Oreo

64 6 0
                                    

"Kalau ada yang pernah menyesali pilihan dan keputusannya, aku rasa aku nggak akan pernah merasakannya. Karena aku yakin semua keputusan dan pilihan punya dampak hebat yang nggak terduga,"

*

Ternyata Dandi, seniorku saat SMP juga bersekolah di sekolah yang sama. Lagi-lagi ia terpilih sebagai ketua OSIS. Hebat juga dia. Dia tahu aku berada di sekolah yang sama. Dan ia juga tahu aku mendukungnya. Hal itu membuatnya selalu berseri-seri tiap bertemu denganku.

"Lo berubah banyak, ya,"

Aku menatap pintu ruang kelas yang memantulkan bayanganku. Ia benar. Rambut pendekku kini panjang sebahu. Warna kusam kemerahan kini berganti hitam legam dan ikal di bagian bawah. Kulitku berubah putih, karena tidak lagi terpanggang sinar matahari saat bermain basket.

Terang saja penampilanku berubah. Dari Naf yang mencari info tentang Pras, aku tahu bahwa hampir semua mantan Pras adalah cewek feminin berambut panjang. Mungkin karena dorongan dari alam bawah sadar, pelan-pelan aku mengubah gayaku. Dari tak mengacuhkan penampilan, kini berubah heboh saat lupa memakai lotion atau lupa tidak membawa lipgloss. Rempong!

Dandi juga berubah. Tubuhnya makin tinggi. Suaranya berat dan berwibawa. Matanya juga memancarkan aura ketegasan yang tak dapat dibantah siapapun. Ia ganteng.

"Haha, gue udah SMA kali, Bang. Beda sama dulu,"

"Tuh, belum berubah. Lo masih panggil gue Bang. Kaya tukang ojek aja,"

Kami terbahak. Lalu aku menyadari belasan mata di koridor menatap kami.

"Eh, gue cabut ya,"

"Kenapa buru-buru? Kita baru aja ngobrol,"

"Bang, lo Ketua OSIS lagi. Kaya dulu. Tuh, lihat aja sekeliling kita. Cewek-cewek pada ngeliatin gue kaya mau nerkam gue. Gue nggak mau kejadiannya Hanum terulang lagi,"

"Ya ampun, Ra!" ia mengacak-acak rambutku dengan gemas. "Itu kejadian waktu kita masih SMP. Beda sama sekarang,"

"Tapi sama aja, tau!" aku nendengus kesal. "Lo populer, banyak yang suka sama lo dan gue bukan siapa-siapa. Nanti pasti ada yang musuhin gue kalau kita deket,"

"Kalau mereka tahu lo pacar gue, menurut lo apa mereka masih berani musuhin lo?"

Aku tak sempat menjawab karena ia lebih dulu merengkuh tubuhku di bahunya yang jauh lebih tinggi dariku. Seolah ingin menunjukkan pada tiap orang, ia mengajakku ke kantin yang otomatis, banyak orang yang menatap kami penuh tanda tanya.

Astaga!

*

"Tapi akhirnya dia jatuh sama pesonanya Dandi," sahut Naf keras, memecah keheningan acara.

"Yep. Finally gue suka sama Dandi. Sebatas suka. Bukan cinta seperti gue ke Pras,"

"Emang cinta itu apa sih Ra?" tanya Maya.

"Well, actually gue mau bahas masalah itu,"

*

"Bang, kok akhir-akhir ini lo aneh banget? Sering ngajakin gue ke kantin, pasang foto kita di dp BBM, sampe ngajak gue ikutan rapat OSIS. Kenapa Bang?"

Sore itu ia datang ke rumahku dan membantuku mengerjakan tugas. Mendengar pertanyaanku, Dandi berhenti mengerjakan PR kimia dan menatapku.

"Soalnya gue suka sama lo dan gue anggap kita sudah jadian,"

"Lo belum bikin komitmen sama gue, kan? Lo bahkan belum tanya gimana perasaan gue ke elo,"

"Perlu ya? Gue bisa baca sikap lo dan pandangan mata lo ke gue, kok,"

"Dan lo nggak nembak gue," ujarku hati-hati.

