, namun tidak ada.

Alice mendesah ketika menyadari Blaze sudah tidak ada lagi di hadapannya. Sudahlah, lagipula ia punya urusan yang lebih penting daripada itu.

•=•=•=•

Lionel membaringkan tubuh Blaze di kursi. Lumayan berat juga, pikirnya.

Lionel mengeluarkan belati dari sakunya, menyayat ujung jari Blaze lalu meletakan darahnya di atas daun kecil.

Setelah dirasa cukup, ia berjalan ke arah Nora yang terbaring di ranjangnya. Lunox tertidur di lantai dengan posisi duduk menyender ujung ranjang.

Lionel menarik dagu Nora pelan agar gadis itu membuka mulutnya.

Tes ...

Beberapa tetesan dari darah Blaze mampu membuat mata Nora kembali terbuka. Gadis itu mengerang kecil ketika Lionel menyentil jidatnya.

"Hummh ... Jahat. Bukannya disambut malah disentil." Ujar Nora dengan suara serak. Lionel tidak menghiraukannya, hanya menatap Nora dalam diam.

Nora menggaruk kepalanya dan menguap. Pandangannya beralih pada Blaze yang terlihat tidur di kursi dengan darah yang menetes dari tangannya.

"A-apa yang terjadi padaku?" Tanya Nora bangkit duduk di ujung ranjang, namun malah tak sengaja menendang kepala Lunox, "A-astaga!"

Lunox terbangun. Ia mengusap-usap kepalanya, "Sakit."

"Kau menjadi liar tadi dan hampir membunuh Lunox." Balas Lionel datar.

"Heh, membunuh?" Perhatian Nora beralih pada Lunox, "Ia terlihat baik-baik saja."

"Memang karena kau baru menghisap darahnya."

"Dan ... Blaze? Kenapa dia pulang dengan tangannya berdarah?"

"Aku yang membuatnya begitu."

Nora hanya bisa menaikan salah satu alisnya tidak mengerti, "Oh iya, apa kau kenal Raja Estes?"

"Hm." Lionel mengangguk singkat.

"Ia memintaku untuk pergi ke Blossom Empire."

"Kau bertemu dengannya?"

"Yah, dalam mimpi."

"Baiklah, kita ke sana nanti malam."

"Kenapa tidak besok saja?" Rengek Nora tampak ingin menolak.

Lionel memutar bola matanya, "Kalau besok, mungkin Blossom Empire akan menghilang sebelum kita sampai di sana."

★★★

RefleksiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang