08. Feeling

91 8 0
                                    

Hari ini ponselnya sudah menerima telepon dari Anna sekitar dua puluh empat kali sejak pagi tadi. Kejadian kemarin membuat pria dua puluh sembilan tahun ini tidak ingin lagi kembali ke rumah Anna.

Di dering ke dua puluh lima, Samuel akhirnya mengangkat panggilan sang kakak.

"Sam?"

Samuel tak menjawab, tapi Anna tahu bahwa adiknya itu mendengarkan.

"Listen, aku mengatur makan malam dengan Carol. Hanya kau dengannya."

Masih diam.

"...Sam? Kau diam, kuanggap setuju. Besok jam tujuh malam,"

"Apa tujuanmu, Anna?" gumam Samuel.

"Menjodohkanmu dengannya." jujur Anna.

"Ini tidak akan berhasil."

"Sampai kapan kau menjadi egois? Anak-anakmu butuh orang tua yang lengkap, Sam."

"Shut up! Kau bahkan tidak tahu apa yang anak-anakku rasakan, kau hanya melihat cover mereka, Anna. Mereka tidak butuh Ibu, mereka punya segalanya disini."

"Da—"

Tut.

Samuel memijat pelan pelipisnya. Mendengar tuntutan Anna agar dia segera memiliki istri benar-benar membuatnya pusing. Selama ini dia tinggal dengan para pelayan, orang tuanya sibuk bekerja, jadi dia hanya tahu sedikit rasanya tentang bersama keluarga.

Apa benar anak-anaknya perlu sosok Ibu?

Sejujurnya, dia tidak tahu kenapa bisa sampai marah kepada Anna. Mendengar Anna akan menjodohkannya dengan wanita yang sama sepuluh tahun lalu.

Wanita yang membuatnya lupa rasanya jatuh cinta.

******

Anna menggerutu.

Dengan kesal Anna duduk, sambil terus mengetik pesan kepada Samuel. Tom yang melihat tingkah istrinya hanya bisa menghela napas. Untuk saat ini, dia tidak ingin ikut dalam rencana Anna. Bisa jadi Samuel sudah menetapkan hati pada wanita itu atau memutuskan untuk membesarkan anaknya sendiri.

"Sudahlah, Anna. Sam sudah dewasa, dia tahu apa yang sedang dikerjakan." ujar Tom sambil menarik ponsel Anna.

Bibir wanita itu mengerucut, kesal akan penuturan sang suami.

"Fisiknya saja yang besar," cibir Anna.

Lembut, tangan Tom merengkuh pundak Anna. Menatapnya dengan dalam, tatapan yang selalu Anna benci karena hatinya terus berdebar. Anna mengalihkan tatapannya, tidak mau jatuh lebih dalam ketatapan Tom.

Tom terkekeh, Anna masih sama seperti sembilan tahun dulu mereka bertemu. Luarnya saja yang terlihat garang, tapi di dalam ada sebuah anak kucing yang polos.

"Tom, apa menurutmu Agatha itu baik?" tanya Anna, sambil memposisikan tubuhnya lebih dekat ke arah Tom. Jari lentiknya membuat pola tak beraturan di dada sang suami, membuat Tom terkekeh geli.

"Bagaimana denganmu?"

"Dia baik, tapi keadaan membuat dia harus bersikap yang sebaliknya."

Tom mengelus pelan kepala dan perut Anna, "Ya, dia baik. Agatha hanya berlari tanpa henti, tidak pernah menoleh kebelakang, bahkan kebawah, dimana setiap hal bisa membuat wanita itu terjegal lalu jatuh."

Good PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang