Sekolah kembali dimulai seminggu setelah study tour ke Gunung Nglanggeran. Cassandra dan Sally berangkat bersama pagi itu sambil membahas pelajaran yang belum Cassandra mengerti. Seven B terlihat sudah berada di lapangan upacara, Keylan menghadang langkah Cassandra sampai membuat Sally geleng-geleng kepala.
"Kenapa?" tanya Alex.
"Itu Key kelakuannya makin hari makin menjadi-jadi ya," Sally terang-terangan menunjuk ke arah Keylan.
Alex tersenyum.
"Dari dulu Key memang paling hobi kok halang-halangi jalannya Cassandra. Di SMP dulu nggak ada yang nggak tahu kelakuan Key terhadap Cassandra sebelum insiden kemenangan palsu itu," kenang Alex.
"Oh ya? Gila..., Cassandra sabar banget menghadapi kelakuan tidak berfaedahnya Key," puji Sally, takjub.
Alex kembali terkekeh mendengar apa yang Sally katakan. Gadis itu tiba-tiba menoleh tepat ke arah Alex, ia memicingkan kedua matanya.
"Lo sendiri gimana? Sering halang-halangi jalannya cewek waktu masih SMP?" Sally curiga.
"Eh, nggak dong! Gue nggak pernah begitu Sal, sumpah!" Alex terperanjat saat menerima tudingan seperti itu.
"Yakin?"
Alex menganggukan kepalanya dengan sangat jelas di hadapan Sally. Sally pun tersenyum melihat ekspresi Alex yang begitu takut kalau dirinya tak percaya.
"Gue percaya kok AL," ujar Sally.
"Lo lagi melakukan tes atau gimana nih?" tanya Alex, bingung.
Sally terkikik geli.
"Gue lagi iseng," jawabnya.
Ingin sekali Alex mencubit kedua pipi gadis itu, namun Alex memilih berusaha menahan rasa gemas luar biasa terhadap Sally yang ia rasakan.
"Woy Seven B!!! Mana anggota lo yang cupu itu??? Suruh keluar!!! Hadapi gue secara terang-terangan!!!" teriak senior Kelas 12 IPS yang pernah dihajar oleh Alex.
Namanya Jacob, itu yang senior Kelas 12 IPA katakan. Difta, Ian, Keylan, Veyza, Tita dan Farel berkumpul di tengah lapangan dan menatap Jacob yang berdiri di balkon lantai dua. Alex menitip ranselnya pada Sally dan berdiri di tengah-tengah yang lainnya lalu menatap ke arah yang sama.
"Lo nantang berantem atau nantang main pantun? Turun lo! Jangan berani di kandang doang!" tantang Veyza.
Senior Kelas 11 dan 12 IPA menatap mereka semua dengan was-was. Bahkan Kelas 10-a, 10-b, dan 10-c - tim pembuat masalah - juga ikut gelisah melihat Seven B.
"Nggak usah sok jago kalian! Waktu itu di Gunung gelap, makanya gue kalah!" gertak Jacob
HAHAHAHAHA!!!
"Mohon maaf, Matahari tertawa mendengar kata-kata anda," ledek Difta terang-terangan.
"Apa urusannya gelap sama babak belur? Yang memukul itu tangan bukan mata!" sindir Tita.
Jacob semakin geram, ia sangat tidak mengerti kenapa tujuh orang itu tak menunjukkan rasa takut sama sekali terhadapnya. Padahal sejak dulu, siapapun yang berhadapan dengan dirinya akan selalu menciut di awal. Jacob pun segera berjalan menuju tangga untuk turun ke bawah.
"Woy!!! Lama banget! Langsung lompat aja dari balkon ke sini, kelamaan lewat tangga!" tantang Keylan.
Jacob semakin geram, ia meneruskan langkah kakinya menuju tangga dan turun ke bawah. Pria itu akhirnya berdiri tepat di hadapan Seven B dengan jarak hanya lima meter.
"Ayo lawan gue, satu-persatu!" Jacob kembali menantang.
Difta maju lebih awal, memperdekat jarak dengan Jacob menjadi hanya tiga meter. Jacob tersenyum mengejek ke arah Difta.
"Cewek duluan nih yang mau maju lawan gue? Yakin?"
Keenam anggota Seven B yang lainnya hanya tersenyum misterius.
"Udah nggak usah banyak bacot, hadapi aja dulu. Kalau lo bisa menang lawan dia, gue bakal borong isi minimarket buat balikin energi lo yang keluar saat ini," janji Farel.
Sally menatap Alex dari koridor lantai satu sambil memeluk ransel milik Pria itu dengan erat. Ia mencium wangi apel pada ransel itu, dan tanpa sadar terus saja menghirup aroma parfum Pria itu.
Alex melirik sesaat ke tempat Sally berdiri dan melihat apa yang gadis itu lakukan. Ia tersenyum diam-diam dengan perasaan gemas pada Sally.
Difta sudah mengambil ancang-ancang, Jacob pun begitu. Mereka berdua sudah siap saling serang satu sama lain, ketika . . .
"BURHANUDIN!!!" teriak Bu Desi - Guru Mata Pelajaran Sejarah.
Bu Desi menjewer telinga Jacob alias Burhanudin dengan sangat keras.
"Aduh Bu!!! Ampun Bu!!!" pekik Jacob.
Seven B berupaya menahan tawa mereka saat melihat kondisi Pria itu.
"Ampun kamu bilang??? Masuk sana ke kelasmu dan kerjakan semua ulanganmu yang remidial kemarin!!!" Bu Desi menyeretnya tanpa belas kasih.
HAHAHAHAHAHAHA!!!
"Ah..., perut gue sakit woy!" rintih Ian.
"Ada-ada aja, nama Burhanudin berubah jadi Jacob? Jauh banget...," komentar Farel.
"Salah lihat akta kelahiran kayanya," ujar Veyza.
Alex kembali mendekat ke arah Sally yang masih memegangi ranselnya. Pria itu kembali tersenyum.
"Gimana? Ransel gue wangi?" tanya Alex.
Wajah Sally otomatis memerah luar biasa.
"Kok lo bisa tahu kalau gue lagi menikmati aroma wangi ransel itu?" tanyanya, spechless.
"Gue kan lihat Sal, lo aja dari tadi ada di sini nggak pergi-pergi. Kenapa? Wanginya bikin kangen?" goda Alex.
"Apaan sih AL..., jangan bikin gue salah tingkah deh!" rajuk Sally sambil menutupi wajahnya dengan buku cetak.
Gadis itu berjalan meninggalkan Alex yang masih tertawa santai di tempatnya.
"Eh..., gue jangan ditinggalin dong."
"Bodo amat!"
"Jangan ngambek Sal."
"Gue nggak ngambek!"
Alex menyusul langkahnya dengan cepat dan menghalang-halangi jalannya seperti yang Keylan lakukan pada Cassandra.
"Minggir nggak?" Sally mengancam.
"Nggak mau!" jawab Alex.
"AL..., gue nggak sesabar Cassandra ya...," ancamnya sekali lagi.
"Gue juga nggak sekonyol Key kok," Alex tak mau kalah.
Sally pun segera memukuli bahu Pria itu dengan buku cetaknya. Alex pasrah saja ketika Sally benar-benar merajuk.
"Oke..., oke..., ampun," mohon Alex.
Sally berhenti memukul dan menatap Pria tampan di hadapannya yang masih saja tersenyum. Alex mengeluarkan sekantong leci dan sekotak jus leci untuk Sally dari dalam ranselnya. Sally pun mendadak senang melihat apa yang Alex sodorkan padanya.
"Dimakan dan diminum. Jangan disisain, mubazir," pinta Alex.
Sally mengangguk-angguk patuh sambil tersenyum manis. Alex kembali terkekeh dan mengacak rambutnya dengan lembut.
'Gue sayang banget sama cewek ini. Apapun yang dia lakukan, gue tetap sayang!'
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
ALLY ; Ketika Pilihanku Hanya Jatuh Padamu
Teen Fiction[COMPLETED] Kulkas! Dia mirip kulkas! Sudah pendiam, dingin, kaku lagi! Tidak ada pria manapun yang bisa menandingi iritnya dalam berbicara. Tapi entah mengapa di balik diamnya seorang AL Seven B membuatku penasaran setengah mati untuk tahu segalany...