"Emang jadian harus lewat proses nembak ya?" ia tampak berpikir. Lalu menyobek kertas dan menulis. "Jakarta, 10 Januari. Dandi Putra Mahesa dan Carissa Sora Arga resmi jadian."

Aku mengernyit heran saat ia melipat kertas tersebut dan beranjak. Saat itu kami sedang duduk di gazebo taman. Dandi berjongkok dan menggali tanah yang ditumbuhi rumput.

"Bang, ngapain?"

"Ini, mau ngubur kertasnya biar lo nggak ngikutin kebiasaan orang-orang," ia selesai dan mengibaskan tangannya. "Nah, gue udah selesai,"

"Emangnya, lo cinta sama gue Bang?"

Ia mengangguk

"Apa cinta itu?"

"Cinta itu saling tahu satu sama lain, saling menghargai dan merawat satu sama lain. Simple as that,"

Aku tersenyum. Dalam hati menggeleng kuat.

*

"Dandi anti mainstream banget," ujar Naf, lagi-lagi memecah keheningan.

"Tapi itu romantis banget," sahut Maya.

"Nggak seromantis apa yang dilakuin Sora beberapa bulan kemudian,"

*

Hari penutupan MOS sudah tiba. Di bulan Juli yang cerah itu, Dandi berubah seolah-olah menjadi pusat perhatian seisi sekolah. Ia si ketua panitia MOS, penanggung jawab Pensi yang dilaksanakan malam harinya, dan dengan pesonanya, aku tak mampu lagi menghitung berapa banyak gadis yang bertekuk lutut di hadapannya.

Aku sendiri menjadi panitia seksi dana MOS merangkap seksi humas pensi. Malam acara, tugasku selesai. Aku dapat menikmati acara sekaligus menemni Dandi berkeliling venue memantau keadaan. Yang sama sekali bukan mauku.

Sepanjang acara, digenggamnya tanganku berkeliling. Sesekali ia merengkuh bahuku untuk melindungiku dari penonton yang lebih tua dan jauh lebih tinggi dariku. Kami berhenti untuk menyapa teman atau menjawab sapaan gadis-gadis pada Dandi. Bahkan beberapa meminta nomer teleponnya secara langsung.

Di akhir acara, barulah aku dapat menariknya menuju tempat yang cukup sepi.

"Ada apa, Ra?"

Aku menyodorkan tangan. Seperti dua tahun yang lalu. Ia mengernyit heran dan menatapku takut.

"Jangan lagi, Dear," ia memohon.

Aku menarik tangannya agar menjabat tanganku.

"Selamat. Acaramu sukses. Kamu hebat. Aku kagum sama kamu,"

Bukannya tampak lega atau berterimakasih. Ia masih menatapku takut. Tampaknya ia tahu apa yang akan kukatakan berikutnya.

"Kamu hebat, tapi aku nggak bisa lagi sama kamu," aku nggak nyaman lagi sama kamu yang posesif, sibuk, dan pengatur. Tambahku dalam hati. "Tapi kamu orang terhebat yang pernah aku temui selama SMA," aku merogoh sling bag milikku dan mengeluarkan sebungkus oreo coklat.

"Ini, seperti yang aku kasih 5 tahun lalu. Saat kamu jadi wakil ketua OSIS dan wakil ketua panitia di MOS SMP, sementara aku baru aja jadi siswa baru. Sekarang aku kasih lagi. Kamu tahu, kamu mengajarkan hubungan kita kaya oreo,"

Ia mengernyit.

"Enak, bervariasi, selalu dicari. Itu kamu. Kamu hebat, kreatif, banyak yang suka. Tapi kalau udah eneg, gampang dilupakan. Kaya kamu kalau lagi sibuk. Dan kalau udah kepingin lagi, langsung nyari, seperti kamu kalau lagi posesif ke aku," aku berjinjit dan memeluknya. "Makasih banyak, Bang,"

Aku melepas pelukan dan menyodorkan tangan yang dijabatnya.

"As a friend?"

***

Dear readers:)
Gimana? Mulai paham arti angin pujaan hujan? Sudah paham arti sun dan moon? Terus, mulai paham arti tree?
Cant wait for your votes and comments
Enjoy :)

Angin Pujaan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang