Entah mengapa rasanya seperti menikmati aromaterapy? Nyaman dan damai ketika melihatmu disambut hangat oleh malaikat tak bersayapku.
~Syifa.***
Aku keluar dari kelas Dito dengan menundukkan kepala. Jujur saja, aku sangat malu saat ini. Bukan karena celana yang aku pakai kedodoran, justru aku suka itu, karena tidak membentuk lekuk tubuh. Namun, karena ini kali pertamanya diriku memakai celana milik cowok.
"Dito!"
Aku memanggil Dito yang sedang sibuk membelakangi diriku sembari memainkan smartphone-nya. Dia langsung berbalik menatap diriku. Seketika, dia terbahak. Entah apa yang lucu, perasaan tidak ada.
"Kenapa tertawa, ish?"
"Kamu lucu. Kayak tenggelam gitu pake celanaku,"
Tak henti-hentinya dia menertawaiku. Aku langsung menatap ke arah bawah sembari mengontrol kekesalan. Ish, yang benar saja, celana Dito memang sangat besar. Aku hanya bisa bernapas gusar.
"Terus aja ngetawain Syifa!" seruku yang teramat kesal.
"Lucu, sih," jawab Dito dengan kekehan.
"Iya, lucu. Puas?"
"Tapi aku suka. Apa-apa yang menyangkut Syifa, Dito pasti suka!"
Lagi-lagi pipiku merona. Berdekatan dengan Dito selalu saja membuatku seperti ini. Lama-lama aku menjadi saudara kepiting rebus.
"Ayo pulang!"
Ajakku padanya sembari melangkah pergi. Namun, baru selangkah saja aku tersandung, karena menginjak bawahan celana Dito yang kepanjangan. Untung saja hidung dan bibir ini tidak mencium lantai, karena dengan sigap Dito menahan tubuhku.
Seketika, pandangan kami bertemu. Jarak antara kami berdua saja sepertinya semu. Bahkan, aku bisa merasakan hembusan napas Dito. Aku terpana melihat betapa sempurnanya makhluk ciptaan Allah ini. Sungguh, dia seperti sudah memikat hati ini terlalu kuat. Dia tersenyum, dan senyuman itu sungguh manisnya minta ampun, sampai-sampai gula pasir kalah manisnya.
Astaghfirullah ....
Demi apapun Syifa lalai, Ya Allah. Aku langsung saja beringsut menjauh dari dekapan Dito.
"Maaf, nggak sengaja!" ucap Dito sembari mengangkat dua jari ala pis.
Aku hanya diam saja. Entah diri ini bingung harus bersikap bagaimana. Seketika, suasana menjadi canggung. Kami berdua terdiam dan bergelanyut dengan pikiran masing-masing. Kapan pulangnya?
"Ma--mari pulang!" seruku yang entah mengapa jadi tergagap.
"Tunggu!"
Dito mendekat dan langsung berjongkok dihadapanku. Aku bingung dia mau berbuat apa. Tanpa diduga, tangannya terulur untuk menggulung celana yang panjangnya bahkan mampu menutupi sepatu yang ku kenakan. Kenapa sweet sekali perlakuan dia terhadap diriku? Jika terus-menerus seperti ini, jujur saja, makin cinta diriku.
"Selesai," ucapnya yang langsung berdiri sembari menggandeng tanganku.
"Nggak boleh, Dito!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Beda Agama [END]
Novela JuvenilNyatanya rasa yang pernah ada harus berangsur-angsung pudar ditelan oleh kenyataan. Pada dasarnya, aku dan kamu takkan pernah bisa menjadi kita. Ingin mengukir kisah ini dalam diam. Menyebut namamu dalam doa. Meyakinkan hati, bahwa mencintai bukan b...