Lalice adalah tipe orang yang pantang untuk tertidur di bawah jam dua belas malam. Selalu saja ada hal yang membuat Lalice terjaga hingga dini hari. Walaupun dia barus bersekolah di pagi hari, kegiatan itu tak pernah menghambatnya. Malah, Lalice adalah salah satu siswi yang tak pernah terlambat ke sekolah.
Merasa haus, jam satu pagi Lalice memutuskan untuk keluar dari kamarnya. Hendak mengambil segelas air putih. Hal ini sangat jarang Lalice lakukan karena biasanya Minjae lah yang bertugas menyediakan air putih di kamar Lalice.
"Sshh~"
Desisan itu membuat Lalice menghentikan langkahnya. Menoleh pada kamar di sebelahnya yang sedikit terbuka. Dengan lampu masih menyala terang.
Berusaha mengabaikan itu, Lalice kembali melajukan langkahnya. Namun suara Rosé benar-benar mengusik ketenangan batin Lalice.
"Eomma, Appa."
Kembarannya mengigau. Lalice tahu itu karena sangat mustahil jika Rosé benar-benar memanggil orangtua mereka. Berusaha menyingkirkan egonya, Lalice mulai melangkah memasuki kamar yang bahkan tak pernah ia jamah itu. Mengerjit melihat Rosé terbaring dengan pakaian yang masih lengkap.
"Apakah dia sakit?" gumam Lalice bingung. Semakin dekat, gadis itu bisa melihat betapa pucatnya wajah Rosé dengan keringat yang membanjiri.
Tangannya mulai terjulur untuk memeriksa suhu tubuh Rosé. Namun belum sempat menyentuh dahi kembarannya itu, Lalice termenung sejenak. Bertanya dalam hati apakah yang dilakukannya ini adalah benar? Mengingat jarak Lalice dan Rosé yang sangat jauh. Lalice hanya takut jika Rosé marah dengan apa yang dilakukan Lalice.
Gadis berponi itu menggigit bibir bawahnya. Dia bingung, jika bukan dirinya siapa lagi yang akan memeriksa kondisi Rosé? Semua maid di rumah itu sudah tertidur dan Lalice tidak akan mau mengganggu waktu istirahat mereka. Sedangkan Minjae yang selalu mengurusnya dan Rosé tidak ada di rumah ini.
"Baiklah. Hanya hari ini saja." Gumam Lalice lalu benar-benar menyentuh kening itu dan panas yang sangat dia rasakan saat punggung tangannya bersentuhan dengan kulit Rosé.
Lalice mulai beranjak. Dia kali ini benar-benar melangkah menuju dapur. Menyiapkan roti dan air putih di nampan, mengambil air dingin pada sebuah wadah bersama handuk kecil, dan mencari paracetamol yang dia temukan ada pada kotak obat di ruang keluarga.
Semua itu tentu dia lakukan secara bertahap. Naik turun berkali-kali dari lantai dua menuju lantai satu. Mengabaikan rasa lelah yang membelenggu pada dini hari itu.
Dia merawat Rosé dengan telaten. Hal yang tak pernah dia lakukan sebelumnya. Karena saat Rosé ataupun Lalice jatuh sakit, yang turun tangan adalah Jung Minjae.
"Bangunlah," Lalice menepuk pipi Rosé pelan. Membuat kembarannya itu meringis sebelum berhasil membuka matanya.
"Kau harus mengisi perutmu, lalu minum obat."
Rosé mengerjit. Perlahan, dia bisa merasakan sakit yang menjalar sedikit-demi sedikit. Dan mendesis karena sadar dia jatuh sakit hari ini.
Memang semenjak ada di mobil Jungkook tadi malam, Rosé merasa ada yang tak beres dengan tubuhnya. Alhasil ketika sampai kamar, gadis itu langsung berbaring tanpa melepas sepatu dan mengganti bajunya.
Mencoba bangkit dengan bantuan Lalice, Rosé menyibak selimut yang membalut tubuhnya. Dan tertegun melihat sepatu yang semula masih terpasang di kakinya kini sudah tak ada.
"Dimana Bibi Jung?"
"Tidak ada. Dia pergi sebelum kau pulang. Suaminya sakit dan aku memintanya kembali tiga hari lagi," jawaban itu membuat Rosé tertegun. Jika bukan Bibi Jung, siapa yang rela melepas sepatunya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold, Hug, and Understand ✔
FanficMereka terlahir dari rahim yang sama. mereka tiba di dunia pada jam yang sama. Namun hingga usia mereka beranjak remaja, kedekatan layaknya saudara tidak terlihat. Hidup di rumah besar namun tanpa kehangatan orang tua membuat keduanya menjalani hari...