Tabebuya

87 16 0
                                    

Drrtt Drrtt

Tiba-tiba ponsel Nea bergetar. Sebuah nama muncul di layar ponsel Nea yang bertuliskan Manusia Absurd pertama kali Nea mengatifkan ponselnya. Nea segera pergi menjauh, mencari tempat yang aman untuk menelpon Arkan. Entah kenapa, rasanya Nea seperti baru saja melihat sesuatu yang seharusnya tidak Nea lihat.

"Nea!! Akhirnya diangkat. Oh, gue udah nemu suratnya gimana?? Mau gue kesana sekarang?" suara Arkan terdengar dari balik ponsel Nea.

"Sebentar ka, kayaknya waktunya kurang pas kalau lo maksa kesini."

"Lah emang kenapa?" kini suara Fai yang terdengar dari balik sana.

"Ada sesuatu yang cukup aneh."

"Oh, jadi ini gue gak usah kesana?" tanya Arkan.

"Gak usah."

Tiba-tiba saja Derren muncul, mungkin karena suara Nea yang sudah tidak terkontrol lagi. Derren memanggil nama Nea yang membelakangi sembari menelpon.

"Nea!"

"Derren?" tanya Nea.

"Kenapa Ne?" tanya Arkan dari tempat yang berbeda.

"Bentar ya ka, teleponnya gue matiin dulu, bye!" Nea memutus sambungannya secara sepihak.

"Ngapain kamu disini?" tanya Derren dengan gelagat yang aneh.

"Derren!! Gue cari lo kemana-mana, Ghai hilang gitu aja gak ada jejaknya." jelas Nea panik.

"Hah? Bercanda kali lo!" ujar Derren.

Tiba-tiba dari tengah sana terdengar suara erangan, Derren dan Nea yang melihatnya segera berlari ke arah sumber suara. Pasalnya pemilik suara itu Ghai, suara terdengar kecil seolah menahan agar tidak terdengar siapapun.

"Gue yakin itu Ghai!! Cepet larinya Nea!" Derren sudah takut setengah mati.

"Gue udah lari secepat mungkin ini."

"Gue duluan sampe ke sana, ketemuan di tempat Ghai berada ya!"

Tiba-tiba saja Derren menghilang, jangan heran Derren hantu bisa berpindah tempat sesukanya. Nea mempercepat larinya. Hingga sesampainya di tempat Ghai, Nea jatuh terduduk saking kagetnya.

"Ghai tidak berpenampilan seperti seorang Ghai yang tampan, bersih dan sehat. Sebaliknya Ghai terlihat kacau tubuhnya tergeletak di marmer putih dengan darah yang mengalir dari kepalanya. Di momen seperti ini, Ghai terlihat mengerikan. Badannya tergulai lemas, tubuhnya terlihat melintang bebas dengan kerjapan mata yang semakin melambat.

Derren disana, tepat berada di samping  Ghai sembari kebingungan entah harus bagaimana. Tiba-tiba pintu utama terbuka, cahaya rembulan masuk menerangi tubuh Ghai yang entah bagaimana sosoknya. Yaza melangkah masuk dengan tergesa. Nea dalam posisinya masih menangis.

"Ghai!!" teriak Yaza yang kini suaranya menggema di lorong.

Kepala Ghai menoleh ke samping, menatap Yaza kemudian matanya mengeluarkan air mata. Derren yang panik mulai menangis.

"Sekarang tarik napas lo dalam-dalam Gha, tutup mata lo. Ikutin kata-kata gue 'Saya Abhiyoga Ghaitsa mengaku tidak akan kalah dengan tipu daya setan.' ucapkan dalam hati kalau lo gak sanggup." ujar Yaza yang masih setia menemani Ghai.

Tiba-tiba dengan ajaibnya jejak darah yang awalnya mulai merembes hingga ke baju Ghai menghilang perlahan, bersamaan dengan Ghai yang kembali enggan menunjukkan sosoknya. Derren segera melihat ke arah lorong gelap, tak bercahaya.

"Kalian berdua tunggu sini. Gue balik kalau udah beres."

Yaza menarik kepala Nea perlahan lalu memeluknya erat. Wangi Yaza memang Nea kenal, harumnya menenangkan jantung Nea yang baru saja selesai mengikuti perlombaan marathon. Yaza kemudian mengelus kepala Nea.

"Gak apa-apa. Bukan salah lo." ujar Nea.

"Ghai gimana?"

