Minjae memasuki kamar itu dengan wajah tegang. Berusaha mengendalikan perasaannya, Minjae menghela napas lalu melangkah mendekati Rosé yang duduk bersandar pada kepala ranjang dengan gusar.
Sebelum mengunjungi kamar Rosé, Minjae terlebih dahulu menyambangi kamar Lalice. Dimana di dalam kamar itu tak ada ketenangan sama sekali. Hingga akhirnya Youngbae memerintahkan Minjae untuk memberikan obat pada Rosé.
"Rosé-ya, waktunya minum obat dan tidur." Ujar Minjae mulai menyiapkan tiga butir obat yang masih harus Rosé konsumsi.
"Bibi, aku tadi mendengar Appa berteriak. Wae geure?" tanya Rosé penasaran. Telinganya sangat jelas sekali menangkap suara Youngbae yang meneriaki nama Lalice.
"Makan dulu obatmu."
Rosé menurut. Satu persatu pil pahit itu dia telan dengan cepat. Karena saat ini gadis itu sangat penasaran. Lebih tepatnya khawatir jika sesuatu yang buruk menimpa kembarannya.
"Lalice kembali mendapat serangan asma." Ujar Minjae setelah ketiga obat Chaeyoung tertelan sempurna.
"M-Mwo?" pada posisinya saat ini, Rosé tampak semakin gusar. Ingin melihat, tapi dia tak bisa karena kamar Lalice ada di lantai dua. Minjae pun tak akan bisa membantunya untuk sampai di atas sana.
"Jangan khawatir. Dia sedang ditangani oleh Tuan Namjoon."
Rosé terdiam. Dia tak bisa melakukan apa yang Minjae suruh. Kambuhnya Lalice malam ini, pasti berhubungan dengan kejadian di kolam berenang sekolah mereka tadi.
Namjoon selalu mewanti-wanti adik kembarnya itu untuk tidak kelelahan. Tapi nyatanya, Lalice bahkan dengan nekat memberi Rosé napas buatan. Sedangkan dirinya saja sudah memiliki napas yang minim.
"Rosé-ya, kau tahu? Yang Lalice lakukan untukmu adalah bentuk kepeduliannya. Lalice hanya ingin melindungimu dari rasa sakit. Jadi, kau tidak berhak marah padanya."
Ayahnya, bahkan Minjae. Mereka berkata dengan kalimat yang mengantung arti sama. Dimana Lalice tak membiarkan Mingyu mendekatinya lagi, karena lelaki itu adalah sumber rasa sakit Rosé.
"Coba kau ingat-ingat. Apakah kekasihmu itu sudah membuatmu bahagia? Apakah dia rela mengorbankan hal yang berharga untukmu? Apakah... Dia bisa menjagamu layaknya Lalice menjagamu?"
Gadis berambut cokelat itu semakin tertekan akan rasa bersalahnya. Semua bayang-bayang Mingyu berlaku seenaknya, kini mulai bermunculan di otak Rosé. Tak lama, terganti oleh berbagai kasih sayang Lalice yang diberikan untuknya semasa dia dalam keadaan terburuk.
"Ingatlah, siapa yang ada disampingmu ketika kau tak berdaya? Bahkan hanya dengan kalimat pendek Lalice, kekasihmu tak berani untuk datang lagi. Itu menadakan dia memang tak memperdulikanmu." Ujaran Minjae kali ini membuat air mata Rosé menetes. Membayangkan betapa tulusnya Lalice yang terus berada di dekatnya saat di rumah sakit waktu itu. Bahkan Lalice selalu mengabaikan dirinya sendiri demi Rosé.
"Lalice menyayangimu melebihi apapun Rosé. Asal kau tahu itu."
.......
Tiffany terus-menerus mengusap surai hitam milik Lalice. Anaknya itu sudah tertidur setelah Namjoon menanganinya dengan beberapa obat yang disuntikkan lewat lengan Lalice.
"Lalice sudah lama tidak memeriksakan paru-parunya. Aku sarankan besok bawa dia ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan."
Youngbae menghela napas. Memandang wajah Lalice yang saat ini masih menggunakan masker oksigen, tetap menjadi sumber rasa sakitnya saat ini. Bagaimana Youngbae bisa mengabaikan Lalice selama ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold, Hug, and Understand ✔
FanfikceMereka terlahir dari rahim yang sama. mereka tiba di dunia pada jam yang sama. Namun hingga usia mereka beranjak remaja, kedekatan layaknya saudara tidak terlihat. Hidup di rumah besar namun tanpa kehangatan orang tua membuat keduanya menjalani hari...