Sinar senja yang mulai menggelap jatuh menimpa kedua remaja itu. Masih ditempat yang sama, di atas montor sambil membelah jalanan yang senggang. Angin yang berhembus membuat dedaunan dan rerumputan menari, seolah menertawakan keheningan yang terjadi antara dua remaja itu, padahal senja sedang mengerling mesra diatap langit sana.Sebenarnya ada kata yang sulit terucap, ada bibir yang enggan bicara, dan ada rasa yang enggan tuk diam. Terkadang, putri ingin menjadi angin, bergerak semaunya, bebas menentukan arahnya, bebas mengekspresikan perasaanya. Tapi terlalu sulit bagi putri, dia hanya putri, orang yang hanya bisa memendam tanpa mengungkap walau hanya satu kata, tapi ia tak bisa berpaling, karena semua arah membiaskan kesempurnaan pria didepanya, yang bersinar layaknya senja yang menjingga di langit sore.
Lamunan putri terhenti saat alvan memberhentikan montornya di pinggir sebuah taman, putri pun turun dari montor alvan dan disusul alvan setelahnya
"Kok.. Ketaman kak?" tanya putri sambil berjalan menyusul alvan yang sudah berjalan kearah bangku taman
"Gue belum mau pulang" kata alvan sambil duduk dibangku taman tersebut
"Kenapa?" tanya putri dan duduk disamping alvan, tidak benar benar disamping karena putri memberi jarak dengan alvan
"Males aja" kata alvan sambil bersandar pada sandaran bangku tersebut, Putri pun berguman sebagai jawaban. Ia kemudian mengedarkan pandanganya, menatap lampu lampu taman yang mulai menyala karena gelap sudah mulai menyapa
"Lo gak masalah gue ajak kesini?" tanya alvan sambil menoleh sekilas pada putri
"Gak papa kak, sekalian istirahat" kata putri dan ikut menyenderkan punggungnya
Putri perlahan menutup matanya, menikmati hembusan angin yang membelai wajahnya, begitu sejuk hingga seolah membuat semua penat hilang
Sementara itu, alvan menolehkan wajahnya menatap wajah polos putri yang begitu tenang, Angin yang menerpa wajah membuat beberepa anak rambutnya beterbangan, cantik dan lugu.
Berada di dekat gadis ini sungguh membuat rindu alvan semakin membuncah, rindu pada gadisnya.
Amora, aku janji. Aku pasti nemuin kamu dalam waktu dekat, gak peduli sekeras apapun mama ngelarang aku-batin alvan berjanji, janji pada gadisnya, amora.
"Kenapa kak?" tanya putri saat mendapati alvan menatapnya lekat
"Ehh,, gak papa ra" kata alvan sambil gelagapan memalingkan wajahnya
"Ra? ra siapa?" tanya putri dengan dahi mengernyit, alvan pun menutup matanya sekilas dengan menggertakan giginya, sadar ia salah. Ia salah dengan menyamakan putri dan amora, alvan tahu ia salah. Tapi ia tidak bisa berhenti, karena hanya dengan begitu rindunya pada amora sedikit terobati
"Bukan siapa siapa, salah fokus aja tadi" kata alvan kemudian
"Kalo boleh tahu, kenapa kakak tadi mukulin kak irham?" tanya putri setelah sekian lama hening
"Dia gak sopan" jawab alvan singkat sambil menatap lurus kedepan, putri memincingkan matanya sambil menatap alvan heran. Gak sopan yang kayak gimana maksudnya? bukanya kak alvan sendiri juga jauh dari kata sopan?, mungkin begitulah pertanyaan dari putri yang ia tahan dihatinya
"Kakak tadi nganterin aku pulang, karena takut dilaporin guru sama wulan kan?"
Alvan menatap putri sekilas dan mengangguk sebagai jawaban
"Nah, dengan mukulin kak irham kak alvan bisa aja dilaporin ke guru, lebih berat malah hukumanya" kata putri antusias, ia tak ingin terus berdiam, setidaknya ia harus menegur alvan, walau cukup hanya kali ini saja. Alvan terkekeh sinis sambil mengalihkan pandanganya, membuat putri gugup

KAMU SEDANG MEMBACA
Between us
Novela JuvenilTentang cinta, persahabatan, keluarga, dan penghianatan Putri, gadis lugu dan polos yang tidak ingin mendapat sorotan dalam hidupnya justru bertemu dan berteman dengan nadien, gadis yang sempurna dan selalu menjadi pusat perhatian Semua berjalan den...