WICY-4-

7 1 0
                                    

Jam pelajaran kedua kosong dikarenakan guru yang mengajar tengah berhalangan hadir. Beliau hanya menitip pesan melalui guru piket untuk membaca bab lanjutan sebelumnya.

Karena malas hanya terus-terusan di kelas, aku memutuskan untuk ngadem di perpustakaan sekaligus membaca novel yang baru ku beli beberapa minggu kemarin.

Sedang asyik membaca, kursi kosong di sampingku berderit. Ayun duduk di sana sambil membawa buku.

"Kamu ngikutin aja," ucapku ketika melihat Ayun hanya diam tanpa menyapa sama sekali. Kadang sifat pendiam Ayun membuatku salah mengerti. Takut-takut dia itu sedang marah atau kesal. Pasalnya, raut wajah cowok itu tak bisa ditebak secara asal.

"Kelas berisik."

Aku mengangguk-angguk. "Mau ngapain?"

"Nyalin materi."

"Dirangkum aja, rajin amat nulis banyak-banyak."

"Hm."

Hanya itu respon yang ku dapat. Menghela napas, aku melanjutkan membaca novel bersampul serba hitam yang ku pegang. Tak menghiraukan Ayun yang mulai mencatat di bukunya.

Tak berselang lama, kursi kembali ditarik sehingga menimbulkan derit. Aku mendongak, mendapati Moka duduk di depanku dengan terhalang meja.

"Hai," sapa cowok itu.

Aku mengangguk saja.

"Lagi baca apa?"

"Novel."

"Enak banget nggak belajar. Gurunya nggak masuk?"

"Enggak."

"Kalo gitu, baca materinya, dong."

"Udah, kok." Aku mulai malas meladeni pertanyaannya.

"Sip. Pinter."

Aku diam.

"Oh, iya. Mau ke kantin bareng, nggak? Kalo mau, aku tungguin."

Sepertinya kehadiran Moka mengusik ketenanganku. Terus bertanya dan mengganggu. Aku tak bisa melanjutkan bacaan dalam keadaan berisik.

"Aku nggak ke kantin. Nggak usah ditungguin."

Ku lihat kening Moka mengernyit. "Kenapa? Mau namatin novel?" Dia melihat pergelangan tangannya. "Masih ada setengah jam, kok. Kamu baca dulu, aku tunggu."

"Aku nggak ke kantin. Kamu pergi aja."

"Nggak papa. Aku tunggu."

"Nggak usah, Ka."

"Nggak pa--"

"Kalo dia bilang enggak ya enggak!"

Hening.

Mataku mengerjap dua kali. Menolehkan kepala ke samping kiri dan melihat Ayun yang tengah menatap lurus pada Moka.

"Denger, kan?" Ayun menutup buku, menoleh ke arahku sekilas.

"Nggak usah ikut campur," balas Moka. Kedengarannya santai. Tetapi aku tau, raut wajahnya menampilkan gelagat tak suka.

"Cuma ngingetin doang." Ayun menatapku lagi, dia menyuruhku berdiri. "Dia sama gue," lanjutnya.

Saat aku dan Ayun sudah akan berbalik, Moka tiba-tiba ikut berdiri.

"Nggak bisa," katanya. "Diana ikut gue."

Moka memutari meja. Berjalan melangkah ke arahku. Belum sempat dirinya meraih lenganku, Ayun langsung sigap menepisnya.

"Ngapain lo?" tanya Ayun. Cowok itu memposisikan diri untuk berdiri di depanku.

"Lo yang ngapain? Minggir."

Tanpa diduga, Moka menyingkirkan tubuh Ayun dengan mendorong bahunya ke samping. Ayun yang tak siap dengan gerakan itu seketika bergeser dan menabrak kursi hingga menimbulkan suara berisik.

Aku panik takut terkena omelan ibu penjaga perpustakaan.

Tak sampai di sana, Ayun kembali berdiri tegak dan mendorong Moka ke belakang. Mereka tiba-tiba saling dorong.

"Eh, kalian ngapain, sih." Aku maju dan mencoba berdiri di antara keduanya.

"Lo nggak usah deketin Diana lagi."

"Apa urusannya sama lo?"

"Jelas ada."

"Terserah gue mau deketin apa enggak. Diana juga fine aja gue deketin."

"Dia fine. Tapi perasaannya enggak."

Mendengar adu mulut kedua cowok itu membuatku pusing. Apalagi mereka melakukannya sambil mendorong-dorong tubuh satu sama lain. Menabrak kursi dan rak-rak buku. Penjaga perpustakaan sudah menegur dari kejauhan.

Tanpa pikir panjang, aku menerobos ke tengah-tengah cowok itu. Mencoba menghentikan mereka. Hal yang tak di sangka oleh keduanya. Hingga salah satu dari mereka--mungkin karena meleset--mendorongku.

Namanya tenaga cewek, aku langsung terdorong. Rasanya terpental jauh sampai menubruk kursi. Suara debum keras bahkan terdengar jelas ketika kepalaku terantuk sebelum jatuh tersungkur ke lantai.

Keduanya sontak terkejut. Sama-sama menatap dan menghampiriku.

Sebelum pandanganku menggelap, aku meraih salah satu tangan yang menggapaiku.

Saat itu juga aku mendengar suara ibu penjaga perpustakaan yang memarahi mereka.

***

Ayundra Adhisaka*

Ayundra Adhisaka*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading*

Update : 13 Desember 2020

Mini StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang