Kinasih 14

6.6K 927 216
                                    


"Jika kamu merasa punya Allah, lantas mengapa bersedih terlalu lama hanya karena urusan cinta?"

***

Sekar mengurai pelukan, ia menghindar saat Wisnu hendak mencoba menghapus pipinya yang basah. Mendapat penolakan, ia menarik napas dalam-dalam.

"Kita pulang sekarang."

Mobil kembali dinyalakan kemudian meluncur pulang. Hening, tidak ada ucapan yang keluar dari bibir masing-masing hingga mereka tiba di rumah. Wisnu keluar lebih dulu meninggalkan Sekar. Berbeda dengan tadi, kini pria itu kembali acuh. Tak ingin larut dalam kesedihan, segera ia keluar dari mobil.

"Sekar, benar kamu tadi melarang Wisnu untuk menjemput?" Pertanyaan mertua menyambutnya. Sambil tersenyum ia mengangguk lalu menjelaskan alasannya.

"Tentu tidak merepotkan, itu sudah tugas Wisnu sebagai suami. Lain kali, jangan pernah melarangnya untuk menjemput ya. Papa khawatir terjadi sesuatu terhadapmu."

"Baik, Pa."

"Kamu sudah makan malam?" Sekar mengangguk, terpaksa ia berbohong karena mendadak kehilangan selera makan.

"Oke, kamu istirahat. Sebaiknya jangan terlalu lelah. Papa ingin mendengar kabar baik dari kamu, Sekar."

Ia mengerutkan kening mencerna ucapan sang mertua. Pria paruh baya itu terkekeh menjelaskan maksud perkataannya. Sekar hanya tersenyum mengangguk mencoba menyembunyikan wajahnya yang memerah malu.

"Sekar ke kamar dulu, Pa," pamitnya di balas anggukan oleh Pak Dirga. Wajahnya kembali muram. Ia merasa sangat lelah, bukan lelah fisik, tapi lelah hati. Setiap hari ia harus bersandiwara demi menjaga kehormatan keluarga, meski ia sendiri harus kehilangan hak-nya sebagai seorang istri.

Pelan Sekar membuka gagang pintu, dalam hati berharap tidak ada Wisnu di dalam. Ia menarik napas lega saat kamar kosong. Entah di mana lelaki itu, kali ini ia memilih segera mengganti pakaian untuk beristirahat.

Gadis berkulit putih itu terlihat lebih segar setelah keluar dari kamar mandi dengam tetap membiarkan jilbab di kepalanya. Dering telepon dari sofa membuat ia mematung berpikir bahwa ada sang suami di kamar itu. Namun, dering telepon itu tak berhenti. Ia melangkah ke sofa.

'Icha' demikian nama yang tertera. Tak ingin berprasangka, Sekar mengacuhkan, ia memilih memindah ponsel itu ke ranjang dan membiarkan tetap berbunyi, hingga akhirnya benda itu tak lagi bersuara.

Sekar merebahkan diri ke sofa, mencoba memejamkan mata. Saat baru saja ia terpejam, pintu dibuka. Wisnu terlihat membawa paper bag yang ia tinggalkan di mobil. Paper bag berisi pemberian Ustadz Farhan.

"Kamu melupakan ini." Wisnu menyerahkan tas itu pada Sekar.

"Terima kasih. Ini oleh-oleh dari ibu Ustadz Farhan, Mas bisa cicipin kalau mau." Dengan senyum ia mengambil isi dari tas itu. Ada berbagai macam jenis kurma juga cokelat di dalamnya.

"Dari ibunya Farhan?"

Ia mengangguk.

"Kamu kenal ibunya?" Wisnu meyakinkan ucapan sang istri barusan.

"Kenal, ibu Ustadz Farhan adalah sahabat ibuku ...."

"Dan kamu juga bersahabat dengan Farhan?" tanyanya menyelidik. Sekar tak menjawab, ia menatap kesal seolah tak suka dengan ucapan Wisnu barusan.

Karena Cinta itu ... Kamu!( Part udah nggak lengkap. Cuss Ke KBM App Ya)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang