Perhatianmu membuatku tahu bagaimana rasa nyaman.
Di saat aku pilu, kau berlabuh dan menaburkan sejuta senyuman demi menghapuskan satu kesedihan.
~Syifa***
Dito dengan sabarnya merawat diriku yang begitu lemah. Sementara Aisyah, ia sudah pulang lebih dulu, karena sudah ditunggu oleh sopir.
Kejadian tawuran seperti ini memang kerap terjadi. Namun, tahun ini merupakan tawuran yang terparah. Oleh karena itu, aktivitas kegiatan belajar mengajar dihentikan. Aku akan ditemani oleh Dito sampai rumah. Awalnya aku menolak, tapi ia tetap bersikeras."Sini! Pengang tanganku!" perintah Dito yang langsung membuatku membulatkan mata.
"Tidak boleh!"
Aku langsung sedikit menjauh dari dia. Apa dia sudah gila? Berdekatan saja sebenarnya tak boleh. Dia menatapku dengan tajam. Astaga, Syifa benar-benar mati kutu.
"Cepat, Syifa! Aku takut kamu kenapa-napa," ucap Dito yang tiba-tiba bersimpuh di depan diriku.
Aku shock sekali. Walau sudah diperbolehkan pulang, tapi tetap saja keadaan sekitar masih rame oleh para siswa dan siswi lainnya. Terlebih, banyak pula dari mereka yang melihat ke arah kami.
"Aku ti—"
"Hey, kalian! Kalian pacaran, tapi nggak tahu tempat. Kasihanilah kita yang masih menyandang kata jomblo. Ini aku kasih aqua." Siswi tersebut menyodorkan sebotol aqua.
Aku dan Dito hanya bisa diam dan membisu. Entah mengapa situasi seperti ini tiba-tiba saja membuat pipiku memanas? Dito, bila saja tak ada kata dosa, maka Syifa akan menggantung dirimu di pohon mangga.
"Ambil!" seru siswi itu menyadarkan keterdiaman aku dan Dito.
"Terimakasih," ucap Dito sembari mengambil alih botol tersebut. Siswi tersebut menggangguk dan diiringi oleh senyuman. Senyuman dia kenapa manis, ya? Syifa takut Dito suka. Hiks, ada apa dengan diri Syifa?
"Ayo guys cabut! Jangan ganggu mereka yang lagi kasmara." Siswi itu langsung menggiring teman-temannya untuk pergi. Namun, baru beberapa langkah, tiba-tiba saja dia berbalik dan mengedipkan sebelah mata.
Aku melihat Dito yang sepertinya tengah terpaku dengan tindakan siswi itu. Astaga kenapa tiba-tiba gerah, ya? Dengan gesit, aku mengambil botol meneral itu dari tangan Dito. Dito pun langsung terkejut dan menoleh padaku.
"Syifa haus," ucapku yang langsung meneguk air itu hingga tersisa separuh.
Dito menatap aneh padaku. Dia pula langsung mengambil botol yang masih berisi air itu. Dia membuka secara perlahan dan langsung meneguk air itu sampai habis. Aku kaget bukan main. Botol itu bekas bibirku. Apa yang dilakukan oleh Dito? Astaghfirullah.
"Dito itu bekas bibir Syifa," ucapku yang masih begitu tak percaya.
"Emang kenapa?" tanya dia sembari memicingkan mata.
"Harusnya kamu jijik, Dito." Aku memegang pelipis yang seketika berdenyut.
"Nggak ada kata jijik di kamus Dito, bila itu tentang Syifa. Kamu tahu atau nggak rasa air ini?" tanya Dito dengan tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Beda Agama [END]
Novela JuvenilNyatanya rasa yang pernah ada harus berangsur-angsung pudar ditelan oleh kenyataan. Pada dasarnya, aku dan kamu takkan pernah bisa menjadi kita. Ingin mengukir kisah ini dalam diam. Menyebut namamu dalam doa. Meyakinkan hati, bahwa mencintai bukan b...