T E L U L A S

752 109 106
                                    

Selamat Membaca...
.
.
.

Hari ini kantor Namiuzu berjalan seperti biasa. Sang Direktur tidak ada rapat keluar kantor.

Hinata berharap bisa pulang tepat waktu hari ini. Karena badannya sedikit merasa lelah. Tadi para sahabatnya mengajak Hinata untuk pergi belanja, sebenarnya Hinata enggan cuma karena Naruto memaksanya jadilah ia mengiyakan ajakan sahabatnya. Kekasihnya itu memberikan kartu kredit pada Hinata. Tak habis fikir, mengapa sampai memberikan kartu kredit segala, Hinata bukan cewek matre.

"Ada apa?" Tanya Naruto duduk bersandar di meja Hinata.

"Tidak, sedang berfikir mau belanja apa."

"Pilih saja yang kau mau. Pakai kartu itu sesukamu Hinata. Kartu itu limitnya tidak ada."

"Naruto, mengapa memberiku kartu kredit? Kau... sedang mengetesku? Apakah aku matre atau tidak?" Naruto terkekeh, berpindah posisi berdiri disamping Hinata.

"Justru sebaliknya sayang." Ujar Naruto lembut mengelus pelan pipi Hinata. "Karena kau tidak matre maka aku berikan kartu itu padamu. Anggap saja latihan saat kita menikah nanti kau yang akan mengatur pengeluaran."

"Seperti kasir saja."

"Lebih tinggi."

"Kkaaa...sssss...iii...rrr..." Ujar Hinata dengan nada tinggi, membuat Naruto tertawa begitupun Hinata.

"Ingat iklan itu?" Hinata mengangguk.
.
.
.

"Lihat...ini sangat cantikk...." Pekik Ino heboh saat melihat dress keluaran terbaru.

"Ini juga... Aku mau beli satu." Susul Tenten.

"Bagus warna apa ya?" Tanya Ino pada sahabatnya.

"Kita beli model sama saja gimana? Hanya beda warna." Usul Temari ketika melihat dress ini cocok untuk ke kantor.

"Tinggal dipadukan dengan cardigan." Penjaga toko pun ikut andil pembicaraan mereka.

"Begitu ya? Ah, benar juga." Seru Ino senang, otaknya sudah membayangkan betapa cantik dirinya memakai dress ini lantas dibalut dengan cardigan.

"Kalau celana kain ini cocok dengan atasan apapun, lagi trend saat ini." Usul pegawai toko lagi.

"Benarkah?" Jawab Ino, Tenten dan Temari serentak.

"Mbaknya cocok jadi penjaga toko. Punya ilmu yang langka." Seru Hinata tiba-tiba dengan memandang mba pegawai toko.

"Ilmu langka?" Tanya mereka ber-empat.

Hinata mengangguk. "Ya, ilmu cocoklogi." Mereka semua mengeryit, apa ada ilmu cocoklogi?"

"Cocoklogi apaan Hinata?" Tanya Temari.

"Ilmu mencocok-cocokan dagangan. Supaya pelanggan tertarik. Seperti tadi, dress dengan cardigan dan celana dengan apa tadi..."

Pegawai toko hanya tertawa kikuk, setelah tau jika Hinata menyindirnya.

"Cocoklogi. Dicocok-cocokin biar cocok." Kata Hinata lagi yang membuat sahabatnya merasa gak enak pada mbak penjaga toko.

"Tapi... Dress dengan cardigan masuk. Warnanya jangan sama, kita bukan anak paud yang harus berseragam."

"Hinata...!" Seru para sahabat Hinata mengundang kekehan geli dari penjaga toko serta pengunjung yang sedang berada didekat mereka.

"Sabar... Rejekine jembar."
(Sabar, rejekinya lebar.)

Setelah memutuskan untuk membeli baju tadi mereka kembali memutari mall, Hinata dengan santai menyedot Thai Thea plus Boba dan melihat sekelilingnya, siapa tau saja ada barang yang menarik perhatiannya.

Jawa JepangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang