Berkenalan

95 24 2
                                    

Langit yang sedari tadi terlihat tengah siap menurunkan air matanya memberikan rasa dingin pada seisi bandung. Nea yang baru saja keluar dari gedungnya kemudian berdiri terdiam. Arkan pulang lebih dulu Fai juga, katanya ingin memberi salam pada ibu Arkan. Nea kemudian tenggelam di dalam jaketnya sembari berkhayal tentang cita-citanya sedari dulu.

Seperti biasanya, gedung jurusan seni musik memang selalu sepi di jam-jam seperti ini. Menambah kesan horor yang Nea benci, pasalnya ia sendiri di depan sana. Berniat membuka line untuk menghilangkan rasa parnonya, aksi Nea terhenti di lockscreen begitu melihat hanya butuh beberapa detik lagi jam menunjukkan pukul 4 sore.

Nea yang dasarnya suka menghitung mundur waktu kemudian mulai teralihkan. Menghentakan kaki layaknya seseorang yang tengah tenggelam dalam alunan musik. Jemarinya kemudian bermain mengetuk ponselnya mengikuti hentakan detik yang kini mengisi pikirannya.

"5.. 4.. 3.. 2.."

Tepat sebelum ia mengucapkan kata 1 dari mulutnya, sebuah dentingan piano terdengar. Nea tersentak, segera menoleh ke belakang. Menatap sesosok laki laki yang ia cari sedari kemarin hari lewat dinding kaca yang membatasinya. Tudung jaket Nea dilepas, kemudian ia berbalik badan menghadapi sesosok lelaki itu.

Lagi. Ia tenggelam dalam suasana yang diciptakan lelaki itu, Nea kemudian mengambil satu langkah ke depan, tangannya tak fokus lagi memegang ponsel. Nea mengambil langkah untuk masuk ke gedung tanpa bersuara. Menatap punggung sosok itu yang terlihat kurus.

'Pintunya gak dikunci?' Nea membatin

Tak berniat menganggu, Nea menunggu lelaki itu menyelesaikan permainan lagunya. Tak lama kemudian lelaki itu selesai bermain. Entah apa yang mengisi pikiran lelaki itu, tetapi melalui punggungnya Nea mampu melihat berbagai emosi menyedihkan lelaki itu, ia terlihat sedih, putus asa, dan tersesat?

Tak lama setelah itu, lelaki tersebut menundukkan kepalanya dalam-dalam. Nea yang melihatnya seolah tak mampu berbicara, namun ia memberanikan diri melangkah lebih dekat.

"U-udah selesai?" tanya Nea ragu.

Lelaki itu tersentak, dengan segera ia menoleh ke belakang. Melalui matanya, Nea mampu memberikan sebuah terkaan bahwa lelaki itu amat sangat terkejut melihat kehadiran Nea. Entah apa ini cuman perasaan Nea saja atau benar adanya, bahwa lelaki itu terlihat senang bertemu dengan Nea.

"Kamu, datang lagi?" setelah mengucapkan sebaris kalimat itu, lelaki itu berdiri terlihat seperti mengambil ancang-ancang untuk lari menjauh.

"Tunggu! Jangan lari, gue cape. Lo kenapa masih ada disini?" cegah Nea.

"Bukan urusan kamu."

"Oke, oke. Boleh kenalan? Pliss, jangan lari lagi." ujar Nea.

"Apa mau kamu sebenarnya?" tanya lelaki itu

"Gak aneh-aneh kok. Cuma mau ajak kerjasama collab buat tugas." jawab Nea. Lelaki itu memiringkan kepalanya terlihat bingung mendengar jawaban Nea.

"Oke, kenalin gue Nadia Raina Zulfa anak jurusan DKV tingkat akhir. Sekarang giliran lo." ujar Nea.

"Sebenernya aku bingung. Kenapa kamu segigih itu ngejar-ngejar aku buat collab, padahal bisa sama anak lain." ujar lelaki itu.

"Karena cuma lo yang sempurna." jawab Nea dengan spontan, membuat mata laki-laki itu membulat sempurna.

"Maksudnya?" tanya lelaki itu ragu.

"Cuma lo yang sempurna dan cocok buat mainin OST Animasi gue. Plis, gue butuh lo." ujar Nea.

"Oke. Kalau gitu, namaku Abiyoga Ghaitsa Mahesa. Panggil aku Ghai, anak jurusan seni musik tingkat akhir."

Selamat Membaca🖤

Kisah Seorang Nea (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang