Dua Kata Yang Paling Dibenci

124 14 22
                                    

Bugh.... Pukulan terakhir dilayangkan ke dagu laki-laki brengsek dihadapannya. Laki-laki itu tersungkur. Hampir kehilangan kesadarannya.

Sang pemenang menatap jijik makhluk tak berdaya itu. Berani sekali dia mengintai gadis-gadis manis tak berkumis di sudut gang sempit itu. Bahkan tenaganya terlalu lemah untuk sekedar melindungi dirinya. Aduhai, lihatlah dia tersungkur hanya karena sentuhan mulus yang mematikan dari gadis bertubuh kecil di hadapannya. Memalukan. Dasar mesum pemula.

Sang pemenang beralih menatap korban yang terduduk ketakutan di belakangnya_menangis. Memasukkan tangan ke saku jaketnya sambil berjalan menuju gadis itu lantas berjongkok dihadapannya.

"Lo gak apa apa? " tanya nya pada gadis itu.  Kalau ditilik dari wajahnya sepertinya mereka seumuran.

"Gu...gue baik-baik aja kok" ucap gadis itu_bergetar. Menghapus sisa air matanya.

"Dimana rumah lo? Biar gue antar pulang. Udah malem".

"Terima kasih " ucap gadis itu pelan.

"Rumah lo dimana, biar gue antar pulang" mengabaikan ucapan terima kasih itu.
Dua kata yang selama ini dia hindari, tapi bagaimana dia bisa menghindarinya jika dia selalu menyelamatkan orang lain? Ayolah, mereka punya hati untuk berterima kasih.

"Rumah gue di gang sebelah" jawab gadis itu. Sepertinya dia gadis yang baik.

Kemudian gadis pahlawan itu berdiri. Berjalan menuju motor besarnya. Lantas menaiki dan berhenti tepat di depan gadis imut tersebut.

"Ayo naik. Gue antar"

Gadis itu masih memperhatikan motornya. Mungkin berpikir bagaimana gadis bertubuh kecil dihadapannya bisa membawa motor besar itu?
Oh ayolah, tentu saja dia tidak kesulitan menakhlukkannya. Bukankah tadi dia juga menakhlukkan laki-laki yang tengah tersungkur itu? Astaga bagaimana gadis itu bisa lupa.

"Hei" gadis tomboi yang berada di atas motor itu mengagetkan gadis yang masih duduk di jalanan. Membuyarkan lamunannya.

"O...oh, i... Iya aku naik" lantas ia berdiri dan menaiki motor besar gadis pahlawan itu.

Canggung. Mereka hanya diam, tidak ada yang ingin membuka suara. Yang satu fokus menyetir, yang satu lagi bingung memulai percakapan. Sejauh ini hanya angin yang mengisi sunyi.

Udara terasa dingin. Jalanan masih basah karena hujan tadi sore. Semua orang lebih memilih meringkuk di dalam rumah. Menghabiskan malam dengan kehangatan keluarga.

"Rumah lo yang mana? " mereka sudah masuk ke dalam gang yang lebih besar dari gang yang tadi. Gang yang ini terlihat lebih bersih dan terang. Lampu dari rumah warga membuat gelap itu cepat menghindar.

" Itu yang di depan, rumah bercat biru" gadis imut itu menunjuk sebuah rumah.

Tidak besar, namun terlihat asri. Bunga-bunga di halamannya bermekaran_subur. Ada juga pohon yang menambah kesan sejuk kala melihatnya.
Sepertinya pemilik rumah ini keluarga bahagia. Hei, sejak kapan kebahagiaan keluarga di lihat dari tumbuhan di halaman rumahnya?

"Mereka memasuki pekarangan rumah asri itu, memberhentikan motor besarnya.  Gadis imut itu turun dari motor gadis pahlawannya.

Suara pintu terbuka mengalihkan perhatian mereka berdua_melihat ke sumber suara. Nampaklah Ibu-ibu paruh baya yang jika ditilik dari wajahnya berusia kepala empat.

"Syukurlah kamu sudah pulang nak" Ibu paruh baya tadi tersenyum melihat kedatangan putrinya. Sejak tadi dia cemas, tidak biasanya putrinya pulang selarut ini.

Gadis itu tersenyum ke arah ibunya, terbersit rasa bersalah karena membuat ibunya cemas. Kemudian dia menatap gadis pahlawan itu lagi.

"Terima kasih" gadis itu tersenyum tulus .
Lagi-lagi ucapan itu. Membuat sang penerima ucapan muak setengah mati.

Possible Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang