Di sebuah tempat yang menjadi saksi dimana kedua insan bertemu dan saling jatuh cinta. Dimana memori-memori dalam kalbu terukir. Masih di bawah langit yang sama, tempat itu di penuhi oleh gelak tawa ke-4 orang yang kini tengah berkumpul dengan tujuan melepas rindu.
Bersama rindangnya sang penyejuk hari, seorang wanita tampak menyendiri di antara keramaian itu. Ia tengah terduduk di salah satu bukit. Menatap indahnya hamparan ladang berwarna hijau yang bermekaran dengan warna-warni pohon Tabebuya yang romantis.
Tangannya tergerak mengelus tanah tempatnya terduduk. Masih dengan perasaan yang sama, wanita itu memejamkan matanya. Memeluk sebuah surat yang di tulis olehnya di setiap tahun. Dengan tanggal, bulan dan detik yang sama.
Ia kemudian tersenyum begitu mengingat sepotong memori yang ia alami bersama sesosok manusia yang ia rindukan saat ini.
Ia tertawa hampa untuk sejenak, jika saja dirinya berhasil menutup relung hati. Ia mungkin tak akan terluka untuk kurun waktu yang panjang. Mungkin saja, hari ini tidak akan pernah datang.
Namun, setiap kali pikiran ini menghampiri wanita itu. Ia selalu merasa bahwa dirinya terlalu jahat. Terlalu jahat pada sosok yang telah banyak memberikan kenangan indah. Terlalu jahat pada hatinya yang terus menerus di bohongi. Rasanya seperti mengkhianati sosok itu yang rela menunggu agar wanita itu mampu kembali menemukan potongan dirinya. Karena pada kenyataanya, wanita itu merindukannya.
Dengan segenggam surat yang ia bawa, wanita itu membuka sebuah kotak yang penuh dengan secarik kertas usang, beberapa sudah rapuh termakan waktu, dan beberapa lagi memiliki aroma khas buku lama.
Kemudian wanita itu memasukkan secarik kertas berisi tulisan tangannya. Dengan secercah harapan untuk dapat kembali bertemu sekedar melepas rindu.
Ditutupnya kotak itu. Dikubur di dalam tempat yang sama. Bersama sebuah permen kesukaan sosok itu. Ia tersenyum, lalu berdiri.
"Wahai kamu, mulai sekarang, aku akan berusaha melupakanmu."
Wanita itu menyambut hangat tangan lelaki yang sedari tadi memandangnya dengan tatapan sendu.
"Sudah siap untuk pulang?" tanya lelaki itu.
"Selalu siap. Mulai dari sekarang." ujar wanita itu.
"Apa kau kembali lagi kemari?" tanya lelaki itu lagi.
"Mungkin? Untuk sesekali melepas rindu. Bolehkan?" tanya wanita itu.
"Apapun untukmu. Lagipula, dua pernah hadir di dalam kehidupan kita dan mengambil peran besar dalam ceritanya. Mengapa aku harus melarang?" ujar lelaki itu.
"Terima kasih. Lalu maafkan aku." ujar wanita itu.
"Aku selalu siap menerima fakta dan mungkin aku sudah mulai terbiasa dengan semua ini? Lagipula ini perihal hatimu, berhak apa aku atas perasaanmu?" lelaki itu tersenyum.
Wanita itu kemudian memeluk lelaki tersebut dengan erat. Tak perlu waktu yang lama bagi lelaki itu untuk membalas pelukan wanita itu.
"Hei! Sudah siap? Ayo berangkat!" teriak salah seorang wanita sahabat itu.
Wanita itu memandang sendu pepohonan rindang yang menjadi tempatnya berpulang selama beberapa tahun terakhir ini.
"Sampai jumpa lagi."
Wanita itu kemudian berlalu pergi. Mengenggam hangat tangan lelaki yang menunggunya sedari tadi. Meninggalkan sebuah tempat yang selalu menjadi tempatnya berkeluh kesah, meninggalkan perasaan yang selama ini ia bawa.
"Mungkin, ini saatnya. Saat dimana ia mulai menulis catatan di buku harian baru.
Wahai kamu sampai jumpa....
Selamat membaca🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Seorang Nea (Sudah Terbit)
Teen FictionEntah apa yang menghampiriku. Mungkinkah aku sudah gila? entahlah, yang pasti semuanya berubah begitu sosoknya bertemu dengan sosok ku. seorang manusia yang dapat merubah diriku yang sebelumnya membenci hujan. Hingga tibalah saat dia dipertemukan ke...