"Derren udah tanganin, sekarang keluar dulu yuk. Semakin lama di sini, semakin banyak yang jahil sama kita."

Setelahnya Yaza berlari kecil kembali ke arah Nea. Yaza kemudian mengambil helm dari motor dan memakaikannya ke Nea dengan lembut.

"Naik." Nea menuruti kemudian naik ke jok belakang.

***

Perjalanan diisi dengan keheningan hingga sampai ke tempat yang lumayan jauh. Nea kemudian turun dari motor Yaza. Buka sebuah tongkrongan, bukan sebuah mall, Yaza membawa Nea ke sebuah bukit dengan tanah dibalut rerumputan terpajang indah di lukisannya.

"Dulu disini tempat lo lari."

Nea menatap Yaza, kemudian menariknya pelan untuk jalan dan mengambil posisi duduk di bangku yang menghadap ke arah danau kecil di depannya. Pohon itu diteduhi dengan pohon Tabebuya yang menanggalkan kesan horor di tempat tersebut.

"Lo inget tempat ini gak?" tanya Yaza, Nea menggelengkan kepala sebagai jawaban.

"Maafin gue yang buat lo lupa sama tempat ini."

"Tabebuya?" tanya Nea yang mencoba menghilangkan kecanggungan.

"Lo inget? Ini pohon kesukaan lo dulu, apa sekarang masih sama?" tanya Yaza.

"Gue gak sepenuhnya amnesia ya za, please deh. Sampai sekarangpun gue masih suka sama pohon ini." Yaza terkekeh pelan mendengar penuturan Nea.

"Sumpah gak ngerti lagi, gue sesuka itu sama pohon ini ternyata." ujar Nea.

"Gue jadi kayak dapat filosofi dari pohon ini tau."

"Apaan?" tanya Nea yang kemudian menatap Yaza.

"Lo sadar gak? Sama kayak teka teki yang lagi kita pecahin sekarang. Lo maupun gue bisa berperan sebagai obat untuk Ghai, tapi salah langkah sedikit bisa-bisa Ghai gak bareng kita lagi."

Nea terbungkam mendengar ucapan Yaza, kejadian yang tadi terlintas di pikirannya. Nea menggeleng mencoba menghilangkan pandangannya terhadap sosok Ghai yang kesakitan.

"Udah yang ke berapa kalinya Ghai kayak gitu?" Yaza kemudian melanjutkan pertanyaannya yang sempat terhenti sebelumnya.

"Entah, sebanyak yang gue lihat, ini pertama kalinya." jawab Nea.

"Ada sesuatu yang lo inget begitu liat kejadian tadi?" tanya Yaza.

"Entah, kayaknya jiwa gue udah kemana pas ngeliat Ghai dalam keadaan kayak gitu."

Drrrt, Drrrt

Ponsel Nea kembali bergetar, lagi-lagi Arkan menelpon Nea dengan julukan Manusia Absurd yang  tertera disana.

"Bentar za, gue angkat telepon dulu." ujar Nea, Yaza mengangguk sebagai jawaban.

Ketika menghubungkan panggilan itu dengan Arkan, Nea dikejutkan dengan suara Arkan yang terdengar heboh dari balik sana.

"NEA!! YANG BENAR AJA ANJIR!!!"

"Apaan sih ka? Kaget gue!"

"TEBAK SESUATU. LO GAK AKAN PERCAYA!!"

"Apaan?" tanya Nea.

"GHAI ADA DI KOST-AN GUE SEKARANG!! DI HADAPAN GUE SAMA DERREN!! KESINI GAK LO SEKARANG!"

"Hah? Demi apa lo ka? Jangan bercanda, gak lucu!"

Nea menatap Yaza, sama halnya dengan Yaza yang menatap Nea. Yaza kemudian beranjak dari bangku taman itu.

"Gue ke kost-an lo sekarang bareng Yaza. Gue kabarin nyokap dulu. Gue nginep disana ya!"

"Oke, Fai juga otw kesini sambil bawa baju ganti, katanya."

"Oke, kita ketemuan di kost-an lo."

"Iya."

Setelah sambungan terputus Nea menatap Yaza yang tengah menunggu beranjak dari posisi duduknya. Nea kemudian berucap.

"Anter gue ke rumah Arkan!"

"Gue ikut nginep ya?"

"Itu urusan nanti aja dibahas di kost-an Arkan, sekarang otw dulu."

"Oke, ayo caw sekarang."

Selamat Membaca🖤

Kisah Seorang Nea (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang