Akhir-akhir ini kami jarang berkumpul di warung lapangan seperti biasa. Ada yang aneh. Tapi aku berusaha abai. Tidak ada yang terjadi setelah segerombolan cowok mendatangi Bayu beberapa hari lalu. Sepertinya hanya masalah kecil biasa. Namun, aku tak bisa menutupi keingintahuanku mengenai sesuatu. Tak lain dan tak bukan adalah Toni yang jarang terlihat.
Karena bertanya pada Bayu hanya mendapat jawaban sambil lalu, aku akhirnya menyerah. Mungkin, Toni memang sedang ada masalah. Sejak diumumkannya libur panjang akhir tahun, kami memang tak lagi sering berkumpul seperti saat masih di sekolah.
Maka sekarang, tepatnya siang hari di penghujung tahun ini, Bayu menepati ucapannya tentang mengundang semua teman dekat untuk mengadakan acara bersama di rumah. Rumah Bayu jadi ramai sejak pagi oleh keributan teman-temannya. Minus Toni yang tidak datang.
"Yang, foto sini! Nanti mau aku upload di instagram."
Itu suara Andi yang sedang mengapit leher Sella untuk mengajaknya berfoto. Sella menolak karena masih banyak yang harus ditata. Andi tetap memaksa, Sella menjerit kesal. Kemudian kedua pasangan itu berakhir dengan adu mulut sambil saling tarik menarik.
Aku yang sedang menata kursi menoleh pada Bayu di sampingku. Cowok itu bukannya membantu malah sibuk bermain ponsel.
"Punggung kamu udah nggak pa-pa?" tanyaku. Mengingat beberapa malam lalu ia sempat mengeluh punggungnya sakit karena malam itu. Ia menjawab dengan menggerakkan badan ke kanan dan kiri kemudian menggeleng.
"Minggir dulu ini kursinya mau aku pindahin ke pojokan."
Bayu beranjak tanpa protes. Pindah duduk di kursi yang satunya. Aku mendengus. Bayu melakukan pergerakannya tanpa melepas ponsel dari tangan.
"Toni belum ada kabar?"
Bayu menggeleng.
Karena lelah memindahkan kursi, aku memutuskan duduk tepat di depannya, di meja.
Aku tersenyum saat melihat sekeliling yang sudah ramai dengan dekorasi sederhana berupa balon, angka tahun baru serta foto-foto bersama yang digantung di bawah lampu tumblr. Melirik Bayu, aku teringat sesuatu. Kusenggol kaki cowok itu. "Kamu beneran 'kan, malam tahun baru nanti ikut acara di sini?"
Anggukan.
"Pacarmu nggak marah?"
Gelengan.
"Bayu!" Aku menginjak kakinya.
Bayu mengangkat kepalanya. "Apa Anina?" Nada suaranya lembut sekali. Mengurungkan niat ingin marahku.
"Fila nggak pa-pa?"
Bayu mengangkat alis. "Nggak, kok."
"Beneran?" tanyaku sambil menyipitkan mata.
"Beneran, Nina. Kan, aku juga mau ketemu sama dia."
"Ketemu-nya abis hitung mundur, kan?"
Bayu terdiam sejenak. Memajukan tubuhnya, ia menghela napas sambil membenarkan letak bajuku yang melorot di bagian leher sebelum menahan kedua tangannya di sisi pinggulku.
Aku meletakkan lenganku ke lehernya sebelum mengulang pertanyaanku. "Ketemuannya abis hitung mundur, kan?"
Kami tak peduli jika posisi ini membuat teman-teman yang melihat mendecakkan lidah. Selagi tidak ada Mama ataupun Ayahnya, maka kami bebas.
Bayu memiringkan kepala sembari menatapku. "Kenapa, sih, cewek-cewek kelihatannya terobsesi banget sama hitung mundur? Kalaupun nggak ikut hitung mundur, kan, kita tetep bareng-bareng."
Aku mendengus, menarik pelan rambut belakangnya. "Jawab aja."
Bayu terkekeh. "Kamu maunya gimana?"
"Bisa nggak, sih, jangan jawab pertanyaan sama pertanyaan lagi?!"
Kali ini Bayu terbahak. "Aku pasti ikut, kok. Tapi nggak bisa janji, ya."
"Kenapa nggak bisa? Kan, kamu yang punya acara. Harus hadir, dong," protesku.
"Ya ... siapa tau aja besok atau malah nanti aku dipanggil ke rahmatullah."
Aku menjambak rambutnya dan Bayu tertawa. Candaannya sungguh menjengkelkan.
Kemudian kalimat berikutnya yang ia ucap membuatku terpaku diam.
"Aku mau bantu Toni."
"Kamu tau di mana Toni?" Aku berusaha untuk tetap menatap matanya.
Bayu mengangguk. "Kamu inget rombongan motor yang waktu itu ke lapangan? Dia nyekap Toni."
Aku terkesiap. "Toni disekap?!"
Mendengar pekikanku yang lumayan keras, mengundang perhatian teman-teman Bayu yang tengah sibuk dengan kegiatannya. Melihat dari reaksi mereka yang hanya diam, aku yakin mereka sudah tahu.
Aku menatap Bayu lagi. "Toni bikin masalah, ya?"
Napas Bayu terhela. "Kamu inget kejadian di kantin?"
"Kantin?" Aku mengingat-ingat. "Yang masalah antrean itu?" tanyaku saat ingat Toni pernah terlibat adu mulut dengan dua cowok di kantin karena masalah antrean.
Bayu mengangguk.
"Tapi itu masalah sepele. Kenapa sampe nyekap segala, sih?"
Aku tak mengerti dengan jalan pikiran mereka. Hanya karena cekcok sebentar, bahkan berupa masalah ringan, kenapa malah dibesar-besarkan? Kenapa Bayu terlibat dengan semua ini?
"Itu artinya ... kamu ada 'tugas'?"
Bayu mengangguk lagi.
"Aku lebih rela kalo kamu pergi sama Fila daripada menjalankan 'tugas'."
Saat aku hendak turun dari meja, Bayu menahan lututku. Cowok itu meletakkan tangan di sekitaran tubuhku kemudian berkata. "Aku bakal baik-baik aja."
Entah kenapa, aku malah melihat keraguan dimatanya. Namun, aku akan selalu menjawabnya dengan ucapan. "Aku percaya."
Tangan Bayu tergerak untuk melingkari pinggangku. Dia mendongak dan meletakkan wajah di bahuku. Aku mengulurkan tangan menyentuh leher untuk membalas pelukannya.
"Jangan macem-macem pas ketemu sama Fila, ya," ucapku untuk mencairkan suasana.
Bayu hanya terkekeh.
"Dan aku minta jangan terluka," bisikku kemudian.
Kekehan Bayu terhenti. Tangannya semakin erat memeluk. "Aku bakalan selalu baik-baik aja."
***
Happy Reading**
Bayu Adyastra🙂
Publish : 24 September 2020
Re-Publish : 25 November 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Mini Stories
Teen Fiction*WELLCOME TO WHEN SERIES* (Cerita Mini dengan kurang lebih 5-7 chapter) Pada pertemuan pertama, semuanya terkesan biasa. Malah, bisa dibilang tak ada yang istimewa. Sampai pada pertemuan berikutnya, aku dibuat terpana pada lengkungan garis bibirnya...