-MY HOMO-
“Gapapa Nad, masih ada setahun kog. Kita jalani bareng bareng ya, ciptain kenangan yang sulit untuk dilupain. Kita bikin tahun terakhir di SMA ini menyenangkan.
Melukis cerita sejarah yang kelak bisa kita ceritakan ke generasi penerus kita. Perpisahan itu pasti ada. Lagian ya setiap pertemuan pasti berujung perpisahan. Jadi, gak usah sedih lagi ya, nanti kan kita bisa telfon-an, vidcall-an. Ya ?” Nadie manangis, tak luput ia pun mengangguk Renita dan Ledy yang tadinya sudah tertidurpun bangun karna mendengar tangisan Nadie.“Loh Nad, lo kog nangis? Kenapa? “ pertanyaan Ledy tak digubris.
“Za, Nadie kenapa?” kini giliran Renita yang bertanya.
Khanza tersenyum, “Melow dia, mau dipindahin ke NY.” Tukasnya diakhiri kekehan.
“Nad, lo kog aneh aneh sih? Masa mau pindah kan nanggung.” Ujar Renita memeluk Nadie.
“Tau lo, kayak lo pinter pinter aja sih? Emang lo sepinter apasih mau pindah ke NY pas kenaikan 12.”
Nadie mengurai pelukan, mengusap ingusnya menggunakan tangan “Heh, lo kagum apa ngehina gue sih anjir. Gue pindahnya kelulusan juga.”
“Hamdalah deh.” Setelahnya mereka ber4 menangis dengan berpelukan.
Malam terakhir di Bali, diakhiri dengan kisah tangis haru ke empat gadis remaja yang kini menjadi satu.
-MY HOMO-
Khanza berdiri cemas didepan pintu kelas. Kekanan, kekiri, lalu kembali kekanan lagi. “Lo ngapain dah Za, udah gaya setrikaan aja.” Ujar Nadie yang baru saja datang.
“Gue lagi bingung nih.”
“Bingung kenapa dah.” Nadie berjalan masuk lalu duduk dimeja paling depan dekat pintu.
Khanza berbalik “Gue mau nanya ke kak Exal, tapi gatau gimana caranya.”
“Alah, tinggal nanya doang, apa susahnya sih?” Khanza melotot.
“Apa susahnya lo bilang? Nanti kalau dia gak suka gimana? Ngerasa tersinggung gimana? Gue gak mau ya, dia sakit hati gara gara omongan gue.”
“Terus mau lo gimana?”
“Emm, kalau diajak makan siang gimana?” Nadie menggeleng.
“Jangan deh, pasaran”
“Ajak jalan?”
“Basi.”
“Terus apaan Nadieeeeeeeeeeee!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!” ujar Khanza greget. Ia memposisikan kedua jarinya seperti ingin menyakar, lalu menyatukan.. “Pengen gue hiiiiiiiiiiihhhhhhhhhhhhhhhh gitu!”
Nadie menggaruk tengkuknya walau itu tak gatal. Tersenyum goblok menurut Khanza. Khanza melengos kesal setengah mati. Secara ajaib, Nadie loncat turun dari meja, menepuk kedua pipi Khanza. sambil berkata “Gue ada ide!” ujarnya heboh.
-MY HOMO-
“Udah semua belum Nad?”
“Bentar, kurang satu lagi.” Nadie berjalan menyusuri koridor kelas X IPA 1 sampai gudang olah raga.
“Sip, udah semua” ucap Nadie ketika telah selesai melakukan kegiatannya. Tak lupa pula ia mengacungkan jempol.
“Gue nerves. Gue ngewel wehh.” Ujar Khanza tak tenang.
“Santuy aja, dibawa selowww.” Balas Nadie kelewat senang. Matanya menatap seluruh tempat yang sudah dia dekor sedemikian rupa. Sebenarnya tidak ada yang berubah, hanya mungkin akan ada beberapa benda tambahan disetiap tempat. “Yaudah, gue ke kak Exal dulu ya?”
Khanza mencekal lengan Nadie“Eeh tunggu dulu dong, ini beneran? Gue takut.”
Nadie melepas cekalan tangan Khanza. “Lo yang tenang, dibawa santuy aja. Kan tadi gue udah bilang. Tenang aja, ini pasti berhasil oke?” Ujar Nadie menenangkan. Khanza menghela napas.
“Gue kesana dulu ya?” Khanza mengangguk. Ia berjalan menuju belakang gedung olahraga, menunggu kedatangan seseorang ng sangat membuat jantung berdebar.
“Gue harap, lo nggak malu maluin gue ya nanti.” Ujar Khanza sambil mengelus dadanya, juga menatap cemas kedepan.”Spirit, lo pasti bisa oke?”
-MY HOMO-
Disisi lain, Nadie sedang senang ingin bertemu mantan doinya. Walau sudah disebut mantan, rasa yang dulu penah ada tak pernah hilang ‘jika ia melihat kegantengannya’.
“Hai kak Bani.” Sapa Nadie sambil melambaikan tangan pada Bani. Tak luput senyum manis yang ia pasang semanis mungkin.
“Hay die, Khanza mana?”
“Oh, ada di eh, rahasia.” Ujarnya lalu terkekeh. Bani ikut terkekeh.
“Kak Exalnya ada?” tanya Nadie.
“Yah, Exalnya baru aja mau pulang.” Bahu Nadie turun, semangatnya ikut luntur.
“Heh, bukannya dia ditoilet ganti baju? Kan mau latian voli.” Ujar Ucok, salah satu teman Voli Exal. Mata Nadie melebar. Semangatnya berkobar. Bahunya naik, senyumnya bertambah lebar.
“Beneran? Yaudah makasih ya kak.” Nadie berlari semangat. Sekarang tujuannya satu. Kamar mandi laki laki.
Nadie menunggu Exal diluar kamar mandi laki laki. Ia bersandar pada dinding kamar mandi itu, menghadap lurus kedepan sambil tersenyum membayangkan betapa tampannya wajah Exal.
Ia dulu sangat malu jika bertemu dengan Exal, walau hanya sekedar berpapasan. Dan lihatlah sekarang, ia punya kesempatan untuk bicara langsung dengan Exal, walau hanya sebagai perantara saja. Walau sebenarnya ia tak kalah guup dengan Khanza.
Pintu toilet terbuka, menampilkan remaja laki laki dengan pakaian pendek khas sorang pemain voli. Mengenakan topi putih. Sambil menggendong tas kecil hitam dipunnggungnya. Tak lupa sepatu berwarna senada. Exal menaikkan satu alis matanya. “Ha-hai kak.” Ujar Nadie gugup.
“Ngapain lo disitu?” tanya Exal. Nadie menggeleng, mencoba sadar untuk kembali keduania nyatanya.
“Mau kasih ini.” Ujarnya menyodorkan sebuah amplop kecil berwarna merah.
“Apaan?” Exal mengambilnya lalu membuka kertas itu. Didalamnya bertuliskan ‘AYO MAIN’ dengan gambar hati memenuhi kertas itu.
“Tulisannya horor, tapi hiasannya kog lope lope?” tanya Exal menaatap Nadie. Nadie menunduk malu.
“Jadi gue harus ngapain?”
Nadie mendongak. “Main kak.” Exal mendengus. Buang buang waktu saja. Ia mengembalikan kertas itu pada Nadie, tapi ditolak oleh Nadie.
Hayy, welcome back🤟 to my story hehe😄.
Gimana ya kira kira? Exal mau main gak ya?
Makasih ya buat kalian yang udah sempetin baca🤗.
Jangan lupa buat vote+commentnya🖤
•
•
•
See You Next Part!💙
KAMU SEDANG MEMBACA
MH [HIATUS]
Teen FictionBukan cerita badboy yang ketemu good girl. Bukan bad girl yang ketemu good boy. Bukan bukan pokoknya. Nggak ada cowok dingin ketemu cewek dingin. Cuma ada cewek sok tau, yang deketin cowok dengan maksud dan tujuan lain, tapi ujung ujungnya "Wah wah...