Kita masih belum bisa terikat satu sama lain. Namun, kamu sudah menjadikan diriku magnet yang nyatanya hanya mampu menarikmu. Tak boleh ada orang lain yang menjadi kutub utara, bila diriku yang menjadi kutub selatan.
~Syifa***
"Dito, jangan begitu!" sergahku menanggapi perkataannya, entah yang ia katakan itu sebatas gurauan belaka, atau memang serius. Aku tak tahu.
"Kenapa? Atau mau langsung aku lamar, ya?"
Lagi-lagi dia menggoda. Aku hanya bisa memutar bola mata jengah. Bukannya sombong, tapi aku sudah tak tahu lagi mau melakukan apa selain memutar bola mata.
"Ish, jangan bercanda mulu! Syifa tak suka!"
Aku langsung melangkah pergi menjauhi Dito. Demi apapun, aku sangat kesal sekali hari ini. Pagi tadi sudah dibuat menangis dan bingung oleh Aruna dan Dito. Sekarang? Lihatlah! Dito tak berubah sama sekali.
"Aku serius, Syifa!"
Langkah kaki ini terhenti begitu saja, setelah mendengar perkataannya. Sungguh, seperti inikah situasi saat seorang cowok sedang menembak cewek? Aku berbalik dan menatap sebentar kedua mata Dito untuk mencari kepastian.
"Carilah kebohongan di mataku! Kamu tak akan pernah menemukannya, karena aku sangat serius!"
Benar kata dia! Tak ada kebohongan yang terlihat, melainkan keseriusan yang terpancar jelas dari mata teduh itu. Kenapa rasanya sakit, ya? Tidak mungkin aku menerima cinta dari Dito walau aku tak munafik dan mengakui bahwa aku juga mencintainya. Namun, bayangan wajah lelah Ayah tengah menghampiri.
Aku tak mau lagi menambah dosa untuk Ayah dengan menjalin hubungan dengan lawan jenis. Aku tak mau menambah beban beliau di akhirat kelak. Memikirkan itu membuat air mata ini kembali jatuh. Aku memang ingin menjadi gadis sholeha dan menjadi pelindung untuk meruntuhkan dosa kedua orang tua dengan cara menjadi anak yang berbakti dengan mereka dan juga dengan ajaran agama.
"Kenapa menangis?" tanya Dito sembari mendekat.
"Ingin saja!" ucapku parau.
"Aku ingin jawaban darimu, bukan tangisan yang selalu membuat hatiku nyeri saat melihatnya."
Dito, maafkan aku! Aku belum bisa menerima semua itu. Aku tak mampu melawan kehendak atas pendirianku sendiri. Aku ingin menjadi perempuan yang taat terhadap agama. Walau harus ku korbankan rasa cinta ini. Percayalah! Bila kelak kita berjodoh, maka kita akan bersama.
"Maaf, bisakah kita berteman saja?" tanyaku pelan.
Dia menatapku sendu seolah menyalurkan rasa yang ada.
"Kenapa?" tanyanya lemah.
"Pacaran tidak diperbolehkan dalam ajaran agama! Kamu mengerti 'kan, Syifa bukannya menolak, tidak sama sekali! Jujur saja, Syifa juga cinta sama Dito. Namun, Syifa juga tak berdaya bila ingin melawan ajaran itu."
Semoga Dito paham dengan apa yang aku maksud. Semoga saja ia tak kecewa. Maka dari itu, sudah dua kali ini aku mengutarakan bila aku juga mencintai dia.
Dia tersenyum simpul dan maafkan diri ini yang tengah menatap Surga dunia itu."Baiklah, Syifa. Aku paham dan aku akan setia menunggu kamu siap menerima cintaku. Love you beibeh!"
Alhamdulillah. Dito bisa memahami semuanya. Aku sangat bersyukur. Perlahan, dia semakin mendekat padaku. Mengulurkan jemari tangannya untuk mengusap sisa air mata ini. Kali ini tak ada tisu yang membatasi kontak langsung antara kami. Aku langsung mundur dan menatapnya sendu agar ia mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Beda Agama [END]
Fiksi RemajaNyatanya rasa yang pernah ada harus berangsur-angsung pudar ditelan oleh kenyataan. Pada dasarnya, aku dan kamu takkan pernah bisa menjadi kita. Ingin mengukir kisah ini dalam diam. Menyebut namamu dalam doa. Meyakinkan hati, bahwa mencintai bukan b...