27. Panti Asuhan
Siang ini, Caroline sudah siap dengan baju santainya. Gadis itu mengikat rambut, memakai celana pendek dengan atasan yang terbilang sangat simple. Kali ini Caroline akan melanjutkan rutinitasnya yang sempat tertunda di beberapa bulan sebelumnya.
"Apakah semuanya sudah siap, Jason?" tanyanya kepada supir pribadi miliknya.
Pria itu mengangguk. "Sudah, Nona. Kita bisa langsung jalan sekarang," balasnya.
Caroline tersenyum. Tanpa berbicara lagi, ia akhirnya masuk ke dalam mobil dan membuat Jason menancap gas lalu pergi dari sana.
Tak lama, mobil mewah itu berhenti di pekarangan, tepatnya di depan sebuah panti asuhan yang jaraknya tak jauh dari jalan raya. Dengan senyuman yang mengembang, Caroline keluar lalu berjalan menuju garasi mobil.
Di bukanya garasi tersebut hingga menampilkan setumpuk bingkisan berisi hadiah dan mainan yang nantinya akan diberikan kepada para penghuni panti. Caroline memang sering melakukan ini. Pasalnya, dulu saat Loren masih hidup--ibunya itu selalu mengajak Caroline untuk datang ke sini dan memberi sedikit hadiah untuk anak-anak panti. Namun di beberapa bulan ke belakang, akibat jadwal Caroline yang sangat padat--akhirnya Caroline baru bisa datang ke panti kali ini. Itupun tak sesering biasanya.
Dengan di bantu oleh Jason, Caroline berjalan memasuki area panti dengan menenteng beberapa bingkisan. Tepat di ambang pintu, kedatangannya langsung disambut oleh pekikan anak-anak kecil yang memang sudah tak asing lagi bagi Caroline.
"Hei! I need u all!" seru Caroline, membuat beberapa anak tersebut langsung berlari dan langsung memeluknya.
Caroline mengubah posisinya menjadi jongkok. "Look, what's I bring?" tanyanya kemudian. Tangannya kini mengangkat bingkisan yang di pegangnya sejak tadi.
"Hadiah!" balas anak-anak tersebut sambil berjerit ria. Mereka nampak sangat bahagia dengan kedatangan Caroline. Sebenarnya bukan hanya karena hadiahnya, tetapi kehadiran Caroline lah yang membuat mereka sangat senang. Caroline sudah seperti kakak mereka. Caroline baik, bahkan sangat baik sehingga bisa mencuri semua hati para anak panti.
Caroline mengalihkan pandangannya ke arah Jason, mengisyaratkan untuk membagikan bingkisan yang ia bawa.
"Wait for a minute. Kakak harus menemui Bu Ana dulu ya." Ucapannya langsung diangguki oleh mereka.
Disaat anak-anak sibuk dengan bingkisannya, Caroline terlihat bangkit lalu berjalan--masuk ke dalam panti. Ia memang sudah tak asing lagi dengan rumah ini. Rumah kecil yang dihuni oleh berpuluh-puluh anak kecil. Caroline bermimpi, ingin membangun rumah ini menjadi lebih besar dan mewah agar anak-anak panti bisa betah dan nyaman untuk tinggal di dalamnya. Sebenarnya Caroline bisa saja mewujudkannya sekarang, tetapi ia harus meminta ijin terlebih dahulu kepada Lucky.
"Caroline?"
Caroline terhenyak lalu menoleh ke arah samping. Sedetik kemudian ia tersenyum lebar. Ia kini berjalan mendekati sesosok wanita yang duduk di kursi roda dengan Lea di belakangnya.
Wanita tersebut adalah Ana--orang yang mengurus panti asuhan ini. Sementara Lea sendiri, adalah sesosok gadis yang paling tua di sini sehingga dia lah yang menjadi tangan kanan Ana.
"Kau sudah lama tidak datang ke sini," cibir Ana seraya menahan senyum.
Caroline terkekeh. "Maafkan aku, Ana. Jadwalku benar-benar padat. Aku tak sempat untuk mampir ke sini," balasnya kemudian.
"Aku tahu itu. Aku tadi hanya bercanda," kekeh Ana kemudian.
Seakan tersadar sesuatu, Caroline menyodorkan sebuah bingkisan kepada Ana. "Aku membeli beberapa hadiah kecil untukmu. Oh iya," Caroline mengalihkan pandangannya ke arah Lea lalu berkata, "Bingkisanmu ada di luar bersama anak-anak. Kau boleh membawanya. Biar Aku yang menjaga Ana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Call Me, Sebastian [END]
Misterio / SuspensoFantasy - Romance - thriller • • • • • • • • • • • • • • • • • • • Sebastian Logan Tyler. Cowok misterius yang berhasil mengusik hidup Caroline Lorender. Kehadirannya membuat kehidupan gadis ini menjadi tidak tenang. Apalagi ketika cowok itu hampir...