Mimpi demi mimpi tentang Alka kerap menghantui tidur gue. Bahkan untuk memejamkan mata saja, gue harus bertarung dengan bayang-bayang Alka yang nyatanya udah nggak ada. Dia pergi. benar-benar pergi tanpa memberi kesempatan gue supaya membahagiakannya lebih lama.
Tugas menjadi pelarian paling ampuh. Kamar kost menjadi tempat paling nyaman guna bersemayam dari dunia luar. Gue mendadak kehilangan diri gue sendiri. Gue gila mengerjakan ini itu sendirian, tanpa bantuan siapa pun.
"Kok tiba-tiba tugas web kita udah jadi aja? Lu yang ngerjain?" Sam, sahabat gue, nyelonong masuk ke kamar kost gue waktu itu.
"Iya, kalian bikin laporan aja."
"Gila! Itu tugas baru dikasih dua hari yang lalu, deadline-nya minggu depan!"
"Protes?"
"Ya enggak sih... cuma... akhir-akhir ini lo jadi... gila nugas."
"Hmm."
Sam menelusuri kamar kost gue. Membuka rak-rak tempat biasa gue menyimpan makanan.
"Tumben stok cemilan kosong," komentarnya.
"Hmmm, belum sempat beli."
"Lo udah sarapan?"
"Belum."
"Lo belum makan dari kapan?"
"Kemarin."
Terdengar Sam mengeluarkan napas berat. Gue yang masih fokus menatap layar laptop, nggak memperhatikan Sam yang ternyata memandangi gue.
"Biasanya tiap minggu lo pulang ke rumah. Ini hampir satu bulan lo nggak pulang-pulang. Yakin semuanya baik-baik aja?"
"Tugas 'kan lagi banyak. Nggak sempat."
"Gue prihatin, bro..." Sam duduk di hadapan gue lalu menepuk pundak gue. "Lo udah ngerjain ini itu, sampe tugas yang nggak penting sekalipun lo kerjain. Gue khawatir lo nekat ambil skripsi semester depan."
Gue tertawa pelan. Ambil skripsi semester depan? Boleh juga. Kayaknya bisa lulus 3,5 tahun dengan cara belajar yang gila membuat hidup lebih menantang. Nggak tidur berhari-hari, lupa makan, dikejar-kejar deadline. Menarik.
"You need a rest, Ko."
"Nggak."
"Why? Lo nggak tidur dari dua hari yang lalu, loh."
Karena kalau gue tidur, mimpi buruk bakal menunggu di ujung kesadaran gue.
"Alka pasti nggak suka banget lihat lo kayak gini."
***
Kenapa kamu ninggalin Koko, Al? Bukannya dulu kamu pernah bilang kalau Koko harus jadi guradian kamu sampai kamu menemukan laki-laki yang bisa Koko percaya untuk menjaga kamu? Kenapa kamu pergi sebelum itu terjadi?
Al...
Koko harus apa? Apa yang harus Koko jaga selain kamu?
Gue jadi ingat kenapa gue dipanggil Koko oleh hampir seluruh orang yang mengenal gue. Semua karena Alka.
Ayah selalu dan selalu berkata kalau gue harus melindungi kedua saudara gue, sebab gue lelaki satu-satunya. Untuk Army... dia bisa jaga diri. Oleh karena itu, Alka yang selalu berada di belakang punggung gue dan Army.
Setiap gue main, Alka selalu ikut walaupun cuma jadi penonton. Sampai teman-teman gue bingung, di mana ada Alka pasti ada gue. Kami tak terpisahkan.
'Koko' julukan gue sejak kecil, dalam bahasa mandarin artinya 'kakak/abang' (cmiw). Kata mereka, gue 'kakak-able' atau 'brotherable', ya pokoknya apa lah itu yang menggambarkan kalau gue sosok kakak impian semua adik perempuan. Sebab, tiap kali gue muncul, gue selalu membawa Alka. Setiap mereka bertanya siapa yang gue bawa, pasti gue jawab 'adik gue'. Lalu mereka akan bertanya lagi 'Lo jagain dia?' dan jawaban gue sama, 'Iya, dia sendirian di rumah'. At least, gue nggak peduli gue impian siapa, gue cuma mau jagain Alka. Titik.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALKA (dan 10 Permohonan)
Narrativa generaleAku Alka Senarya Al Lail, seorang perempuan pengidap kanker tulang. Kata dokter, hidupku tidak akan bertahan lama. Oleh sebab itu aku membuat sepuluh permohonan sebelum aku tak ada lagi di dunia ini. Semoga semesta mengabulkan ke sepuluh permohonan...