WILY-4-

17 4 0
                                    

"Nanti malam ke sini?"

"Pasti. Kan, Ayah yang minta datang." Aku menempelkan ponsel ke telinga sambil tengkurap di atas ranjang. Pulang sekolah tadi, aku bergegas membersihkan diri dan tidur siang selama kurang lebih dua jam sebelum terbangun oleh suara dering ponsel. Bayu menelpon hanya untuk mengingatkan acara makan malam.

"Bibi masak apa?"

Kudengar gumaman di seberang sana. "Nggak tahu. Nggak bilang."

"Bilangin, dong, aku mau ceker pedes yang kayak waktu itu."

"Oke."

Hening sejenak. Aku memutar tubuh untuk terlentang menghadap langit-langit kamar. "Bay?"

"Hm?"

"Rombongan cowok yang dateng di lapangan minggu kemarin itu siapa?"

Hening lagi. Kali ini agak lama. Aku berdecak karena Bayu tak kunjung menjawab.

"Nggak usah kelamaan mikir. Jawab aja. Mereka salah satu kelompok musuh kamu, kan?"

Ku dengar Bayu menghela napasnya sebelum menjawab. "Iya."

"Mau ngapain?"

"Nggak ngapa-ngapain, kok. Cuma mampir."

"Masa?"

"Iya."

"Nggak usah bohong."

"Enggak bohong, Anina."

Suara lembut Bayu yang menyebut namaku membuatku tersenyum tipis. Hanya sekejap dan tanpa disadari.

"Tapi kalau ada 'apa-apa', langsung dateng ke aku, ya, Bay." Suaraku terdengar lirih. Bayu pasti paham apa maksudku.

"Iya. Selalu."

Aku tersenyum lagi. Sama seperti sebelumnya, hanya sekilas.

"Ya, udah. Ketemu nanti malam, ya."

"Iya."

"Tutup aja."

"Oke."

Sambungan terputus. Aku melihat ponsel yang meredup lalu meletakannya di samping tubuh. Kembali ku tatap langit-langit kamar, mencoba berpikir tenang tentang semua yang akan Bayu lakukan.

Entah kenapa akhir-akhir ini rasa khawatirku terhadapnya jadi sedikit berlebihan. Tak seperti biasanya.

Semoga bukan pertanda buruk.

***

Kenyataan terpelik dalam hidup yang pernah aku alami adalah ketika sadar bahwa aku akan dipersatukan dalam ikatan persaudaraan dengan seseorang yang sedari dulu ku butuhkan.

Aku tak mampu menyebut perasaan antara kami sebagai cinta, karena alih-alih mengaku cinta, kesadaran akan perasaan yang lebih tulus membuat kami rapuh. Ya, kami berdua sama-sama membutuhkan. Ini sudah pernah aku bahas dengan Mama sebelum aku tahu kenyataan bahwa mamaku sudah menjalin hubungan dengan Ayah Bayu jauh sebelum kami kembali bertemu.

Awalnya aku dan Bayu mengabaikan. Kami bersikeras melanjutkan hubungan meski terlarang. Yang berakhir sia-sia karena Ayah Bayu marah besar. Para orang tua itu ... tak mau mengalah.

Karena tak mau mengambil resiko kami kembali dipisahkan, akhirnya aku dan Bayu memutuskan menjauh. Bukan secara fisik, namun perasaan. Dan berusaha menerima kenyataan bahwa kami akan menjadi saudara.

Ada pula alasan mengapa walaupun aku dan Bayu dekat, namun kita hanya bisa disebut sebagai sahabat. Bukan karena kami memiliki prinsip terikat dengan komitmen, ada hal lain yang lebih rumit dari itu. Begitulah mengapa walaupun aku mampu menahan Bayu untuk ada disisiku, tetap akupun harus rela jika sewaktu-waktu ia dibawa 'orang lain'. Hari ini salah satunya.

Aku duduk berhadapan dengan Bayu di ruang makan rumah Ayahnya. Atau lebih tepatnya, sebentar lagi akan kusebut sebagai Ayahku juga. Di sampingku ada Mama yang bercanda dengan ayah Bayu. Sedangkan di samping Bayu ada adik kelas kami--panggil saja Fila--pacarnya.

"Kak, malam tahun baru nanti kita jalan, yuk!"

"Hm ... kemana?"

"Kemana aja. Aku pengen liat kembang api."

"Kenapa nggak di sini aja?"

"Tapi aku pengen keluar." Fila mencebikkan bibir. "Om, boleh 'kan, kalau malam tahun baru nanti Kak Bayu ngajak Fila jalan?"

Gadis itu bertanya pada Ayah Bayu. Kalau sudah begitu, aku yakin Bayu tak kuasa menolak jika sang Ayah mengizinkan.

"Boleh, dong," jawab Ayah Bayu. Dari nadanya, terdengar ramah sekali. Jelas saja, mereka berdua dijodohkan. Sudah sepantasnya bersikap baik pada calon menantu.

"Tapi aku 'kan, mau bakar-bakar sama temen di sini, Yah. Temenku mau dateng rame-rame. Kenapa nggak sekalian aja main kembang api di sini?" Bayu memprotes. Dari nadanya, terdengar tidak suka. Jelas saja. Kan, malam tahun baru nanti akan ada acara di sini.

"Tapi aku maunya berdua, Kak." Fila merengek manja.

Aku diam-diam memutar bola mata. Kuteguk segelas air hingga tandas tak bersisa. Tiba-tiba merasa ceker pedas yang dibuat asisten rumah tangga Bayu membuatku tak selera menghabiskannya.

"Kata temenku, kalo siapapun yang bersama saat jam hitungan mundur pergantian tahun, maka mereka akan bareng-bareng terus selamanya. Aku mau bareng sama Kak Bayu."

Aku berusaha menulikan telinga dari percakapan kedua pasangan itu.

Meski tak melihat ke arah Bayu, aku bisa merasakan mata cowok itu yang melirikku. Diam-diam aku menelan nasi tanpa dikunyah sampai tersedak dan ditegur Mama. Aku baru mampu menatap Bayu saat Ayahnya mengatakan setelah acara di rumah dengan teman-teman, Bayu harus mengajak Fila jalan-jalan dan bermain petasan. Berdua.

Aku mendelik ke arahnya. Kutipiskan bibir menahan perih di dada. Bagaimana pun juga, aku harus menggagalkan acara mereka.

Katakan saja aku jahat. Karena memang sudah seperti itu sejak awal. Aku berada di antara hubungan seseorang.

Aku ... orang ketiga.

***

Happy Reading**

Bayu Adyastra🙃

Publish : 30 Agustus 2020Re-Publish : 25 November 2020

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Publish : 30 Agustus 2020
Re-Publish : 25 November 2020

Mini StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang