18. Began to Know

1.2K 188 1
                                    

18. Mulai tahu

Sebastian mengedarkan pandangannya ke kiri dan kanan. Setelah memutuskan, akhirnya ia bisa kembali tiba di Rumah sakit. Matanya menyipit--menyiratkan bahwa dirinya tengah mencari sesuatu. Sementara tangannya terus mengepal, menahan semua rasa resah yang berkumpul di dalam hatinya.

"Where are you?" desisnya kemudian.

Pandangannya kini beralih untuk menatap tanah. Lalu tanpa berkata lagi, dirinya mengubah posisinya menjadi jongkok seraya mengambil sebagian kecil dari tanah kemudian mengendusnya.

Mata Sebastian memejam. Lelaki ini nampak memikirkan sesuatu. Selanjutnya ia kembali bangkit dengan rahang yang sudah mengeras.

"Berani-beraninya mereka mengambil Carolineku," geram Sebastian. Matanya yang awalnya tajam pun kian semakin menajam. "Aku tidak akan tinggal diam lagi. Tidak akan."

***

"Dari mana kau mendapatkan kalung ini?"

Caroline menepis tangan pria berumuran tiga puluhan itu dari kalungnya. Ia berusaha menutupi ketergugupannya dengan kembali memasukkan kalung tersebut ke dalam kerah bajunya.

"Apa yang kau mau dariku?" tanya Caroline, berusaha mengalihkan topik pembicaraan. Pasalnya, ia sudah berjanji kepada Sebastian bahwa dirinya tidak akan menceritakan apapun tentangnya kepada orang lain.

Mata pria itu mulai menajam, menatap Caroline secara mengintimidasi. "Dari mana kau mendapatkan kalung itu?" Pertanyaannya kini penuh dengan penekanan, membuat Caroline semakin gugup karenanya.

"Itu bukan urusanmu!"

Pria ini tersenyum smirk, merasa tertantang dengan tingkah Caroline saat ini. "Tentunya itu urusanku. Dan akan selalu menjadi urusanku."

Alis Caroline bertaut, mencoba mencerna arti dari kata-katanya tetapi tidak bisa. Ah, kenapa ucapan pria itu selalu terdengar ambigu di telinga Caroline?

"Apa maksudmu?" tanya Caroline, menjeda pertanyaan kemudian melanjutkannya kembali. "Sebenarnya siapa kau? Aku belum pernah menemuimu sebelumnya," terkecuali dalam mimpi, lanjut Caroline dalam hati.

Pria itu sempat terdiam sesaat, memikirkan apa yang akan dilakukannya sekarang. Dirinya lalu menyilangkan kedua tangannya di atas dada lalu berkata, "Aku ingin kau menjadi bangsaku, Aku membutuhkanmu."

Caroline benar-benar tidak mengerti dengan semua ucapan yang terlontar dari mulut pria itu. Inginnya, ia bertanya namun terhenti ketika pria itu malah kembali mengeluarkan suara.

"Aku Xander---pemimpin dari semua vampier di wilayah ini." Ucapannya kali ini sukses membuat mata Caroline melebar. "Aku ingin kau, bergabung dan menjadi bangsa kami."

Caroline menggeleng cepat. "Aku tidak mau dan tidak akan pernah mau!" tolaknya mentah-mentah.

Xander tersenyum miring, merasa tak terkejut dengan jawaban dari Caroline yang memang sudah diduganya. "Kau akan mendapatkan kedudukan yang tinggi jika kau mau menjadi bagian dari kami. Kau akan dihormati dan-"

"Aku tetap tidak mau!"

Xander menghembuskan nafasnya dan beralih untuk meredupkan pandangannya. "Jika kau menjadi vampier, kau akan hidup abadi," jelasnya, namun tak berhasil membuat dinding pertahanan Caroline goyah.

"Aku tidak peduli! Aku tidak ingin merubah takdirku," kukuh Caroline.

Xander tertawa renyah. Tangannya kini menarik kursi yang sempat ditempati oleh Caroline kemudian menempatkan dirinya di sana. Salah satu kakinya menumpang di kakinya yang lain, sementara matanya terus menatap Caroline yang masih setia berdiri di depannya. "Ternyata kau sama keras kepalanya dengan Loren," kekehnya kemudian.

Call Me, Sebastian [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang