~TIGA~

15 4 0
                                    

Esa langsung membuka 2 penutup kain yang menghalangi wajah kedua jenazah itu, dan ketika Esa liat ternyata dua jenazah itu adalah Ayah dan Ibu Esa.

Tangisnya pecah, kini air mata nya sudah membasahi pipinya. Esa sedih karena orang tua nya meninggalkan nya secepet itu, Esa masih gak nyangka. Esa memeluk jenazah sang Ayah, lalu ia juga memeluk jenazah sang Ibu. Ia merasa kan kesedihan yang amat mendalam, bahkan ini merupakan air mata paling sedih yang pernah Esa keluar kan seumur hidup nya.

Ayah dan Ibu Esa akan di makam kan besok pagi, Esa merasa ia sudah tidak mempunyai siapa-siapa lagi. Malam itu Esa serta kerabat dan tetangga ikut menunggu jenazah kedua orang tuanya di ruang tamu, semalaman ini Esa tidak tidur. Bahkan Esa sampai lupa memberi tahu kan kabar dukanya kepada sahabat nya, ia sedari tadi belum menghubungi Alena sama sekali.

Malam berganti pagi, jenazah kedua orang tuanya sedang di mandikan. Esa ikut serta membantu pemandian jenazah sang ayah, walaupun sudah ada pemandi jenazah.

Setelah kedua jenazah itu dimandikan, Esa baru teringat sahabat nya. Ia langsung menelpon sahabat nya dan memberitahu kabar duka itu, Esa memang telat memberitahu kabar duka itu karena sekarang Alena sudah berada di sekolah.

-----

15 menit berlalu, nampak gadis berseragam SMA memasuki rumah Esa. Ia langsung berjalan mengahampiri kedua jenazah itu dan setelah itu ia menghampiri sahabat nya.

Esa sedang duduk terdiam di samping jenazah kedua orang tuanya itu. Alena duduk di samping Esa, wajah Esa benar benar nampak sedih dan juga murung. Kedua orang tuanya meninggalkan nya dalam waktu yang bersamaan, dan ia sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi.

Pandangan Esa kosong, ia menatap kedua jenazah dengan tatapan kosong. Mata nya sembab, wajah nya terlihat pucat. Alena tau pasti sahabat nya ini belum makan, ia tau ketika melihat wajah sahabat nya pucat.

"Sa, lu belum makan ya?" Tanya Alena.

Esa diam, tidak menjawab apa pun. Entah tidak mendengar atau memang tidak mau menjawab, wajah nya pucat dan selalu menatap kosong ke arah dua jenazah itu. Alena paham mungkin sekarang sahabat nya ini butuh waktu sendiri, Alena tidak mengatakan apa pun lagi ke Esa, ia hanya mengelus pundak Esa untuk menyemangati Esa.

Beberapa menit kemudian datang Evan (kaka Esa) dan istrinya. Evan tinggal di luar kota bersama istrinya karena mereka bekerja disana, Evan yang baru saja datang langsung memeluk kedua jenazah itu. Evan mengeluarkan air mata nya, namun ia mengelap air mata itu dan berusaha tegar.

***

Di pemakaman

Kedua orang tua nya Esa telah dimakam kan, bahkan orang-orang yang ikut ke pemakaman sudah banyak yang pulang. Di pemakaman hanya tersisa Esa, Alena, Evan, dan Zita (istri Evan).

Siang ini langit nampak mendung, bahkan gerimis pun sudah turun sebagai pertanda akan turun hujan yang besar.

Evan menatap langit dan tangan nya mendapati air dari gerimis itu. Evan melihat adik nya yang masih setia berjongkok di pinggir makam, ia berniat mengajak adik nya pulang ke rumah.

"Sa, udah gerimis. Kamu gak mau pulang?" Tanya sang kaka.

Esa masih terdiam, sedari tadi ia tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Pandangan Esa kosong, ia seperti sedang melamun dengan arah pandangan melihat kedua makam tersebut.

"Sa, udah mau hujan. Kamu gak mau pulang?" Tanya Evan yang kedua kali nya, sambil memgang pundak Esa.

Esa hanya menggeleng

Evan khawatir dengan istrinya, ia tidak ingin istrinya kehujanan dan jatuh sakit. Akhirnya Evan memutus kan untuk pergi dari pemakaman itu dan pulang ke rumah almarhum Ayah nya yang di huni oleh Esa.

Esa [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang