"Yow, met pagi ciwi-ciwi kuuuh!!" ujar Arkan yang kemudian merangkul kedua sahabatnya.
"Aduh, berat tau, lepasin." protes Nea.
"Hehehe." Arkan kemudian melepas rangkulannya dan mulai duduk di sebelah Nea.
"Tumben kesiangan, untung udah gue tibsen-in." ujar Nea.
"Iya, tadi malam gue gak bisa tidur." ujar Arkan.
"Lah, habis ngapain lo sampe gak bisa tidur?" tanya Fai.
"Habis marathon anime baru itu loh!" ujar Arkan.
"Beuuu, salah lo sendiri itu mah." ujar Fai.
"Buat cari referensi Fai. Berguna loh!" ujar Arkan yang mengeluarkan pembelaan.
"Iyain ada dah." ujar Fai.
Nea terdiam kemudian memainkan bolpoin miliknya dengan tangan kanannya. Pasalnya ini sudah hari ke 3. Nea tak datang ke gedung jurusan musik untuk sekedar bertatap muka dengan Ghai. Arkan dan Fai yang melihatnya mulai berdecak.
"Ck. Mulai." ujar Fai.
"Hmm, mulai deh Nea ada masalah apa? Cerita dong ke kita-kita." ujar Arkan.
"Gue lagi banyak pikiran." ujar Nea.
"Sok iya lu." ujar Arkan
Memang sudah menjadi ciri khas seorang Nea, jika dirinya tengah terlibat dalam suatu masalah jemari tangan kanannya akan sibuk memainkan bolpoin. Tatapan Nea juga akan terlihat kosong, seperti orang yang tengah berpikir keras.
"Gue lagi menentukan pilihan yang mungkin akan merubah jalan hidup gue selamanya tau." ujar Nea.
"Apaan tuh?" tanya Fai
"Mungkin gak sih? Kalau kalian berdua jatuh cinta sama orang yang baru kenal beberapa hari?" tanya Nea.
"Hah? Jangan bilang ini tentang anak jurusan musik? Tebak Arkan, Nea mengangguk pelan dengan bibir yang mengerucut.
"Seriusan Nea??!" tanya Fai kaget.
"Iya." ujar Nea.
"Ya terus gimana atuh? Ada yang mau ditanyain lagi?" ujar Arkan.
"Ada." jawab Nea.
"Apaan?" tanya Fai.
"Apa yang bakal kalian pilih saat orang itu kasih tau rahasia yang mungkin kalian gak bisa terima secepat itu?" tanya Nea.
"Masalahnya apa dulu?" tanya Fai
"Iya masalahnya apa dulu Nea?" tanya Arkan.
"Ya masalah yang gak mungkin kalian bisa handle." ujar Nea.
"Sebentar, lo tau darimana kalo masalah itu gak bisa lo handle? Kalo gue pribadi sih gak, gue bakal milih bantu orang yang gue suka. Gimana kalo lo satu-satunya yang dia percaya? Bukannya dengan milih pergi lo bakal hancurin orang yang lo suka dua kali?" tanya Arkan. Fai terdiam kala mendengar penjelasan Arkan.
"Jadi apa yang harus gue pilih?" tanya Nea.
"Sebentar, masalah yang gak bisa lo handle bakal ngehancurin lo gak?" tanya Arkan.
"Gak. Bukan masalah kayak gitu kok." jawab Nea.
"Selama itu gak akan ngelukain lo, sebaiknya lo bantu dia semampu lo. Kalau lo mungkin ngerasa udah gak sanggup, lo boleh berpaling dan panggil kita. Apalagi kalo sampe macem-macem sama lo. Satu hal yang lo harus inget, lo masih punya kita berdua. Jadi kalo ada apa-apa bilang." ujar Arkan.
Rasa hangat yang menyeruak melalui relung hati Nea. Nea bersyukur bisa dipertemukan dan menjalin ikatan persahabatan dengan Arkan dan Fai, karena keduanya sangat peduli dengan Nea.
"Aahh, kalian lucu deh. Sini pelukan dulu!" ujar Nea yang mulai merangkul kedua sahabatnya.
Nea kemudian memberikan senyuman manis kepada kedua sahabatnya. Kini hati Nea terasa mantap mengunjungi Ghai hari ini.
"Sorry ya gue belum bisa ceritain masalah dia ke kalian berdua." ujar Nea.
"Gak masalah, mungkin Ghai juga sudah nge-amanatin ke lo untuk gak cerita ke siapa-siapa tentang masalah dia ke orang lain.
"Iya, tapi kalau Nea ngerasa gak kuat dan ingin cerita kita siap dengar kok.
Seisi kelas hanya memandang aksi peluk ke 3 sekawan itu dengan senyuman. Tidak heran lagi bagi mereka melihat Arkan, Nea dan Fai berpelukan di dalam kelas secara terang-terangan tadi.
"Jadi hari ini lo bakal ketemuan sama si Ghai." ujar Arkan.
"Iya." jawab Nea.
***
Nea terdiam sejenak. Ia berpikir untuk pergi ke jurusan seni musik, namun tidak mungkin mengingat peraturan yang diberikan Ghai mengenai jam 4 dan hujan turun membuat Nea menghentikan niatnya.
Nea memandang sekitar, keadaan area gedung terlihat cukup sepi membuat Nea merasa sedikit tidak nyaman. Akhirnya Nea memutuskan untuk menunggu didepan gedung jurusan seni musik, lagian Ghai tidak akan muncul di jam-jam seperti ini, pikir Nea.
Ketika Nea menatap jam tangannya, tiba-tiba saja terdengar suara sapaan dengan suara anak kecil yang khas. Nea segera menoleh ketika mendengar suara itu.
"Nea! Kamu balik lagi?" tanya Derren.
"Derren? Ko lo ada disini? Eh, awas jangan kena sinarnya. Berdiri di belakang gue aja." ujar Nea, Derren tersenyum kala mendengar ucapan Nea.
"Aku pikir kamu bakal ngejauhin kita, ternyata gak. Aku benar-benar bersyukur. Makasih Nea!!" ujar Derren.
"Iya, Ghai dimana?" tanya Nea.
"Ghai lagi tidur." jawab Derren.
"Oh ya udah, gue pamit pulang aja, besok kesini lagi." ujar Nea.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Seorang Nea (Sudah Terbit)
Teen FictionEntah apa yang menghampiriku. Mungkinkah aku sudah gila? entahlah, yang pasti semuanya berubah begitu sosoknya bertemu dengan sosok ku. seorang manusia yang dapat merubah diriku yang sebelumnya membenci hujan. Hingga tibalah saat dia dipertemukan ke...