39. Tolong katakan bahwa Aku sedang bermimpi
Sebastian mulai tersadar di tempatnya. Lelaki ini mencoba untuk bangkit namun tak kuasa karna menahan rasa nyeri di kepalanya. Pukulan itu ... membuatnya hilang kesadaran dan jatuh pingsan. Namun sebelum pingsan, Sebastian masih sempat melihat siapa sosok yang menyerangnya itu.
Dia adalah Nick. Lelaki itu memukulnya dengan sangat keras sehingga mampu membuat Sebastian terpental. Tapi Sebastian bersyukur, karna jika Nick tidak menghentikannya, Sebastian pasti akan membenci dirinya sendiri karna ia hampir saja melukai Caroline dengan taringnya. Untunglah, hal itu tidak terjadi. Karna jika sampai terjadi, Sebastian tidak akan memaafkan dirinya sendiri.
Sebastian mencoba untuk bangkit seraya memegangi kepalanya yang terasa sangat sakit. Namun, belum sampai mengambil langkah, pergerakannya terhenti karna ia tersadar bahwa salah satu kakinya telah dililit oleh sebuah rantai besi. Hal itu membuat Sebastian sadar, bahwa kini ia tidak akan bisa keluar dari ruangan itu dengan mudah.
"Sial. Bagaimanapun caranya, aku harus bisa keluar dari ruangan ini." Sebastian bermonolog. Sementara tangannya terlihat mengepal. "Aku akan membawamu pergi jauh dari sini. Aku tidak akan membuatmu menderita lagi, Caroline."
***
"Waktu itu Xander menculik Ibumu, dan membawanya ke sini."
Caroline mendengarkan Nick yang mulai bercerita dengan seksama. Ia dan Nick sudah kembali ke ruangan tadi, karna Caroline meminta Nick untuk segera pergi dari ruang bawah tanah. Sebenarnya, Caroline tidak ingin meninggalkan Ibunya tetapi mengingat tempat itu yang terkesan sangat killer membuat Caroline ingin segera pergi dari sana.
"Tapi, aku melihat sendiri bahwa jasad Ibu sudah dikubur dan-"
"Xander membongkar kuburannya," potong Nick, disambut dengan pelototan dari Caroline.
"Apa? Apa dia senekat itu?"
Nick mengangguk. "Iya, karna dirinya yakin bahwa Ibumu itu tidak benar-benar mati. Dan ternyata dugaannya memang benar. Jantung Ibumu berhenti karna dia tidak meminum darah sebagaimana mestinya," jelasnya kemudian.
"Darah?" Dahi Caroline mengernyit. "Ibu bukan vampier. Dia tidak memerlukan darah!" sambungnya lagi.
Nick tersenyum kecil. "Kau tidak tahu apa-apa, Caroline," desis Nick.
Caroline membenarkan posisi duduknya seraya sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Nick. "Jelaskan semuanya kepadaku, Nick."
Nick menggaruk pelipisnya, menatap Caroline dengan tatapan geli. Ia sangat gemas ketika melihat Caroline yang nampak antusias mendengar jawabannya.
"Jadi begini, Caroline." Nick berdehem sesaat, lalu menetralkan raut wajahnya. "Saat kau berumur empat tahun, sementara aku berumur tujuh tahun, Ibumu datang menemui Xander. Dia terlihat begitu marah ketika Xander bilang, bahwa dia ingin merebut kau darinya."
"Merebut aku?" ulang Caroline. Nick mengangguk.
"Waktu itu, Ibumu masih menjadi manusia, sementara Xander--dia itu sudah menjadi seorang vampier dari sejak ia kecil. Dan ... sebelum bertemu dengan Ayah tirimu, Ibumu itu sudah mempunyai hubungan dengan Xander. Hingga alhasil dia mengandung, yaitu kau," jelas Nick.
Caroline terdiam di tempatnya. Entah kenapa dadanya merasa sesak ketika ia mengetahui bahwa dirinya bukanlah anak dari Lucky. Tapi, kenapa ... kenapa Lucky begitu baik kepadanya? Kenapa Lucky malah menjadi Ayah terbaik untuknya?
Kenapa, kenapa Caroline baru bisa mengetahuinya sekarang, saat dia telah pergi meninggalkannya?
"Lalu apa yang terjadi?" balas Caroline dengan nada yang sangat pelan. Dirinya berusaha untuk menahan buliran air mata yang mulai menutupi matanya.
"Saat kau lahir ke dunia, Ayah dari Xander yaitu Ethan tidak menyetujuinya. Ia sangat menentang hubungan antara Vampier dan manusia. Ia mengancam, bahwa dia akan membunuhmu jika Xander tak segera memutuskan hubungannya dengan Ibumu," ucap Nick. Tangannya kini terulur untuk menyeka air mata yang mulai membasahi pipi Caroline. "Karna terpaksa, Xander akhirnya menyuruh Ibumu pergi dari sini. Akhirnya mereka berdua berpisah. Tetapi tak lama setelah itu, Xander mendengar berita bahwa Ibumu telah menikah, yaitu dengan Lucky--Ayah tirimu," lanjutnya kemudian.
"Xander marah. Ia merasa terkhianati. Karna itulah, ia kembali mencari Ibumu dengan niat ingin merebutmu darinya." Nick menatap Caroline dengan intens, sekaligus memeriksa apakah nantinya gadis ini akan sanggup mendengar ceritanya lagi. "Namun, karna Ayah tirimu itu sangat kaya raya, Ibumu memanfaatkan hal tersebut dengan memperketat penjagaannya. Dia meminta Lucky untuk memberikan perhatiannya khusus kepadamu dengan mengarahkan para bodyguardnya untuk menjagamu," sambungnya.
Pantas saja, Papa memberikan banyak bodyguard dan pelayannya hanya untuk menjagaku. Caroline berbicara dalam hati. Ia memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Hal itulah yang membuat Xander kesusahan untuk merebutmu," ujar Nick, lagi.
"Lalu, Apa hubunganmu dengan Xander?" Kali ini Caroline yang bersuara. Ia kembali menoleh ke arah Nick.
Nick mengulum senyum. "Aku adalah anak angkatnya. Orang tuaku telah mati, karna ia bunuh. Mungkin karna merasa bersalah, ia mengangkat aku menjadi anaknya," balasnya tanpa beban.
"Kau tidak membencinya?"
Nick menggeleng kecil. "Dia begitu baik kepadaku. Dia memberikan semua yang aku mau. Bagaimana bisa aku membencinya?"
Caroline menyipitkan matanya, berusaha mencari kebohongan di dalam mata Nick tetapi ia tidak menemukannya. Lelaki itu nampak tulus dengan ucapannya.
Caroline menormalkan ekspresinya seraya memainkan jemarinya dengan asal. "Erm ... kenapa sekarang Ibuku di kurung dan ..." Caroline menghela nafasnya sebelum melanjutkan kalimatnya. "Keadaannya begitu buruk?"
Nick merapatkan bibirnya sesaat sebelum menjawab, "Semenjak Xander membawanya di dalam kubur, Ibumu seperti ... kehilangan akal. Dia seperti hilang kendali. Mungkin itu efek karna dirinya yang terlalu lama menahan diri untuk tidak meminum darah."
"Bagaimana bisa Ibuku menjadi seorang vampier?" tanya Caroline.
"Xander yang mengubahnya. Ia begitu kesal ketika Ibumu tetap bersikukuh untuk tidak memberikanmu kepadanya," balas Nick.
Caroline menggigit bibir bawahnya. Ucapan Nick membuatnya kembali teringat dengan sebuah mimpi yang sempat dialaminya saat di rumah sakit. "Xander ingin merebutku untuk merubahku juga, kan?" terkanya.
Nick tersenyum kecil lalu mengangguk. "Bagaimana kau tahu?"
"Aku pernah bermimpi seperti itu." Caroline menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Di sana aku melihat dia menancapkan taringnya di leher Ibu. Dia sungguh jahat," desisnya kemudian.
Nick menggeleng, menyalahkan ucapan Caroline. "Xander tidak jahat. Dia justru ingin membuat kau dan Ibumu terbebas dari semua masalah yang terjadi saat kalian menjadi manusia," elaknya.
Caroline berdecak. "Jadi maksudmu, saat aku menjadi vampier nanti, tidak akan ada masalah yang menerpaku, begitu?"
Nick terdiam di buatnya. Ia menghela nafasnya lalu meraih tangan Caroline sebelum gadis itu dengan cepat menepisnya. Ia sedikit kaget ketika gadis itu tiba-tiba berdiri dan berkata,
"Bawa aku untuk menemui Xander, sekarang."
__________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Call Me, Sebastian [END]
Misterio / SuspensoFantasy - Romance - thriller • • • • • • • • • • • • • • • • • • • Sebastian Logan Tyler. Cowok misterius yang berhasil mengusik hidup Caroline Lorender. Kehadirannya membuat kehidupan gadis ini menjadi tidak tenang. Apalagi ketika cowok itu hampir...