Pada jam istirahat pertama, Riska memintaku untuk menemaninya mengumpulkan formulir pendaftaran ke basecamp pecinta alam. Kata Riska, ia memerlukan waktu dua hari untuk merayu orang tuanya agar diberi izin. Makanya ia baru mengumpulkan sekarang.
"Kamu harus tahu, Na. Basecamp PA dilihat dari luar mirip rumah kecil gitu, loh. Soalnya di depan ada taman."
"Rumah kecil tuh kayak apa, Ris?"
"Lihat, deh."
Aku mengikuti arah mata Riska yang menunjuk ke depan. Menatap takjub pada sekumpulan tanaman hias yang berjejer rapi. Masih di sekitar koridor, hanya saja letaknya agak jauh dari ruangan lain karena ada di pojokan.
Semakin mendekat, akan terlihat jelas papan persegi panjang berukuran sedang dengan hiasan lukisan pemandangan yang disertai tulisan 'Basecamp Pecinta Alam' menggantung pada langit-langit. Ada juga taman kecil di depan koridor yang terlihat nyaman untuk tempat nongkrong.
Riska mengajakku untuk berjalan menuju pintu yang tertutup. Di samping pintu juga ternyata ada dinding dengan lukisan seorang pendaki membawa ransel. Semakin memanjakan pemandangan saja.
Tangan Riska yang bersiap untuk mengetuk harus tertahan ketika mendengar suara dari dalam. Aku dan Riska berpandangan. Sepertinya para anggota sedang berkumpul di dalam.
"Aku udah bilang kalau ada perubahan laporan wajib lapor sama ketua atau wakil. Kenapa bisa aku sama Rima nggak tahu sama sekali!"
"Sorry, Kak. Gue sama Nina udah-"
"Language, please."
"Ehm. Maaf, Kak, aku sama Nina nggak sempet bilang karena udah keburu direvisi Pak Ilyas. Pak Ilyas juga yang ngasih tahu kalau isi laporan masih berantakan, nama anggota juga ternyata ada yang nggak tercatat. Jadi kami langsung memperbaiki hari itu juga dan disetujui Pak Ilyas."
"Jadi kamu mau bilang kalau ini kesalahan orang yang ngoreksi pertama?"
"Nggak, Kak. Itu kesalahan kami yang membuat."
Aku menoleh saat Riska menyenggol lenganku. "Kayaknya ngumpulin formulirnya entar aja deh, Na."
Aku mengangguk. Sadar jika mereka yang ada di dalam sedang membahas hal penting. Saat akan berbalik untuk pergi dari sana, aku tak sengaja menyenggol tong sampah di samping pintu.
"Aduh, Kirana!" pekik Riska.
"Loh, kalian ngapain di sini?"
Aku dan Riska terkejut saat suara orang lain terdengar. Semakin terkejut lagi karena orang itu adalah orang yang aku ingat pernah beradu mulut denganku saat meminta uang Lala.
Dia menatap aku dan Riska serta tong sampah yang isinya berceceran di lantai secara bergantian.
Aku gelagapan ketika akan menjawab. Apalagi saat mendengar pintu yang terbuka.
"Rian? Kamu telat lebih dari dua puluh menit!"
Aku mendengar pekik lirih Riska keluar lagi saat melihat siapa yang membuka pintu. Ia berbisik padaku. "Itu yang namanya Kak Arjuna."
"Maaf, Kak. Tadi ada tambahan tugas dari guru. Ini kenapa nggak disuruh masuk, Kak?"
Kak Arjuna, yang tadi keluar dari dalam ruangan, mengarahkan pandangan pada aku dan Riska.
"Halo, kalian ada perlu apa?"
Riska melangkah mendekat sambil mengulurkan tangan. "Ini, Kak. Aku mau ngumpulin formulir. Tadi mau ngetuk pintu tapi ragu hehe. Oh iya maaf, ya, Kak, ngumpulinnya telat dua hari karena lupa hehe."
Kak Arjuna menerima kertas yang disodorkan Riska. Ia tersenyum ramah. "Nggak telat, kok."
Namun, saat mata Kak Arjuna menatap pada lantai, ia terdiam.
"Maaf, ya, Kak. Itu tong sampahnya kesenggol sama Kirana."
Aku melotot mendengar Riska mengadu. Ini temen kalau mau caper nggak gini juga caranya, elah.
"Na, beresin buru ih. Sini aku bantuin."
Aku menyempatkan untuk memberi lirikan sebal pada teman semejaku itu kemudian menunduk untuk memungut sampah. Namun sebelum menyentuh apapun, sebuah tangan menahan punggung tanganku dan agak menggenggamnya. Aku mendongak, melihat Kak Arjuna berada dalam jarak dekat. Refleks, ku sentak tangan itu.
Saat aku kembali berdiri dan merasa canggung, Kak Arjuna malah tetap tersenyum.
"Biar dia aja yang beresin." Kak Arjuna menunjuk cowok yang berdiri disampingku.
"Haisss. Buat hukuman karena telat? Okey." Cowok itu menunduk dan membereskan sampah yang berserakan.
Menemukan kesempatan untuk pergi, aku meraih lengan Riska. "Kalau gitu kita permisi ya, Kak."
"Eh?"
"Oh, iya, silakan. Terima kasih sudah berkunjung ke basecamp pecinta alam. Boleh banget kalau kapan-kapan kalian main ke sini. Ajak juga teman yang lain, ya," ucap Kak Arjuna.
Aku hanya mengangguk dan langsung menarik Riska untuk melangkah. Temanku itu melayangkan protes yang tak aku hiraukan.
Sampai di dalam kelas pun, Riska terus menyalahkanku karena ia masih ingin tetap di sana. Aku mencoba menutup telinga dan membuka bekal yang ku bawa. Jam istirahat tinggal beberapa menit lagi, masih sempat untuk makan.
Namun, di tengah-tengah mengunyah pun, aku tetap tak fokus. Aneh nggak? sih, kalau pada pertemuan ketiga, aku sudah merasakan perasaan suka?
***
Emang ya, Riska tuh bikin gemes😏😂
Happy Reading**
Publish : 6 Juni 2020
Re-Publish : 17 November 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Mini Stories
Teen Fiction*WELLCOME TO WHEN SERIES* (Cerita Mini dengan kurang lebih 5-7 chapter) Pada pertemuan pertama, semuanya terkesan biasa. Malah, bisa dibilang tak ada yang istimewa. Sampai pada pertemuan berikutnya, aku dibuat terpana pada lengkungan garis bibirnya...