03. Kepingan Hati (02)

2K 321 22
                                    

Di kehidupan ke-7, dimana Baam pertama kali memberanikan diri menceritakan perihal reinkarnasinya pada Khun.

"Jadi, ini ketujuh kalinya kamu dihidupkan kembali?" Khun bertanya sambil mengepalkan tangannya erat. Bola matanya berkilat penuh dengan emosi yang kompleks.

Baam mengangguk, ia memalingkan wajahnya dengan wajah pahit. Kenangan kehidupan yang lalu kembali terngiang hingga membuatnya ingin muntah. Apalagi saat adegan dimana tubuh manusia dipotong dengan kejam dan ditumpuk menjadi gunung--

"Hei! Baam! Kau baik-baik saja?" Khun dengan canggung menepuk pundak Baam. Sang bluenette bukanlah tipe orang yang sering menyentuh orang lain layaknya Shibisu. Jadi dia hanya bisa menggenggam tangan Baam dan mengelus punggungnya seperti yang dilakukan Maria dulu.

Baam kemudian tersadar, ia menatap Khun lekat. "Bisakah aku memelukmu?"

Luluh akan nada Baam yang terdengar rapuh, Khun merentangkan tangannya. Baam kemudian dengan senang hati merengkuhnya erat, seolah takut untuk kehilangannya.

"Semuanya salahku, padahal aku tahu masa depan. Tapi akhirnya pasti saja ada orang yang mati." Baam mulai meracau, menumpahkan segala emosi dan pikirannya. "Kenapa Menara membuatku lahir kembali? Untuk menyiksaku?" Tanyanya dengan suara serak, jemarinya meremas pakaian di punggung Khun.

"Aku hanya ingin naik menara dengan kalian tanpa ada satu orang pun yang mati. Apakah itu keinginan yang sangat sulit terkabul?" Baam mengubur kepalanya di leher Khun, sesekali dia menghirup aroma sang bluenette yang selalu membuatnya tenang.

"Baam, kau tahu kalau kamu bukan--"

"Ya, aku tahu kalau aku bukan Dewa. Ini ketujuh kalinya kau mengatakan itu padaku." Potong Baam lesu. Ia mengeratkan pelukannya sambil menahan kenangan buruk yang datang menyerbu.

"..." Oke, untuk pertama kalinya Baam membuat Khun tak berkutik akan komentarnya.

"Tapi aku hanya ingin bahagia, kenapa itu sangat sulit?"

Khun termenung, ia ingin menghibur remaja di pelukannya. Tapi, mengingat bahwa dia sendiri sangat tidak dapat diandalkan dalam hal menghibur dengan kata-kata. Akhirnya, Khun hanya bisa mengelus helaian rambut cokelat Baam dengan lembut.

"Kau tidak sendirian, kau sudah memberitahukan rahasia terbesarmu denganku. Jadi ayo kita hadapi masa depan bersama. Aku yakin jika kita melakukan persiapan yang layak. Tidak akan ada lagi orang yang mati." Khun menyarankan dengan nada terlembut yang bisa dia katakan. Jemarinya tak berhenti untuk mengelus punggung Baam.

Sang Iregular bergumam tanda setuju, matanya tertutup menikmati rengkuhan hangat yang menjadi satu-satunya hal yang bisa membuatnya tenang di dalam hidupnya yang kacau.

"Khun-san, kau banyak terluka dan mati karenaku...," Baam berkata sedih.

Khun mencubit gemas rambut cokelat Baam dan berkata. "Itu bukan salahmu."

"Khun-san--"

"Baam...," Khun menaikan nada suaranya. Seperti tidak tahan dengan rengekan Baam yang lagi-lagi memasuki mode menyalahkan diri.

Mendapati Baam yang tak kunjung tenang di dalam pelukannya, Khun menghela nafas panjang. Ia melepas pelukannya dan menarik Baam untuk tidur di sampingnya. Lengannya kemudian menarik sang brunette ke dalam pelukannya sambil memberi kecupan singkat di dahi Baam.

"Tidurlah."

Baam berkedip lucu, ia menyentuh dahinya sejenak lalu tersenyum kecil.

Time ReverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang