Kinasih 5

6.5K 792 71
                                    


Nabi SAW bersabda, ridho Allah bergantung pada ridho orang tua. Dan murka Allah juga bergantung pada murka orang tua. (HR. At-Tirmidzi)

***

Sekar baru saja tiba di rumah seusai mengajar di mesjid. Matanya menyipit melihat benda seperti tabung kecil berwarna biru navy tergeletak di atas meja tamu. Ia meletakkan tas di kursi kemudian duduk dan mengambil benda itu.

Masih dengan wajah penasaran ia membuka tutup tabung itu. Ada secarik kertas berwarna silver dengan tulisan gold berukir indah di sana. Jelas terbaca namanya juga nama Wisnu di kertas itu.

"Dua minggu lagi?" gumamnya dengan mata membulat.

"Sudah datang, Nduk?" Ibunya muncul dari dalam membawa teh hangat seperti biasa untuk abahnya.

"Bu, ini ...." Sekar mengangkat kertas  meminta penjelasan. Sang ibu tersenyum meletakkan gelas di meja. Ia duduk di sebelah sang putri.
Perempuan berwajah teduh itu mengatakan bahwa tadi Wisnu datang membawakan contoh undangan yang akan disebar.

"Dia bilang kamu suka warna biru?"

Gadis itu bergeming tak percaya. Hatinya bertanya-tanya dari mana pria itu tahu dirinya menyukai warna biru? Seingat Sekar, ia sama sekali tidak pernah berbincang tentang warna kesukaannya dengan Wisnu.

"Sekar?"

"Eh, iya ... iya, Bu," sahutnya tergagap.

"Kamu suka undangannya, Nak?"

Ia mengangguk mencoba menetralisir perasaan heran di hatinya.

"Bu, tapi Sekar nggak pernah bilang kalau suka warna biru ... dari mana dia tahu ...."

"Mungkin dia pernah tahu, atau dia tanya pada teman kamu," balas sang ibu.

"Teman? Dia nggak mungkin tanya hal remeh seperti ini."

"Sudahlah, Nak. Itu nggak penting, tentang dari siapa Wisnu tahu warna kesukaanmu. Yang jelas ibu bahagia kamu akan mendapatkan seorang suami yang perhatian seperti putra Pak Dirga itu."

Sekar menarik napas dalam-dalam. Ia tak  memperpanjang membahas tentang hal ini. Gadis itu hanya ingin memastikan tanggal pernikahan yang sudah tertera di undangan tersebut.

"Ibu, tapi ini rasanya cepat sekali," ungkapnya resah.

Dengan senyum dan membelai lembut rambut Sekar, ibunya mengatakan bahwa ada tiga hal yang harus disegerakan.

"Salat, mengubur jenazah dan menikahkan wanita yang telah datang jodohnya, adalah tiga hal yang wajib disegerakan, Sekar. Jadi tidak ada alasan untuk menunda sesuatu yang baik, Nak."

Suara adzan menyudahi obrolan mereka. Pak Harun terlihat bersiap ke mesjid. Sementara Sekar melangkah ke kamar.

***

Dua Minggu bukan waktu yang lama,  membuat jantung Sekar seolah bertalu-talu menghadapi hari itu. Mengurung diri di kamar, menyelesaikan bacaan Alquran dan menambah hapalan adalah kegiatannya sekarang. Sebab kedua orang tuanya tak lagi mengizinkan putrinya mengajar.

Suara Bu Harun memanggil dan mengetuk pintu kamar membuat gadis itu beranjak dari sajadah.

"Ada Resti, temanmu, Nak."

"Baik, Bu." Segera ia keluar menemui temannya saat sama-sama bekerja di restoran milik Wisnu.

"Sekar!"

Mereka berpelukan lalu saling menanyakan kabar. Dengan isyarat Sekar mengajak Resti ke kamar. Gadis berambut keriting itu mengekor di belakangnya.

"Sekar! Aku mewakili teman-teman ingin mengucapkan selamat atas pernikahanmu yang akan ...."

Karena Cinta itu ... Kamu!( Part udah nggak lengkap. Cuss Ke KBM App Ya)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang