LIMO

738 145 93
                                    

Selamat membaca...

"Hinata... Apa yang kamu lakukan pada Ibuku?" Tuduh Naruto setelah mendekat pada Hinata. Tak salah, tadi Naruto melihat Hinata menepuk tubuh Khusina.

"Aah... Itu... Tadi..."

"Ibu tadi tidak sengaja menabraknya Naru." Potong Khusina, Khusina yang sadar Hinata takut pun mengambil alih perhatian Naruto.

"Benarkah?" Mata Naruto memincing kearah hinata, dia tau selain aneh, Hinata juga sangat ceroboh. Hinata memalingkan wajahnya ketika melihat lirikan bengis Naruto padanya.

Khusina terkekeh, jarang-jarang Khusina melihat anaknya kesal dengan bawahannya.

"Nduk... Bu Dhe, njaluk sepuro yo... Mau gak sengojo. Tenan." Ujaran Khusina menatap Hinata. Hinata terbelalak, nafasnya terasa sesak. Dia jatuh cinta? Bukan, tapi serangan jantung.
(Nak... Bu dhe, minta maaf ya... Tadi tidak sengaja. Sungguh)

Bagaimana tidak shock? Ternyata Ibu dari Bosnya ini bisa bahasa Jawa. Fasih lagi. Astaga, mati kau Hinata. Keringat dingin mulai membanjiri dahinya. Keringat sebesar jagung itu terlihat oleh Khusina, membuat Khusina tertawa pelan. Mengambil tisu dalam tas mahalnya lalu menyeka keringat didahi Hinata.

"Namamu, Hinata?" Tanya Khusina.

"Benar Nyonya." Hinata menjawab dengan kepala tertunduk, nyalinya menciut.
Nyonya besar cuk.

Tawa lirih Khusina terdengar. "Panggil saya Bu Dhe... Itu lebih enak didengar." Ujar Khusina membelai lengan Hinata.

"Maaf, itu tidak sopan Nyonya." Masih dengan posisi yang sama Hinata menjawabnya.

"Kalau begitu..." Khusina menjeda ucapannya. "Naru, pecat Hinata sekarang." Ucapan Khusina membuat kinerja jantung Hinata meningkat pesat. Nafasnya kian pendek.

Khusina yang melihat ekspresi Hinata tertawa keras tanpa dosa. Sedang Naruto akan dengan senang hati memakan umpan yang dilemparkan Ibunya.

"Baiklah. Ibunda Ratu Khusina Namikaze, titah Ibunda akan segera Ananda laksanakan." Naruto membungkuk hormat pada Khusina layaknya seorang pengawal.

Hinata bergetar. Ia tidak mau dipecat, Ibunya pasti akan sangat kecewa. Otaknya blank, tidak tau harus bagaimana.

"Hei... Hanya bercanda Hinata." Kushina yang melihat badan Hinata bergetar menjadi tak tega.

Khusina maju selangkah mendekati Hinata. Membelai rambut indigo Hinata dengan sayang.

"Asli dari Jawa nduk? Dari Daerah mana?" Tanya Khusina.

"Jogja, Nyonya." Jawab Hinata.

"Kamu benar ingin dipecat? Kenapa memanggil saya Nyonya lagi?"

"Ah... Maaf... Bu.....Dhe.." jawab Hinata ragu, matanya melirik Bosnya yang berdesekap.

"Cih... Kalau dengan Ibu saya kamu manis sekali. Dengan saya mana pernah?" Naruto menaikkan satu alisnya ketika berbicara mengejek Hinata.

Hinata melirik Naruto lagi dengan sinis, matanya menyipit.

"Sabar... Sabar... Wong sabar rejekine jembar. Atine gak gampang ambyar." Ujar Hinata masih dengan lirikkan sinisnya pada Naruto, tangannya mengelus dada pelan.
(Sabar....sabar... Orang sabar rejekinya lebar. Hatinya gak mudah ambyar)

Naruto berdecak kesal, lagi-lagi Hinata berbicara dengan bahasa planet Jawa yang sama sekali tidak dia mengerti. "Okey. Bulan ini gajimu saya dipotong." Naruto geram sekali, dia kesal jika tidak tau apa yang dikatakan Hinata.

Amethys Hinata membola, Bosnya ini benar-benar. Andai kacung bisa jadi atasan. Hinata mendengus. Sedangkan Khusina, hanya mengeryit heran. Bertanya dalam hati, apa kesalahan Hinata, hingga gajinya dipotong?

"Tidak bisa begitu Bos. Tadi saya memanggil Ibunya Bos dengan bahasa Jawa juga, kenapa tidak bilang dipotong saat itu saja. Ibu Bos yang meminta saya memanggilnya dengan Bu Dhe yang dalam bahasa Jawa artinya itu Mbok Gede. Lalu, sekarang saya hanya menyemangati diri saya sendiri dengan Bahasa Jawa kenapa harus dipotong gajinya? Bos ini mau menindas anak buah ya? Saya tau saya kacung, tapi gak gini juga Bos." Cerocos Hinata tanpa jeda dengan kecepatan full, dia kesal dan jengkel dengan Bosnya ini.
Khusina masih mencerna baik-baik cerocosan Hinata.

Ah... Khusina sekarang mengerti, ia tau jika putranya itu tak bisa bahasa Jawa dan Naruto paling tidak suka jika dia tak memahami perkataan lawan bicaranya.

"Kamu berani sama saya?!!" Naruto sadar jika Hinata tadi berkata dengan sangat panjang dan itu semua berisi kekesalan pada dirinya.

"Ya, saya menantang Bos. Toh, gaji saya sudah dipotong juga." Tantang Hinata, dengan berkacak pinggang.

Mereka berdua bertengkar lagi, membuat para karyawan yang melihat pertengkaran mereka menggelengkan kepalanya. Padahal disamping mereka ada Khusina Namikaze.

Anehnya, mereka berdua akan kompak ketika masalah pekerjaan. Seakan mereka sudah klik satu sama lain. Apalagi jika memukul mundur para pesaing mereka. Tidak akan ada yang percaya jika di kantor mereka layaknya anjing dan kucing.

Khusina tertawa melihat tingkah mereka berdua. Otomatis membuat perdebatan antara Naruto dan Hinata terhenti. Bersama menatap Kushina aneh. Apanya yang lucu? Mereka berdua saling berpandangan, Naruto menggedikkan dagunya kearah Hinata seakan bertanya, apa yang lucu?  Seakan mengerti, Hinata hanya menggelengkan kepalanya pelan.

"Jadi, jika Hinata berbicara bahasa Jawa kau akan memotong gajinya? Benar?" Tanya Khusina pada putranya itu.
"Hmmmm... Karena kau tidak mengerti arti dari ucapan Hinata, maka kau mengancamnya begitu?" Tepat. Tebakan Khusina sangat tepat sasaran.

Naruto memandang Ibunya datar. Ibunya ini, tidak bisakah tidak mengatakan itu didalam hati saja. Tidak bisakah menjaga nama baik anaknya, hilang sudah wibawa Naruto. Hinata tertawa setelah mengerti maksud ucapan Khusina.

"Jadi Bos, penasaran yo, setiap saya memakai bahasa Jawa ternyata Bos gak tau artinya. Bos jadi tidak bisa membalas ejek kan saya ya hahaha..." Hinata masih tertawa, perutnya terasa sakit saat terlalu banyak tertawa.

Naruto kesal, rahasianya selama ini terbongkar. Khusina yang melihat anaknya ini berbeda jika dengan Hinata, pun tersenyum lembut. Setelah sekian lama, sifat berisik Naruto hilang, kini sedikit demi sedikit kembali karena gadis desa ini.

"Sudah... Ibu belum makan Naru, temani Ibu makan ya?" Pinta Khusina manja.

"Baiklah. Ibu mau makan apa?"

"Ah... Aku mau makan gudeg, rindu makan gudeg." Hinata berujar lirih dengan liur yang hampir menetes karena membayangkan enaknya gudeg.

Naruto mencekal keras lengan gadis bersurai Indigo itu, Hinata merasakan panas pada lengan yang dicekal Naruto.

"Kamu... Berani mengatai saya budek?" Naruto berujar dengan tegas, harga dirinya terasa diinjak oleh Hinata. Hinata melongo, siapa yang mengatai Bosnya ini budek? Mana berani dia berkata seperti itu.

"A..apa.. mak..sud Bos? Saya tidak mengatai Bos Budek." Sergah Hinata terbata saat cekalan Naruto menguat.

"Masih mengelak? Kamu tadi mengatai saya baru saja. Walau pelan tapi telinga saya masih bisa menangkapnya." Emosi Naruto tersulut kala Hinata membantah semuanya.

Hinata hampir menangis, cekalan Naruto benar-benar menyakitinya. "Saya hanya bilang ingin makan G.U.D.E.G. bukan mengatai anda Budek Bos. Apanya yang salah?" Hinata menekan kata Gudeg, air mata berkumpul dimatanya.

Naruto melepaskan cekalan tanganya. Ia... Salah paham? Apa dia benar-benar Budek? Gudeg itu makanan kah? Kenapa Hinata berkata ingin memakan Gudeg?

Hinata menghapus air matanya kasar, membungkuk hormat pada Khusina. Pergi dari hadapan Naruto dan Khusina, Naruto dapat melihat Hinata yang masih menghapus kasar air matanya dengan punggung tangannya. Naruto merasa bersalah.

"Kau B.U.D.E.K. Namikaze Naruto." Sengit Khusina, yang menyusul Hinata. Dia juga ingin makan Gudeg.

.
.
.
Cerita ini menarik gak sih?

Ku ingin menariknya saja🤧

Bersambung...
.
.
.
Arigatou Gozaimasu...

Jawa JepangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang