Alex keluar dari kamar asrama paling terakhir ketimbang Keylan dan Ian yang sudah duluan pergi. Pertandingan basket tim junior melawan tim senior akan segera dimulai, semua anggota Seven B tentu saja bersemangat untuk menyaksikan.
Tiba di lapangan upacara, Alex melihat ke arah Sally yang sedang berbicara dengan Maya. Tak lama kemudian, saat Maya telah kembali ke lapangan basket wajah Sally terlihat khawatir dan bingung.
"Hai Sal," sapa Alex.
"Hai AL," jawab Sally singkat, tak seperti biasanya.
"Ada apa?," tanya Alex.
"Maya, katanya dia nggak jadi diturunkan menjadi pemain starter," jawab Sally.
Sekarang Alex tahu apa yang jadi kerisauan untuk Sally sehingga wajahnya terlihat begitu khawatir.
"Udah, nggak usah khawatir ya. Percaya sama gue, Maya pasti turun hari ini menjadi pemain starter," bujuk Alex.
Sally menatap Alex gamang, ia berusaha untuk mempercayai yang Alex yakinkan kepadanya.
"Kita nonton bareng ya. Duduk sama gue juga di tribun," pinta Alex, memberanikan diri.
"Oke," balas Sally.
Alex pun mengajak Sally ke tribun dan duduk satu jajar bersama anggota Seven B lainnya.
"Kok Difta nggak main?," tanya Alex.
"Nggak tahu tuh AL, kaya'nya ada masalah internal deh sama timnya. Dia tadi berunding dulu sama Kak Radit sampai pertandingan dimulai tapi dia nggak ikut main," jelas Veyza.
"Tuh kan..., skornya udah jauh tertinggal," Sally semakin khawatir.
Alex menatap Sally dari samping, karena gadis itu fokus menatap ke lapangan.
"Tenang ya, lo akan lihat banyak keajaiban di lapangan itu hari ini," janji Alex.
Sally balas menatapnya.
"Serius?."
"Iya. Serius."
Ketika quarter pertama selesai, pelatih terlihat mengumpulkan tim junior dan hampir terjadi keributan.
"Duh, itu mereka kenapa?," Sally makin khawatir.
"Nggak apa-apa Sal, lo tenang aja," bujuk Alex lagi.
Difta dan Maya akhirnya turun menjadi pemain starter. Sally terlonjak senang di kursinya sambil menatap Alex yang ada di sampingnya.
"Maya sama Difta main AL," ujarnya senang.
"Iya Sal, gue kan udah bilang kalau mereka akan main," balas Alex.
Maya terlihat mulai mendriblle bola menuju ke tengah lapangan, namun Andra telah menghadangnya sebelum sampai di tengah lapangan untuk mencegah Difta menembak tiga angka dari tengah.
Maya tersenyum misterius, ia melakukan fake seakan dia akan menembak. Namun yang sebenarnya terjadi adalah ia mengoper bola pada Difta yang berada di belakangnya lewat bawah kakinya saat melompat. Andra terkecoh dan tak sempat mem-block tembakan Difta.
Semua penonton menahan nafas saat Difta benar-benar menembak jauh sebelum sampai di tengah lapangan. Mereka mengira tembakan itu takkan masuk. Radit berusaha menghalau bola, namun kenyataannya, bola masuk dengan sempurna ke dalam jaring tanpa menyentuh ring.
Blush!!!
Poin pertama untuk tim Junior. Penonton bersorak atas kejutan itu.
"Yes!!! Tembakannya Difta masuk AL!!!," sorak Sally senang.
Alex tersenyum lebar dan ikut merayakan keberhasilan tim junior dalam meraih poin pertamanya.
Pertahanan tim senior terlihat mulai runtuh saat Difta mencetak poin keenam dari lemparan tiga angkanya, padahal permainan baru berjalan dua menit. Radit terlihat meminta time-out pada pelatih.
"Time-out untuk tim Senior," ujar wasit.
"Yah, minta time-out! Abang gue pasti kelabakan itu!," cibir Sally.
Alex terkekeh mendengar cibiran Sally pada Kakaknya sendiri. Radit terlihat merangkul anggota tim-nya dan berkumpul dengan cepat. Aris juga sebagai Kapten tim junior mengumpulkan timnya dan kemungkinan merancang strategi baru.
"Ish! Lama banget sih tim senior..., lagi pada ngegosip kali ya?," Sally terlihat tak sabar.
"Hah? Ngegosip?," tanya Veyza yang tak sengaja mendengar kata-kata Sally.
Alex hanya memberikan tatapan kodenya pada Veyza agar tak perlu mengurusi Sally. Veyza pun segera kembali berbalik menatap lapangan kembali.
Time-out selesai. Radit menjadi starter, Difta dijaga oleh tiga orang. Aris berusaha merebut bola bersama Erick. Maya berdiri di posisinya dan bersiap menerima operan.
Andra menghadang Difta bersama Wayan dan Reno, Difta sendiri hanya tersenyum.
"Abang gue pake sok-sokan menghadang Difta, dia belum tahu aja kalau Difta badannya licin kaya' belut," ujar Sally yang benar-benar tak bisa tenang.
Alex mau tak mau tertawa hebat saat mendengar komentar Sally, hingga gadis itu menoleh ke arahnya.
"Kenapa lo AL?," tanya Sally.
"Gue nggak fokus sama pertandingannya, gue malah fokus sama komentar yang lo keluarin!," jawab Alex, jujur.
"Berarti gue cocok dong buat jadi komentator?," tanyanya penuh kebanggaan.
"Iya cocok! Seratus persen cocok!."
Aris berhasil merebut bola dan segera mengopernya pada Maya. Maya mulai membawa bola hingga melewati tengah lapangan. Radit menghadangnya, Maya melakukan fake seakan ia yang akan menembak. Difta melompat dengan form seakan dia akan menembak padahal dia tak memegang bola. Semua orang terlihat terkejut bahkan penonton pun ikut terkejut. Maya tiba-tiba turun kembali ke tanah dan melempar bolanya pada Difta, dan Difta pun langsung menembak dari udara.
Blush!!!
Bola masuk lagi dengan sempurna tanpa menyentuh ring. Radit terpana melihat hal tersebut.
YEEEEEE!!!
"DIFTA WE LOVE YOUUUUUU!!!," teriak Sally.
Penonton ikut bersorak untuk tim junior. Andra terlihat tertawa-tawa di tengah lapangan sambil menjaga Difta kembali. Namun itu tak bertahan lama, karena kenyataannya tim senior malah kehabisan energi dan tak bisa sama sekali mencetak angka ke dalam ring tim junior.
Quarter kedua habis, poin tim senior tetap 16 dan tim junior 63. Istirahat sepuluh menit sebelum second half. Difta meminum air mineralnya sampai habis. Aris terlihat merangkulnya.
"Gila ya, Difta energinya nggak habis-habis," puji Sally.
"Dari dulu dia memang begitu. Paling kuat, paling tangguh, dan paling punya banyak energi," ujar Alex.
"Lo sahabatan sama Difta udah berapa lama?," tanya Sally.
"Empat tahun. Gue, Ian, Key, Difta, Tita, dan Vey. Far baru aja gabung pas kita SMA di sini," jawab Alex, jujur.
Sally menangkap sesuatu dalam penjelasan Alex, sehingga refleks gadis itu menggenggam tangan Pria di sampingnya dengan erat.
"It's okay! Persahabatan itu nggak selamanya mulus, semua ada halangannya. Hidup itu seperti curva yang selalu memiliki laju naik-turun, kalau pun hidup ini berjalan dengan datar, maka lo nggak akan bisa dapat pelajaran apapun. Karena terkadang, dengan adanya keadaan yang naik-turun seseorang bisa memperbaiki sesuatu yang pernah dirusaknya tanpa sengaja," Sally mencoba memberi pengertian pada Alex.
'Ya, lo benar. Hidup memang seperti itu. Serumit itu. Tapi membuat kita bisa belajar.'
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
ALLY ; Ketika Pilihanku Hanya Jatuh Padamu
Teen Fiction[COMPLETED] Kulkas! Dia mirip kulkas! Sudah pendiam, dingin, kaku lagi! Tidak ada pria manapun yang bisa menandingi iritnya dalam berbicara. Tapi entah mengapa di balik diamnya seorang AL Seven B membuatku penasaran setengah mati untuk tahu segalany...