PAPAT

777 136 116
                                    

Selamat membaca...

***

Tinggal sedikit saja Naruto bisa merasakan bagaimana rasanya bibir milik Hinata. Namun sangat di sayangkan, karena ketukan pintu ruangannya membuyarkan semuanya.

Naruto segera menjauh dari tubuh Hinata, dan menegakkan posisinya. Sedangkan hinata tampak gugup, bahkan raut mukanya juga memerah karena malu. Naruto pun berjalan ke arah pintu dan membukanya. Setelah terbuka, terlihatlah Kakashi yang tengah berdiri didepannya membawa map di tangannya.

"Kenapa harus di kunci? Tidak biasanya." Tanya kakashi heran. Naruto diam tak menjawab justru dirinya malah memandang asistennya dengan tatapan dingin.

Kakashi menaikkan alisnya heran, saat dirinya menemukan Hinata disana yang tengah menundukkan kepala. Kakashi segera memandang kearah Naruto dengan pandangan bertanya dan penuh selidik.

Bukannya menjelaskan, tapi Naruto malah diam dan menatapnya tajam. Melihat lagi kearah Hinata yang pakaiannya sedikit kusut. Kakashi tersadar, bahwa dirinya hadir disaat yang tidak tepat. Tersenyum canggung dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dirinya pun langsung buru-buru pamit undur diri, tapi segera di cegah oleh Naruto.

"Ada apa?" Tanya Naruto dingin.

"Hanya ingin menyerahkan dokumen." Jawab kakashi seraya menyodorkan sebuah map pada naruto.

"Oh". Naruto menerima map tersebut. Lalu menyuruh Kakashi kembali ketempatnya. Setelah kepergian Kakashi, Naruto menghampiri Hinata. Mendekatkan wajahnya dekat telinga sang sekertaris, lalu berbisik.

"Urusan kita belum selesai... Jangan harap kamu bisa lepas dari saya." Bisiknya membuat Hinata langsung menegang. Kembali Naruto menegakkan badannya, kembali memasang wajah dingin dan tegasnya.

"Kembali ke tempatmu... Saya tidak mau jika memiliki sekertaris pemalas." Ucapnya  serasa berjalan ke kursi kebesarannya dan mendudukkan diri disana.

Hinata mendengus sebal dan mengerucutkan bibirnya lucu. Tanpa banyak bicara, Hinata langsung  berpamitan pada bosnya itu lalu keluar.

Hinata misuh-misuh, terus meracau. Untung saja tak ada yang mengerti bahasa kasar yang Hinata ucapkan. Masih menggerutu tidak jelas, menumpahkan segala kekesalannya terhadap bos pirangnya itu.

Saat teringat dirinya hampir saja berciuman dengan sang bos, muka Hinata langsung kembali memerah, dan tiba-tiba saja dadanya berdebar kencang. Ada rasa senang, namun ada juga rasa kesal secara bersamaan yang di rasakannya. Andaikan saja tadi kakashi tidak mengetuk pintu dirinya dan sang bos pasti sudah...

"Haduuuh Hinata... Awakmu kok mesum to... Pikiranmu iku lho... mbok yo ojo ngawur." Gumannya menyadarkan diri, disaat fikirannya melayang-layang entah kemana.
(Haduh hinata... Kamu kok mesum sih... Fikiranmu itu lo... Jangan ngawur).

Hinata segera menormalkan detak jantung nya. Mengenyahkan pikiran-pikiran kotor dalam otaknya. Ia pun bergegas kembali ke ruangannya. Kalau tidak bos yang menurutnya super duper menyebalkan itu akan mengomelinya.

Didalam ruangannya, Naruto sama halnya dengan Hinata. Fikirannya juga ikut melayang membayangkan kejadian yang hampir saja membuat dirinya mencium sekertaris kampungannya itu.

"Padahal sedikit lagi aku merasakan bibir gadis itu." Batin Naruto.

Tak ingin terlarut dengan pemikirannya, Naruto segera kembali menyambar dokumen-dokumen yang berada di mejanya. Dan dirinya pun larut dalam pekerjaannya.


Hari sudah menunjukkan pukul 7 malam. Karyawan kantor sudah pulang sejak pukul 5 sore tadi. Tapi tidak dengan Hinata, dirinya harus lembur malam ini. Setumpuk berkas dokumen berada di meja kerjanya. Sambil bekerja Hinata terus menggerutu tidak jelas, dirinya kesal pada sang atasan yang telah membuatnya harus kerja lembur hari ini.

Jawa JepangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang