Semua calon anggota Pecinta Alam kelas sepuluh dari masing-masing jurusan yang ada berkumpul di lapangan untuk diberi arahan.
Aku berdiri agak menyerong ke kanan untuk melihat Kakak pembimbing yang sedang bicara. Teman di depan lumayan agak tinggi, jadi merepotkanku untuk melihat.
Setelah beberapa menit, kami semua kemudian dibagi menjadi empat kelompok yang masing-masing terdiri dari dua belas anak. Kami dibimbing untuk melewati jalur yang ditentukan sebelum melakukan perjalanan.
Ini adalah kali kedua seleksi sesuai peraturan organisasi sebelum kami resmi menjadi anggota. Dan masih ada satu seleksi lagi yang akan dilaksanakan minggu depan.
"Duh, kalau tahu begini ribetnya masuk PA, aku gak ikut dari awal."
"Iya bener. Males banget lah panas-panasan. Bikin pusing."
"Hussstt berisik!"
Aku menoleh pada Rara, ketua kelompokku yang terlihat menahan wajah kesal pada dua anak yang tadi mengeluh. Rara memperingati untuk tetap hormat karena bisa saja kami sedang diawasi.
Sepanjang perjalanan, kami melewati empat pos yang masing-masing berisi game yang harus kami selesaikan. Kelompokku mendapat giliran pertama yang sampai lebih dulu pada pos terakhir sebelum dibimbing menuju tempat peristirahatan.
Menjelang siang, dengan matahari yang menyengat, semua kelompok kembali berkumpul. Kali ini didalam ruangan. Kami disuruh menceritakan pengalaman tadi selama perjalanan dan diberi sesi tanya jawab.
"Apa ada yang menyesal setelah mengikuti seleksi kedua kali ini?" tanya Rima, wakil ketua dari organisasi Pecinta Alam.
"Enggak!" Kami berseru kompak. Ku dengar Rara, yang kebetulan duduk di sampingku, mendesis pada anggota kelompok kami tadi yang sempat mengeluh. Mereka berdebat sebentar.
Saat sesi tanya jawab kembali diisi oleh Kakak pembina yang lain, aku melihat seseorang masuk ruangan. Dia tersenyum pada sekeliling kemudian berdiri ditengah-tengah.
"Okey, mungkin tanya jawabnya cukup sampai sini dulu. Terima kasih karena kalian sudah berpartisipasi di seleksi kali ini. Dan semoga tetap bertahan sampai kalian semua bisa jadi anggota Pecinta Alam."
Kami semua mengamini dengan kompak apa yang diucapkan oleh Kakak pembina di depan.
"Yang selanjutnya akan ada sambutan dari Ketua kita tercinta. Yah siapa yang belum kenal dia silahkan boleh kenalan sekarang. Okey saya banyak bicara sekali ya? Baiklah langsung saja. Silakan Kak Arjuna."
Dua orang yang berdiri di depan sana saling membungkuk memberi hormat sesaat sebelum salah satunya mundur mempersilahkan yang lain.
Aku berusaha memfokuskan pandangan untuk tetap kedepan karena sekitarku terasa mulai berisik.
"Halo, semua. Apa kabar? Gimana tadi perjalanannya? Capek, nggak?"
"Halo, Kak Juna."
"Capek, Kak!"
"Jauh banget perjalanannya."
Tawa lirih terdengar ditengah-tengah riuh semua anak yang mengeluh. Suara berisik membuat suasana ceria seketika. Aku ikut membuka mulut untuk protes, kemudian tertegun saat arah mata Kak Arjuna menyorot padaku.
"Okey, banyak ya pengalaman yang didapat hari ini. Senang, sedih, capek, pegel-pegel, semuanya ada." Kak Arjuna terkekeh. Tetap dengan wajah ramahnya, ia melanjutkan. "Terlepas dari itu, saya mau mengucapkan kalau kalian hebat. Kalian adalah anak-anak terpilih yang bisa mengikuti seleksi ini. Awal angkatan kalian masuk ada berapa sih? Banyak kan? Tapi lihat sekarang. Yang bertahan, maka ia adalah pemenang."
"Untuk kedepannya, masih ada satu seleksi lagi yang harus kalian ikuti sebelum nantinya kalian resmi jadi anggota. Saya berharap kalian tetap konsisten. Nantinya kalian akan banyak belajar kok tentang dunia ke-Pecinta Alam-an. Makanya jaga kesehatan terus, dan tetap semangat. Sekali lagi kalian hebat. Tepuk tangan buat kalian."
