Aku Yang Dianggap Sebagai Pengganggu

17 3 0
                                    

Sudah seminggu ini Glendis tidak menemukan sosok gadis kecil yang sempat mampir di kamarnya.

Sudah seminggu ini pula ayah tidak pulang ke rumah. Entah apa pasalnya, yang jelas, sejak Glendis menginap di kamar Bunda, Bunda sedikit lebih perhatian dari biasanya. Tentu saja hal itu membuat gadis tomboy berlesung pipi itu betah di rumah.

Seminggu ini dia kembali merasakan hidup dan diperlakukan layaknya manusia. Namun, ternyata semesta benar-benar kejam. Tidak membiarkan gadis itu bahagia lebih lama. Bahkan 'sedikit' saja?

Sepulang kuliah tadi Glendis sudah menemukan mobil ayah terparkir rapi di bagasi rumah.

Gadis itu menahan napas sebelum memasuki rumah yang kembali terlihat seperti neraka. Ya, terlihat seperti itu dimata Glendis sejak gadis itu melihat kendaraan berwarna hitam itu_mobil ayah.

Gadis itu membuka pintu rumah dengan pelan. Berharap tidak menemukan sesuatu yang selalu Glendis hindari, seperti pertengkaran misalnya?

Perlahan, pintu besar itu menganga. Menampakkan pemandangan bagi sang pembuka pintu.

Glendis memang tak menemukan pertengkaran. Yang terlihat oleh mata hitam legam itu justru pemandangan yang bisa dibilang, indah?

Di sana, terlihat jelas dari depan pintu rumah, ekor mata Glendis menangkap sosok Ayah, Bunda, dan Meysia tengah menonton televisi di ruang tengah layaknya keluarga bahagia. Atau memang, bahagia? Tanpa Glendis tentunya.

Tunggu! Bukankah Bunda sudah berubah? Ya, Bunda sudah berubah, 'kan? Tidak seperti beberapa tahun belakangan lagi.

Hati Ayah juga sepertinya sedang didekap oleh malaikat_rautnya terlihat tenang. Hati Glendis menghangat. Sepercik letupan itu benar-benar mengusir kelabu dalam dada.

Lihatlah! Garis melengkung sudah menghiasi wajah berlesung pipi itu.

Glendis menutup pintu dan segera menuju ruang tengah_tidak sabar menikmati hangatnya kebersamaan keluarga yang telah lama tidak dia rasakan.

Glendis sudah sampai di ruang tengah_berdiri di samping sofa. Gadis itu melihat Ayah, Bunda dan Meysia yang cekikikan menonton televisi. Tak sadar garis lengkung itu kembali terbit.

Glendis mengayunkan langkahnya untuk mengambil posisi di samping bunda. Ya, Bunda duduk di tepi, sementara Meysia diapit oleh dua malaikat tak bersayap itu.

"Glendis, bisa buatkan susu buat Meysia? Kaki Bunda pegel banget, kayaknya adekmu haus. Iyakan sayang?" Bunda menatap Meysia dengan tatapan teduhnya_mengelus rambut hitam Meysia dengan sayang.

"Okey, Bun. Bentar, Glendis buatin dulu" gadis itu belum sempat duduk. Namun, dengan senang hati dia melenggang menuju dapur.

Tentu saja dia tidak keberatan, suasana hatinya sedang baik.

Glendis masih asik dengan kesibukkannya di dapur_membuatkan susu. Senandung yang keluar dari bibir tipis kemerahan itu terdengar sayup ke ruang tengah.

"Nah, udah jadi." Glendis bersorak senang.

Secara perlahan Glendis membawa gelas berisi susu itu ke ruang tengah_takut benar susu itu tumpah. Hanya hal sepele memang, tapi sungguh luar biasa susah bagi gadis tomboy itu.

Ayolah, Glendis tidak cekatan dalam hal ini. Gadis itu lebih memilih menghabiskan waktu di gym di banding di dapur.

Secara perlahan Glendis meletakkan gelas berisi susu di atas meja. Memperhatikan Meysia yang meraih gelas itu dan meneguknya dengan rakus.

Glendis masih berdiri di sana. Tersenyum menatap wajah adek yang berada dua tahun di bawahnya_Meysia.

Tak lama, Glendis kembali mengambil posisi tadi_duduk di samping Bunda. Meluruskan pandangan menatap televisi besar yang menyiarkan siaran sore.

Possible Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang