Langkah alvan terdengar menggema kala memasuki rumah megahnya, menarik perhatian kedua insan yang sedang bercengkerama, namun tak pelak alvan mengabaikan dan melewati mereka begitu saja, mereka yang notabenya adalah orangtua alvan sendiri
"Alvan! dari mana aja kamu" kata nina sambil berdiri dari duduknya membuat alvan menghentikan langkahnya
"Main" jawab alvan singkat lalu kembali melanjutkan langkahnya
"Alvan, mama belum selesai ngomong sama kamu!" kata nina dengan nada bicara yang naik satu oktaf
"Mau ngomong apa lagi sih ma?" kata alvan sambil membalikan tubuhnya dengan tatapan malas
"Mama udah bilang ke kamu supaya pulang awal. Papa kamu baru pulang dari luar kota nak, Seenggaknya kamu salam dulu" kata nina sambil memegang tangan alvan, entah bagaimana lagi ia harus bisa bersikap agar hati alvan kembali melembut
Alvan pun menatap mamanya sekilas kemudian menghampiri ayahnya, dan menyalaminya
"Udah pulang om?" kata alvan sambil menatap tepat pada manik mata firman, ayahnya
"Alvan, ayah sudah bilang jangan panggil om. saya ini sudah resmi jadi ayah kamu" kata firman dengan tatapan sendunya, berusaha memberi pengertian alvan
"Om resmi jadi suami mama saya, bukan ayah saya" kata alvan sambil tersenyum sinis dan melenggang pergi, namun nina langsung mencegahnya dengan mencekal tangan alvan
"Sampai kapan kamu mau kayak gini nak? Apa kamu gak bisa sopan sedikit sama orang tua kamu sendiri" kata nina dan menurunkan cekalanya untuk menggenggam tangan alvan
"Cih, Alvan udah kehilangan orang tua alvan sejak 4 tahun yang lalu. Sejak papa meninggal, dan sejak mama lebih milih dia dan ngehianatin papa" kata alvan sambil menunjuk firman dengan mata yang berkilat
"Alvan!" teriak nina sambil mengangkat tanganya hendak menampar alvan, namun tanganya terhenti diudara saat alvan menatapnya sendu
"Mama kalo mau nampar alvan silahkan, atau mama juga mau ngirim alvan ketempat papa? dengan senang hati alvan bakal dateng" kata alvan kemudian menaiki tangga untuk pergi ke kamarnya
Alvan membanting pintu kamarnya keras lalu melemparkan tasnya asal ke ranjang, kemudian dia langsung memasuki kamar mandi, menanggalkan semua pakaianya dan mulai mengguyur seluruh tubuhnya dengan air dingin
Dinginya air yang seolah merombak masuk kedalam kulitnya tak menjadi masalah bagi alvan, berharap air ini dapat mendinginkan hati dan kepalanya yang sedang memanas
Mungkin dirinya akan terus begini, selama firman ada dirumah. Pulang malam, berdebat dengan mamanya dan yang terakhir membuat mamanya menangis, bagian yang paling alvan benci, Alvan benci melihat mamanya menangis.
Seperti tadi, alvan melihat bulir bening itu menggenang di pelupuk mata mamanya, dapat dipastikan sekarang nina sedang menangis didekapan Firman, menangis karena alvan. Dalam hati kecil alvan ia sangat ingin mengusap air mata mamanya dan memeluknya erat, tapi kebencian atas kepergian papanya jauh lebih besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between us
Teen FictionTentang cinta, persahabatan, keluarga, dan penghianatan Putri, gadis lugu dan polos yang tidak ingin mendapat sorotan dalam hidupnya justru bertemu dan berteman dengan nadien, gadis yang sempurna dan selalu menjadi pusat perhatian Semua berjalan den...