Dayang Jo terlihat khawatir karena tidak mendapati Ratu di singgasananya. Tangannya bergetar saking kutakutkannya. Ekor matanya dengan liar menelisik semua ruangan Istana. Dayang Jo ingin segera memberitahu Ibu Suri atas menghilangnya Ratu In. Saat dayang Jo pergi ke halaman depan. Matanya melihat seorang perempuan sedang berdiri di bawah pohon. Ratu In sedang berada di sana. Melakukan gerakan yang aneh menurutnya.
"Jungjeon Mama."
"Oh dayang Jo."
"Apa yang Jungjeon lakukan di sini."
"Aku sedang berolahraga. Ini dinamakan peregangan dan ini dinamakan gerakan pemanasan."
Sung Hwa bergerak dengan lincah memberi instruksi kepada dayang Jo. Dayang Jo hanya memperhatikan tingkah Ratunya yang di luar kebiasaannya. Dia berdiam di samping Ratunya. Keringat menetes di dahi Ratunya membuat dayang Jo ingin menyekanya namun apa daya dia tidak berani bertindak tidak sopan. Karena kekuatan otoritasnya yang terlalu kuat. Sung Hwa langsung menegakkan tubuhnya saat diperhatikan oleh dayang Jo. Nafasnya masih memburu, wajahnya merah karena kepanasan.
"Dayang Jo."
"Ya Mama."
"Kamu harus olahraga supaya tetap bugar dan sehat. Olahraga juga dapat memperbaiki bentuk tubuh."
Dayang Jo tidak mengatakan apa-apa, dia hanya mengagukkan kepalanya.
"Dayang Jo, buatkan aku jus apel dan masker timun dengan madu."
"Jungjeon, jus apel itu apa?"
"Itu sari buah apel."
"Baik Jungjeon, saya akan menyuruh dayang untuk membuatnya."
"Dan satu lagi, aku ingin spa."
"Spa?"
"Huh. Semacam mandi dengan rempah."
"Ah iya Jungjeon."
"Aku akan menunggunya di sini. Aku harus banyak olahraga. Belakangan ini aku selalu terlalu banyak makan manisan dan kulitku rasanya mulai kurang bercahaya."
Suasana hati Sung Hwa hari ini lebih baik. Dia berencana menikmati fasilitas yang ada meski terkadang sesekali mengeluh tapi itu hal yang lumrah. Di era Joseon, keluarga kerajaan tampak orang yang berkuasa. Tidak ada orang pun yang berani menentang otoritasnya secara terang-terangan. Namun mereka menentang secara sembunyi-sembunyi. Di atas permukaan mereka seperti kawan namun siapa yang menduga itu semua hanya kamuflase untuk meraup keuntungan dan kekuasaan.
Hari ini raut wajah Raja Joseon cemberut. Kebijakan yang baru dia buat langsung ditolak oleh para menteri yang bersinggungan dengannya. Dengan alasan untuk menyejahterakan rakyat para pejabat mulai beradu argumen satu sama lain. Seakan pemikiran mereka adalah yang paling benar.
"Uang koin menimbulkan banyak kebingungan di pasar, jadi mohon hentikan penggunaan mata koin dan kembali ke sistem barter. Mohon pertimbangkan saran kami, Jeonha."
"Sistem barter mempunyai banyak kelemahan. Ini adalah proyek pertamaku sejak aku bertakhta. Bagaimana bisa kalian menentangku?"
"Jeonha, kami menemukan uang palsu. Jika uang palsu ini terus beredar maka harga-harga akan naik dan pasar akan jatuh. Bagaimana kita bisa menjamin bahwa peredaran uang tidak akan menyengsarakan rakyat. Satu-satunya solusi adalah pelarangan penggunaan uang koin."
Raja Lee merasa terkejut. Ekspresi marah perlahan terbit menghias wajahnya. Sudut matanya menangkap sebuah senyuman sindir dari menteri Min. Raja Lee mengakhiri rapatnya dan bergegas untuk memeriksanya sendiri di lapangan.
♡♡♡
Di depan halaman yang begitu luas, banyak sekali ditumbuhi berbagai bunga dengan warna yang berbeda. Embusan angin malam membuat guncangan ringan di daun tipis yang menyala karena sinar rembulan. Dayang Jo memberi hormat saat mengetahui Raja Lee berkunjung.
"Saya akan memberitahukan kedatangan Jeonha."
"Tidak perlu, aku akan langsung masuk."
Lee langsung membuka pintu dengan tak sabar namun singgasana sang Ratu kosong tak berpenghuni. Langkahnya semakin menuntunnya untuk memasuki suatu ruangan lagi. Ruangan itu terasa lembap. Aroma manis menguar ke udara mendesak paru-paru Lee. Cukup menyenangkan setelah Lee merasakan ketegangan karena masalah kerajaan.
Matanya menyipit saat melihat seorang wanita tengah tertidur di bak mandi. Sesaat Lee merasa linglung. Dia hanya kaku berdiri di sana. Tanpa sadar langkahnya menuntunnya untuk mendekati.
Secara tidak sadar pandangan Lee jatuh pada wajah Sung Hwa. Dia tertegun untuk sesaat merasa jatuh pada kekaguman yang sangat memabukkan.
Sung Hwa tidak tertidur, dia hanya memejamkan matanya. Sung Hwa merasakan seseorang tengah mendekatinya. Sung Hwa membuka matanya dan membeku melihat Lee di depannya. Duduk di depannya dengan memandang Lee. Sung Hwa tersadar, gadis itu mengumpulkan energi sebanyak mungkin untuk menjerit. Lee menarik tangannya dan Sung Hwa kehilangan keseimbangannya. Splash, air terciprat ke udara.
"Ah..." Sung Hwa menjerit kesakitan saat kepalanya terbentur tepi bak mandi.
Tubuh Sung Hwa berangsur-angsur tenggelam saat bobot Lee menekannya. Beberapa saat yang lalu tubuh Lee menabrak tubuh Sung Hwa, napasnya berhenti sejenak.
"Jeonha, cepat berdiri dariku." Sung Hwa mencoba mendorong tubuh Lee pergi.
Dayang Jo mendengar jeritan Ratunya dan bergegas untuk masuk ke dalam kamar.
"Apakah Jungjeon Mama baik-baik saja?"
Lee dan Sung Hwa secara bersama menoleh menatap dayang Jo. Di bawah tatapan tajam Lee, dayang Jo langsung menghentikan langkahnya.
"Dayang Jo, berikan aku baju."
"Pergi!" perintah Lee.
"Kamu yang pergi." Dua kepalan tangan mungil mendorong Lee.
Dayang Jo kaget dengan adegan ini, dayang itu langsung bergerak keluar dan menutup pintu. Lee menurunkan kepalanya menatap Sung Hwa, napasnya agak berantakan. Wajah Sung Hwa merah merona dan jantungnya berirama abnormal. Sung Hwa merutuki dirinya sendiri. Tetapi di permukaan Sung Hwa tersenyum mencoba membalikkan keadaan.
"Jeonha, apakah kamu menginginkannya?"
Senyum Sung Hwa bak madu namun nadanya dingin dan tangan rampingnya membelai dada Lee Suk Jong. Tindakannya bergairah dan memikat. Lee melihat tangan yang menggambar abstrak di dadanya. Intensitas tangannya memperburuk pikirannya yang suram.Tatapannya beralih ke objek yang berkilauan di air dengan daya yang memikat. Mata Lee menjadi gelap karena hasratnya. Panas yang menyengat sampai ke inti tubuhnya. Tapi Lee membencinya. Matanya tiba-tiba menjadi dingin dia menampar tangan Sung Hwa dan keluar dari bak mandi.
"Aku akan menunggumu di luar!"
"Mengapa tubuh Ratu In sangat lemah?" Sung Hwa menggertakkan giginya.
Sung Hwa sudah siap dengan pakaiannya yang sederhana. Sung Hwa menganggalkan semua binyeo di kepalanya. Rambutnya terlihat polos tanpa hiasan apa pun. Sung Hwa menatap Lee yang sudah menanggalkan pakaiannya dan berganti jubah baru. Sung Hwa berjalan dan duduk di depan Lee. Tangan mungilnya di letakkan di kedua pahanya. Untuk sesaat Lee tertegun detik berikutnya dia bisa menguasai dirinya sendiri.
"Aku ingin mendiskusikan sesuatu padamu."
Hati Sung Hwa tenggelam mendengar suara Lee. Dia datang ke Istananya mempunyai maksud yang terselubung. Sung Hwa sangat ingin menyingkirkannya.
"Para menteri menentang kebijakanku. Mereka menemukan uang palsu. Para menteri ingin mengembalikan ke sistem barter. Aku tidak sepakat dengan mereka. Aku hanya tidak ingin berkelahi dengan rakyat."
"Tapi Jeonha akan berkelahi dengan menteri."
"Maka dari itu, aku ingin mendiskusikannya denganmu."
"Jeonha menemuiku karena ada maunya."
"Kamu adalah Ratu, anggota keluarga Raja bukan lagi bangsawan. Tugasmu membantu seorang Raja. Kamu harus mengingat itu."
"Jeonha selalu menuntutku tetapi tidak memberiku perhatian."
Lee mengambil napas dalam-dalam . Dia agak gelisah, "Apa yang kamu inginkan?"
"Hatimu. Bisakah kamu memberikannya padaku?"
"Min In Hyeon." Mata Lee terbakar amarah.
"Apa? Apa aku salah meminta hati pada suamiku?"
Sung Hwa tidak bisa mengekspresikan suasana hatinya. Ia tahu betul pernikahan antara Ratu In dan Raja Lee hanya sebuah politik belaka. Ratu In hannyalah bidak catur yang digunakan oleh Raja. Namun meskipun begitu dalam sudut seorang ratu, bukankah wajar jika dia hanya minta diperhatikan. Setidaknya berikan dia muka di depan rakyatnya terutama selirnya.
"Sejujurnya aku tidak butuh cinta Jeonha dan aku tidak menginginkan takhta. Aku hanya ingin hidup sebagai wanita yang dicintai."
"Aku tidak bisa memberikanmu itu."
"Aku tahu."
Lee memandangnya dan tidak mengatakan apa pun. Lidahnya terlalu kelu.
"Sebagai Ratu dan Istri, aku merelakan kasih dan cinta Jeonha. Bukankah aku cukup baik? Jika Jeonha menginginkan aku bertindak sebagai Ratu, Jeonha juga harus bertindak sebagai Raja. Aku akan membantu menyelesaikan masalah Jeonha tapi aku ingin kesepakatan?"
"Apa solusimu?"
"Kesepakatan atau tidak sama sekali?"
"Baiklah, aku setuju. Kesepakatan. Jadi apa solusimu."
"Untuk menghadapi peredaran uang palsu, ada tiga strategi. Yaitu preventif, preemtif dan represif."
"Jelaskan secara singkat!"
"Secara preventif kita berupaya koin dilindungi fitur pengaman yang baik. Tidak bisa ditiru dan autentik."
"Lalu."
"Yang kedua merupakan langkah preemtif. Jeonha menyuruh utusan khusus untuk sosialisasi mengenalkan keaslian uang masyarakat."
"Dengan cara?"
"Edukasi di tengah rakyat atau melalu papan di tengah kota. Pamflet, spanduk, stiker, semua bisa dilakukan Jeonha. Jika rakyat memahami koin asli maka akan mempersempit ruang gerak peredaran uang palsu.
"Yang terakhir?"
"Terus meningkatkan fitur-fitur koin asli. Tingkatkan ciri khas uang."
"Solusimu sungguh luar biasa, Jungjeon. Negeri ini tidak salah memilih seorang Ratu."
"Ya, negeri ini tidak salah memilih Ratu. Tapi Ratu salah telah memilih suami."
"Jungjeon."
"Jeonha tidak lupa kan, kita mempunyai kesepakatan?"
"Ya, katakanlah."
KAMU SEDANG MEMBACA
LANDING ON YOU (Promo Spesial 30 September- 3 Oktober 2021)
Ficción históricaApa jadinya jika kamu terlempar dalam dimensi lain. Inilah yang dialami Han Sung Hwa gadis modern yang terlempar dalam serial novel bertema saeguk. Mendarat di tanah Joseon, Sung Hwa menjadi seorang Ratu yang tidak dicintai oleh suaminya. Mengingat...