04. Kepingan Hati (03)

1.8K 312 19
                                    

Di kehidupan ke 127, di saat Wangnan dan Yihwa hancur menjadi kumpulan daging akibat ledakan shinsu yang dilakukan musuh.

"Tidak! Tidak! Jangan lagi!" Baam berteriak, tangannya meremas kepalanya yang berdenyut sakit. Lonjakan shinsu di dalam tubuhnya meresap keluar membentuk pusaran air dan angin yang menyebabkan badai.

Baam kembali tenggelam dalam zona penyesalan. Hatinya sakit, penuh dengan ketidakberdayaan dan rasa negatif lain yang mulai menyerang ketahanan jiwanya.

Seberapa kuat pun hati Baam, jika terus menerus merasakan rasa sakit dan penyesalan selama ratusan kali. Pada akhirnya akan pecah dan tak akan pernah bisa disatukan kembali dengan utuh. Selamanya akan berbekas sebagai tanda yang tak bisa diubah.

"BAAM!?" Khun memanggil keras, tangannya berusaha menghalau badai shinsu di sekitarnya. Ia berjalan, tak mempedulikan beberapa goresan kecil di kulit putihnya.

Baam yang dalam keadaan tak stabil terus bergumam dengan nada penyesalan yang amat menyakitkan. Lelehan air mata mengalir jatuh dari manik emasnya yang sudah gelap oleh emosi.

Khun terdiam sesaat, ia menggertakkan giginya sambil berusaha untuk mendekati Baam yang masih menggila. Padahal ia sudah tahu tentang masa depan, dia sudah memperhitungkan segalanya dengan sempurna... Tapi, mengapa semuanya salah?

Apakah ini yang dirasakan oleh Baam setiap kali dia mengetahui sesuatu namun tak sanggup untuk mengubahnya?

Mengulang rasa sakit ini untuk ratusan kali, lalu menjalani kehidupan dimana tak satupun seseorang yang memahami penderitaannya?

Jika orang biasa, mungkin orang itu sudah menyerah di pengulangan ke 3 atau 4. Mengingat bahwa ini adalah pengulangan ke 127 yang Baam lewati, sanggupkah ia hidup setelahnya?

Tidak, Khun tidak akan pernah bisa sekuat Baam. Yang dia bisa lakukan hanyalah tetap disisinya dan menjadi sumber ketenangan sekaligus penghibur.

Dan sayangnya, hal sepele seperti itu pun tak bisa ia lakukan dengan benar.

Khun merutuk, apa yang ia (masa lalu) lakukan sehingga Baam selalu mengulang rasa sakit ini?! Sudah jelas kalau jiwanya tak stabil, tapi siksaan ini selalu datang tanpa henti dan ia membenci dirinya karena tak bisa melakukan apapun.

Ketika ia akhirnya sampai di depan Baam, lengannya terangkat untuk memeluk sang brunette. Mengabaikan beberapa pakaiannya yang tercabik hingga mengeluarkan darah.

"Baam, tenanglah. Jika kau terus melanjutkan ini. Kita semua bisa terluka."

"...ahku...salahku...semuanya..."

"Baam!"

Baam akhirnya mendongkak. "Khun-san?"

Khun tersenyum tak berdaya, ia menepuk kepala Baam sambil merutuk. "Hentikan semuanya, kita semua bisa terluka!"

Sadar akan tepukan Khun, Baam tersadar. Ia hendak mengendalikan kekuatannya...

"Oh tidak, Khun-san menjauhlah! Aku tak bisa mengendalikannya." Baam setengah berteriak, ia mengerutkan kening mencoba yang terbaik untuk menahan semua ledakan shinsu di tubuhnya.

Khun menghela nafas pelan. "Tidak apa-apa, kalau kau mati aku juga ikut denganmu."

"Khun-san! Ini bukan candaan! Menjauhlah!"

"Kenapa? Lagipula kau akan kembali mengubah masa depan bukan? Aku tidak keberatan, setidaknya bagilah rasa sakitmu denganku."

"Khun-san...,"

Time ReverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang