Karena keadaan yang membuatku menutupi kenyataan.
-○●○●○
Kelopak mata yang tertutup penuh kedamaian itu seketika terbuka perlahan, karena posisi tubuh yang tidak nyaman. Gadis berbaju piyama itu merubah posisinya menjadi telentang, dan di situlah matanya mengerjap beberapa kali ketika melihat seorang pria berkursi roda yang memakai baju koko putih.
Itu Ahsan. Kemudian gadis itu mengucek matanya seraya bangun dari ranjang, dengan keadaan masih setengah sadar. Ia bersuara dengan suara seraknya, "kamu mau solat tahajud?"
Ahsan menoleh dengan sedikit kaget, namun detik berikutnya pria itu tersenyum. "Iya, Ainun."
Detik berikutnya, Ainun mengikat rambut seraya bangkit dari ranjang. "Kalau mau solat tahajud, bangunin aku napa. Aku juga mau dapat pahala." Ocehnya seraya ke kamar mandi.
Ahsan yang mendengarnya terkekeh ringan, lalu menyahut, "iya nanti aku bangunin deh! Maaf ya!"
Tidak ada sahutan dari Ainun. Mungkin gadis itu sedang wudhu. Ahsan senang bila Ainun mau solat tahajud berjamaah dengannya tanpa di minta, malah gadis itu yang meminta.
Usai mengambil mengambil air wudhu, Ainun kemudian memakai mungkenanya dan menggelar sajadah di shaf belakang Ahsan. Mereka berdua mulai menunaikan dua rakaat solat yang paling romantis untuk bermunajab pada sang khalik, dan karena solat sepertiga malam inilah Allah membantu Ahsan untuk mendapatkan sosok istri seperti Ainun.
Di akhir salam, keduanya melangitkan sebuah doa yang menjadi pengawal hari. Lalu setelah itu, Ainun mencium punggung tangan Ahsan. Ah, sungguh sejauh ini hanya itu aktivitas romantis bagi Ahsan.
"Ahsan."
"Iya?" Pria itu membalikan posisi kursi rodanya menghadap sang istri.
"Boleh hari ini aku mulai kuliah?"
"Bukankah masa cutimu masih ada satu hari lagi?"
"Iya. Tapi, aku nggak menjamin gak akan ada masalah kalau aku seharian di rumah." Ainun menekuk wajahnya, ia mengingat kejadian kemarin.
Terlihat Ahsan berpikir, lalu pria itu menjawab permintaan Ainun itu. "Baiklah, kamu boleh kuliah kembali hari ini. Nanti kita berangkat sama-sama ya, soalnya aku mau ke kantor pusat."
Ainun mengangguk, "oke."
○●○●○
Tepat pukul tujuh, mobil yang di tumpangi Ainun dan Ahsan melaju meninggalkan rumah. Jalanan tampak mulai di padati para pengendara di kota yang di juluki kota serambi makkah ini. Sang matahari pun mulai menguasai angkasa biru yang di penuhi awan-awan putih bak kapas.
Hingga akhirnya beberapa menit menempuh perjalanan, mobil hitam mewah yang di kendarai seorang supir itu terhenti di depan gedung universitas. Segera Ainun berpamitan pada Ahsan, seraya mencium takzim punggung tangannya.
"Nanti pulang sore kan?" Tanya Ahsan.
"Iya."
"Aku jemput, oke?"
Ainun mengangguk seraya menyampirkan tasnya dan menggenggam tas laptopnya, "assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Ainun kemudian keluar dari mobil, lalu melangkah memasuki area gedung besar tersebut. Gadis itu menjejaki koridor arah kantin fakultasnya, karena di sana teman-temannya sedang berkumpul--tadi mereka mengabari lewat pesan--termasuk juga dengan Disa. Entah, tumben sekali mereka berkumpul di sana, pasti ada sesuatu yang di bicarakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unconditional Love
SpiritualIni tentang dia yang mengajarkanku arti kesempurnaan sesungguhnya, yaitu kesempurnaan cinta. Dia pun membawaku pada sebuah fakta, bahwa cinta tidak membutuhkan akan syarat. Karena cinta itu hadir karena hati bukan rupa. Ketanpabersyaratan cinta itu...