Riuh tepuk tangan terdengar bergema. Anak-anak cowok bahkan sampai ada yang memukuli meja dan ditegur Kakak angkatan.
Selang beberapa menit setelah penutupan akhir acara, kami dipersilahkan untuk pulang. Aku menghela napas lega. Dua seleksi sudah ku ikuti. Tinggal satu seleksi lagi dan menunggu hasil. Aku tak akan mengecewakan diriku sendiri. Karena untuk masuk ke organisasi ini cukup sulit. Bahkan Riska, sempat memohon waktu itu untuk diizinkan masuk.
Aku berjalan bersisian dengan teman lain yang akan pulang. Sekolah terlihat tetap ramai meski hari libur. Banyak kegiatan ekstrakulikuler yang sedang berlangsung.
Saat aku sedang mengabari orang rumah untuk menjemput, Riska muncul di sampingku dan langsung menggandeng lenganku.
"Pulang naik apa, nih?" tanya Riska.
Aku yang agak kesusahan mengetik diponsel karena cekalan cewek disampingku, menjawab pelan. "Dijemput."
"Aku naik gojek, dong."
"Ooh."
Riska mencibir atas responku. Namun ia kembali bicara. "Nggak kerasa, ya, kita udah selangkah lagi jadi anggota. Duh, nggak sabar."
"Nggak sabar pengin lihat Kak Arjuna tiap hari?"
"Eh, mana ada." Riska akhirnya melepas lenganku saat kami sudah sampai didepan gerbang. "Tapi emang bener, sih." Ia nyengir.
Aku menempeleng pelan kepalanya. "Inget ya peraturannya. Nggak boleh pacaran antar anggota!"
"Dih, emang kamu pikir aku masuk PA buat nyari pacar? Kan, emang karena aku pengin. Naik gunung, kenalan sama pendaki, uuuh asik kayaknya deh. Kalau pun bakal deket sama Kak Juna, itu bonus plus plusnya."
Aku hanya geleng-geleng mendengar ocehan Riska. Dia memang cerewet dan berisik. Bahkan tadi dia juga yang paling antusias saat Kak Arjuna menyapa di depan. Aku sudah terbiasa karena satu kelas dengannya. Kami berdua semakin dekat karena masuk di organisasi yang sama.
Riska sering cerita tentang Kak Arjuna. Dia kenal dari kakak sepupunya yang merupakan teman kelas Kak Arjuna. Dia fans berat ketua pecinta alam yang ganteng itu. Daripada ketua osis, Kak Arjuna lebih enak dipandang katanya. Aku jadi teringat saat insiden kami berebut kertas formulir dikelas yang berujung si Riska mendatangi basecamp pecinta alam untuk meminta kertasnya. Kata Riska, ia disambut langsung oleh Kak Arjuna. Dan di hari ketika aku menemaninya untuk mengumpulkan formulir pun, Kak Arjuna yang menyambut. Sejak saat itu, ia jadi tambah ngefans.
Namun, jika mengingat kejadian itu, aku juga ingat bagaimana kelakuan anggotanya yang memalak temanku sendiri dibeberapa hari sebelumnya. Entah itu memang sudah sering dilakukan atau hanya sekedar iseng. Lala sampai menasehatiku untuk tidak terbawa perilaku mereka.
Saat aku sedang lanjut berbincang bersama Riska, sebuah motor dengan mesinnya yang menderu keras lewat melintasi kami. Aku sempat bergeming ketika melihat si pengendara yang membuka kaca helm yang ia pakai dengan satu tangan. Meski full face, aku tetap bisa melihat ketika mata orang itu menyipit menandakan kalau dirinya sedang tersenyum.
Riska di sampingku memekik kegirangan. Sedangkan aku menunduk kaku membalas sapaan. Lagi-lagi aku terheran. Kak Arjuna itu ... kenapa selalu menebar senyum?
***
Note : Karena nggak nemu foto Yeonjun yang lagi make helm dan lagi naek motor, jadi bayangin aja itu ekspresi dia kayak gitu😂
Happy Reading**
Publish : 7 Juni 2020
Re-Publish : 17 November 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Mini Stories
Teen Fiction*WELLCOME TO WHEN SERIES* (Cerita Mini dengan kurang lebih 5-7 chapter) Pada pertemuan pertama, semuanya terkesan biasa. Malah, bisa dibilang tak ada yang istimewa. Sampai pada pertemuan berikutnya, aku dibuat terpana pada lengkungan garis bibirnya...