17. Ordeal

13.3K 1.7K 265
                                    

Rosé dan ketiga seniornya kini ikut bergabung dengan Youngbae dan kepala sekolah. Di depan mereka sudah ada layar proyektor yang kini menampilkan video hasil CCTV di depan kamar mandi dekat cafeterian.

Di dalam video itu, terlihat Lalice yang dengan santai memasuki kamar mandi. Dia adalah siswi pertama yang memasuki kamar mandi disana sejak bel istirahat berbunyi. Tak lama, setelah itu disusul oleh Yerin, Yujin, dan Hayoung.

Sekitar lima menit berlalu, ada seorang siswi yang hendak memasuki kamar mandi itu. Namun tidak jadi karena pintu terkunci dari dalam. Setelah itu, Rosé juga tampak mendatangi kamar mandi itu. Tak ssperti siswi tadi yang pergi begitu saja. Rosé memilih bersandar pada dinding dan menunggu.

Ada jeda cukup lama hingga akhirnya Hayoung, Yerin, dan Yujin keluar dari kamar mandi itu. Terlihat mereka sempat bercakap sebentar bersama Rosé sebelum meninggalkan kamar mandi.

Rosé masuk setelah ketiga seniornya pergi. Lalu tak lama, beberapa orang masuk dengan terburu-buru ke dalam kamar mandi itu. Rosé masih ingat jika mereka masuk karena teriakannya.

"Bukankah sudah jelas jika mereka memang melukai anakku, Pak?" tanya Youngbae dengan wajah memerah. Sebenarnya pria itu sudah hilang kesabaran, namun menahan diri karena berusaha bersikap sopan pada kepala sekolah.

"Kita bisa mendiskusikan ini dengan kepala dingin. Mereka hanya remaja yang belum tahu salah atau benarnya, Tuan." Ujar sang kepala sekolah berusaha membuat Youngbae tak menuntut ketiga murid yang sebenarnya juga adalah anak donatur terbesar di sekolah itu.

"Anakku sekarat karena mereka! Dan kau menyuruhku untuk membebaskan mereka begitu saja?" Youngbae bangkit. Berteriak sembari menunjuk wajah kepala sekolah itu dengan kasar.

"Tuan, kau bisa terkena masalah besar jika berurusan dengan keluarga mereka." Pria berkacamata itu berusaha memperingatkan Youngbae. Yang Youngbae balas dengan kekehan remeh.

"Kau pikir aku ini siapa? Justru merekalah yang sudah salah karena berurusan denganku." Youngbae menoleh pada tiga siswi yang kini menunduk.

"Bahkan aku bisa menghancurkan keluarga mereka dalam sekejab." Ujar Youngbae dingin, lalu tak lama beberapa petugas polisi memasuki ruangan itu. Membuat sang kepala sekolah dan tiga gadis tadi terkejut bukan main.

"Menyakiti putriku, sama saja dengan kalian terjun ke jurang yang amat dalam." Ucapan itu yang terakhir keluar dari mulut Youngbae sebelum ketika senior Lalice dan Rosé diseret keluar oleh beberapa polisi.

.......

Sejak dulu, Rosé tidak pernah merasa khawatir dengan saudara kembarnya walaupun Lalice memiliki penyakit. Seperti layaknya Lalice yang mengabaikan penyakit itu dan berpikir jika asma hanyalah gangguan kecil di hidupnya. Rosé pun berpikir demikian. Dia tak tahu, jika dia bisa saja kehilangan Lalice kapan pun karena penyakit itu.

Rosé meraih tangan Lalice. Rasanya sangat dingin. Seperti ketika Rosé sedang menggenggam sebuah batu es. Membuat dari ujung kepala hingga kaki terasa merinding.

Dia mulai menunduk. Mencium cukup dalam sudut bibir Lalice yang terbuka. Sama dinginnya. Yang menandakan Lalice kini memang sedang butuh sebuah kehangatan.

"Kau hanya tertidur sebentar saja kan, Lalice? Kau akan segera bangun kan?" Rosé bertanya dengan nada bergetar. Tentu saja dia sudah menangis sejak memasuki ruang ICU itu. Tapi dia mencoba menahan isakannya agar tidak keluar di dekat Lalice.

"Kita belum melakukan banyak hal bersama. Kita belum menebus waktu yang terbuang sia-sia dulu. Jadi kau harus cepat bangun, hm? Aku tak suka melihatmu terus tertidur." Rosé menempelkan tangan dingin Lalice ke pipinya. Menatap wajah kesakitan saudara kembarnya itu dengan sendu. Sampai sekarang, Lalice terlihat belum bisa bernapas dengan benar. Napas gadis itu masih terdengar berat dan berbunyi keras.

Hold, Hug, and Understand ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang