• 17 •

18 6 0
                                    

『 Tema: Aceh 』
『 Judul: Tanah Merah Aceh 』
『 Work: Short Story 』

“Kamu udah janji mau traktir aku Mi Aceh, loh.” Juan menggerutu. Bibirnya mengerucut. Ia sedikit sebal pada Hani yang sedari tadi mengacuhkannya.

“Hani ....” Juan kembali merengek. Ia bahkan sampai menggoyang-goyangkan lengan Hani. Namun, gadis itu masih bergeming. Kedua matanya masih tertutup rapat. Ekspresinya tampak tenang dan damai. Daun telinganya layu.

“Han, jangan nyerah dulu ... mereka bakal nangkep kamu nanti.”

Kepalanya kini menoleh ke sana-kemari, memastikan bahwa tak ada para lokawigna bersenapan laras panjang yang mengincar kepala mereka. Di tanah Aceh ini, mengapa bisa-bisanya terjadi pertumpahan darah?

“Tolong kami ...,” lirih Juan.

Lantas terdengar suara langkah kaki. Walau samar, Juan berspekulasi bahwa itu adalah mereka, sang lokawigna. Tubuhnya ia bungkukkan untuk menutupi jasad Hani. Di balik tembok Masjid Baiturrahman, mereka bersembunyi. Semoga saja mereka tak berani menyentuh lahan suci ini.

Kecuali kalau mereka hendak membuat Sang Maha Kuasa murka.

Dor!

Serpihan-serpihan bangunan menghujani Juan. Untung saja bangunan ini kokoh, jikalau tidak, bisa remuk tubuh mereka.

Dalam benak Juan kini, hanya terbesti ribuan tanda tanya. Salah satunya adalah, mengapa harus Aceh?

***

— Day 17, Complete —

A Work For Other Challenge [WWA] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang