Jungkook membaringkan tubuh Lalice yang menggigil ke atas brankar dengan panik. Di belakangnya juga ada Rosé yang sudah menangis sesegukan.
"A-Apakah disini ada inhaler?" tanya Rosé pada seorang Dokter yang baru memasuki ruang kesehatan itu.
"Eoh, sebentar." Dokter itu berjalan cepat menuju pojok ruangan. Lalu meraih kotak P3K dan meraih sebuah inhaler yang masih baru.
Rosé dengan cepat merebut benda itu. Mendekat pada Lalice dan menyemprotkan isinya ke dalam mulut sang adik yang terbuka.
"Ayo hirup, Lisa-ya." Sekitar lima kali Rosé menekan inhaler untuk Lalice, namun kembarannya itu tak merespon. Justru kini matanya berangsur memerah dan mengeluarkan air mata.
"Dokter, apakah tidak ada nebulizer?" tanya Rosé yang sudah kalang-kabut dengan kondisi Lalice.
"Tidak ada. Apakah dia tak bisa menghirup dari inhaler lagi?" Dokter itu ikut mendekati Lalice. Merasa panik juga melihat bagaimana anak itu sangat sulit mengambil napas.
"Uhuk~ Uhuk~"
Rosé segera mengusap dada Lalice yang naik turun tak beraturan. Napasnya semakin tersendat-sendat membuat tangis Rosé bertambah kencang.
"Apakah ambulance masih lama?" tanya Rosé tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah Lalice. Gadis itu tak henti-hentinya mengusap surai Lalice yang basah. Berusaha memberitahu jika Lalice tak sendirian.
"Sepertinya sebentar lagi." Jawab Jungkook seadanya. Dia hanya mengira-ngira karena jarak rumah sakit dan sekolah mereka tak terlalu jauh.
Keadaan di dalam ruang kesehatan itu benar-benar tak karuan. Rosé semakin menangis saat kepala Lalice terangkat dengan pandangan kosong. Yang bisa gadis itu lakukan hanya terus mengusap kepala dan dada adiknya.
Sampai dimana mata dengan pandangan kosong itu perlahan menutup. Juga helaan napas Lalice yang terdengar sangat jarang. Rosé bergerak menepuk wajah adiknya berkali-kali. Berharap mata itu kembali terbuka.
"Andwe. Andwe! Buka matamu Lalice! Siapa yang menyuruhmu untuk menutupnya?" Rosé berteriak kesetanan. Jantungnya bahkan berdetak lebih cepat merasakan hembusan napas Lalice yang jarang dan amat pelan.
"Permisi, Nona." Beberapa petugas medis datang. Mereka mengambil alih tubuh Lalice dan memakaikannya masker inhalasi yang terhubung dengan nebulizer.
Mereka membawa tubuh Lalice menggunakan sebuah tandu. Dengan Rosé yang mengikuti di belakang mereka. Saat tubuh Lalice sudah berhasil masuk ke dalam ambulance, Rosé cepat-cepat menaiki ambulance itu dan duduk di samping Lalice. Meraih tangan dingin saudarinya yang mulai membiru.
"Bisakah kau lajukan mobilnya lebih cepat? Detak jantungnya tiba-tiba meningkat drastis." Teriak salah satu petugas yang kini sedang memasangkan berbagai kabel di tubuh Lalice.
Seruan itu tentu membuat Rosé semakin takut. Bahkan saat ini seluruh tubuhnya terasa amat panas karena panik yang berlebihan. Apalagi mendengar bunyi mesin di dalam sana yang sangat berisik
"Ya! Pasien mengalami gagal napas! Cepatlah!"
Rosé menggeleng pelan. Lidahnya bahkan menjadi kelu dan tak bisa berkata apapun melihat petugas medis melepas masker inhalasi yang semula terpasang di wajah Lalice. Lalu secara cepat melakukan intubasi untuk memasukkan sebuah selang ke dalam tenggorokan gadis itu hingga sampai ke paru-paru.
"Andweyo, Lalice. Kita baru memulainya. Jangan seperti ini." Jerit Rosé dalam hati. Karena demi apapun, tubuhnya merasa lemas bukan main sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold, Hug, and Understand ✔
ФанфикMereka terlahir dari rahim yang sama. mereka tiba di dunia pada jam yang sama. Namun hingga usia mereka beranjak remaja, kedekatan layaknya saudara tidak terlihat. Hidup di rumah besar namun tanpa kehangatan orang tua membuat keduanya menjalani hari...